Photobucket
Tampilkan postingan dengan label Penyakit. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Penyakit. Tampilkan semua postingan

Selasa, 11 Desember 2012

CFT (Complement Fixation Test) dan Fluorescent Antibody Test (FAT)


1. CFT (Complement Fixation Test)
            CFT adalah tes medis imunologi yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik atau antigen spesifik dalam serum. Secara luas digunakan untuk mendiagnosa infeksi, terutama dengan mikroba yang tidak mudah terdeteksi oleh metode budaya, dan penyakit rematik. Namun, di laboratorium diagnostik klinis sebagian besar telah digantikan oleh metode serologis lain seperti ELISA dan dengan DNA berbasis metode deteksi patogen, terutama PCR.
            Sistem CFT adalah sistem protein serum yang bereaksi dengan antigen-antibodi kompleks. Jika reaksi ini terjadi pada permukaan sel, maka akan mengakibatkan pembentukan trans-membran pori-pori dan karena penghancuran sel. Langkah-langkah dasar dari tes fiksasi komplemen adalah sebagai berikut:
1. Serum diisolasi dari pasien.
2. Pasien secara alami memiliki tingkat yang berbeda dari protein komplemen dalam serum mereka. Untuk meniadakan efek ini mungkin pada tes, protein komplemen dalam serum pasien harus dihancurkan dan diganti dengan jumlah yang diketahui dari protein komplemen standar. Serum dipanaskan sedemikian rupa sehingga semua pelengkap protein hancur tapi tidak ada antibodi-dalamnya dihancurkan. (Hal ini dimungkinkan karena protein komplemen jauh lebih rentan terhadap kerusakan oleh panas dibandingkan antibodi). Sejumlah protein komplemen standar yang diketahui ditambahkan ke serum. (Protein ini sering diperoleh dari serum marmut).
3. Antigen penting ditambahkan ke serum.
4. Sel darah merah domba (sRBCs) [2] yang telah pra-terikat untuk anti-sRBC antibodi ditambahkan ke serum. Tes ini dianggap negatif jika hasilnya berubah merah muda seketika dan positif sebaliknya.


2. Fluorescent Antibody Test (FAT)
            adalah test menandai antibodi secara langsung (direct fluorescent antibody (DFA or dFA)). Namanya berasal dari kenyataan bahwa itu langsung menguji adanya antigen dengan antibodi ditandai, tidak seperti western blotting, yang menggunakan metode deteksi tidak langsung, di mana antibodi primer mengikat antigen target, dengan antibodi sekunder ditujukan terhadap primer, dan tag melekat pada antibodi sekunder.
Komersial DFA kit pengujian yang tersedia, yang mengandung antibodi berlabel fluorescently, dirancang untuk secara khusus menargetkan antigen yang unik hadir dalam bakteri atau virus, tetapi tidak hadir pada mamalia (Eukariota). Teknik ini dapat digunakan untuk dengan cepat menentukan apakah subjek memiliki infeksi virus atau bakteri tertentu.
Dalam kasus virus pernapasan, banyak yang memiliki gejala yang luas yang sama, deteksi bisa dilakukan dengan menggunakan sampel mencuci hidung dari subjek dengan infeksi dicurigai. Meskipun sel-sel shedding pada saluran pernapasan dapat diperoleh, sering dalam jumlah yang rendah, sehingga metode alternatif dapat diadopsi di mana kultur sel kompatibel dapat terkena terinfeksi sampel mencuci hidung, sehingga jika virus hadir dapat tumbuh untuk jumlah yang lebih besar, yang kemudian dapat memberikan pembacaan yang lebih jelas positif atau negatif.
Seperti dengan semua jenis mikroskop fluoresensi, panjang gelombang serapan yang tepat perlu ditentukan dalam rangka untuk merangsang tag fluorophore melekat pada antibodi, dan mendeteksi fluoresensi yang dilepaskan, yang menunjukkan sel-sel yang positif untuk kehadiran virus atau bakteri yang terdeteksi.

sumber: http://wikipedia.org
»»  Baca Selengkapnya...

Selasa, 20 November 2012

Penyakit pada Unggas


BAB I
PENDAHULUAN
            Penyakit pada ayam bisa disebabkan oleh parasit, bakteri, dan virus. Penyakit yang disebabkan parasit biasanya menempel pada ayam dan menghisap darahnya. Penyakit yang disebabkan bakteri bisa disembuhkan dengan obat sedangkan penyakit yang disebabkan oleh virus hanya antibodi dari unggas tersebut yang bisa menyembuhkannya.
            Pengetahuan terhadap jenis penyakit pada unggas sangat penting. Karena dengan mengetahui jenis dan penyebab penyakit tersebut dapat mencegah dan mengobatinya.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Penyakit yang disebabkan parasit
a. Cacingan
Karena penyakit cacing jarang ditemukan di peternakan yang bersih dan terpelihara baik. Tetapi peternakan yang kotor banyak siput air dan minuman kotor maka mungkin ayam terserang cacingan.
Ciri serangan cacingan adalah tubuhnya kurus, bulunya kusam, produksi telur merosot dan kurang aktif.
b. Kutu
Banyak menyerang ayam di peternakan Indonesia. Dari luar kutu tidak terlihat tapi bila bulu ayam disibak akan terlihat kutunya. Tanda fisik ayam terserang ayam akan gelisah. Kutu umum terdapat di kandang yang tidak terkena sinar matahari langsung maka sisi samping kandang diarahkan melintang dari Timur ke Barat. Penggunaan semprotan kutu sama dengan cara penyemprotan nyamuk. Penyemprotan ini tidak boleh mengenai tangan dan mata secara langsung dan penyemprotan dilakukan malam hari sehingga pelaksanaannya lebih mudah karena ayam tidak aktif.
2.2. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri
a. Salmonellosispullorum (Pullorum, Bacillary white diarrhoea)
Penyebab: Bakteri Salmonella pullorum. Bersifat non-motil, non spora dan tidak membentuk kapsul, bakteri batang gram negative. Penularan penyakit secara vertical terjadi melalui telur ayam (transovarian).   Kontaminasi juga bisa terjadi melalui feses, pakan, dan air minum, incubator. Penularan secara horizontal terjadi dari unggas satu ke unggas lainnya.
Pencegahan dan pengobatan: Pengujian kelompok breeder menggunakan serum aggulatination atau enzyme linked immuneo sorbent assay (ELISA). Kontrol secara teratur hewan carrier terutama rodensia. Lakukan penyemprotan atau fumigasitelur dengan formaldehyde. Spray ruang penyimpanan telur dengan 2.5% hydrogen peroxide dan 1% quaternary ammonia. Pakan pellet dapat membantu membunuh bakteri. Proses pemanasan selama Pelleting membunuh bakteri. Sebagian besar negara memiliki program nasional untuk kontrol Salmonella pullorum melalui radiasi pakan untuk membunuh bakteri.

b. Collibacillosis
Collibacillosi sadalah penyakit infeksius pada unggas yang disebabkan oleh kuman Echerichia coli yang pathogen/ganas baik secara primer maupun secara sekunder.
Berikut ini gejala yang timbul pada penyakit ini adalah: napsu makan menurun,  ayam lesu dan tidak bergairah, bulu kasar, sesak napas, kotoran banyak menempel di anus, dan diare.
Kuman E.coli kebanyakan sensitif/peka terhadap beberapa antibiotika seperti kelompok aminoglukosida (NEOXIN), polipeptida (MOXACOL), tetrasiklin, Sulfonamida, trimethoprim (COLIMAS) dan Quinolon (CIPROMAS, ENROMAS). Apabila setelah diobati dengan berbagai antimikroba tidak terjadi perubahan ke arah penyembuhan, maka perlu dilakukan uji sensitivitas.
Pencegahan dengan menggunakan obat suntik Hiprasulfa–TS dan Gentipra, serta spray kandang dengan desinfektan Biodes-100, Septocid dan Glutamas, maupun pengobatan dengan menggunakan Neoxin, Moxacol, Colimas, Cipromas maupun Enromas, agar diperhatikan benar cara dan dosis pemakaiannya dan dilaksanakan sesuai dengan anjuran dari pembuatnya, agar mendapatkan efek pengobatan yang maksimal.

c. Kolera
Penyebab penyakit ini adalah bakteri Pasteurella gallinarum atau Pasteurella multocida. Biasanya menyerang ayam pada usia 12 minggu. Penyakit ini menyerang ayam petelur dan pedaging. Serangan penyakit ini bisa bersifat akut atau kronis. Ayam yang terserang kolera akan mengalami penurunan produktivitas bahkan mati. Bakteri ini menyerang pernapasan dan pencernaan. Kolera dapat ditularkan melalui kontak langsung, pakan, minuman, peralatan, manusia, tanah maupun hewan lain. Pada serangan akut, kematian dapat terjadi secara tiba-tiba.
Penyakit ini jarang menyerang anak ayam atau ayam remaja tetapi selain menyerang ayam menyerang kalkun dan burung merpati. Penyebab: pasteurella multocida. Gejala: pada serangan yang serius pial ayam (gelambir dibawah paruh) akan membesar. Pengendalian: dengan antibiotika (Tetrasiklin/Streptomisin).

d. Foel typhoid
            Sasaran yang disering adalah ayam muda/remaja dan dewasa. Penyebab: Salmonella gallinarum. Gejala: ayam mengeluarkan tinja yang berwarna hijau kekuningan. Pengendalian: dengan antibiotika/preparat sulfa.
2.3. penyakit yang disebabkan oleh virus
a. Newcastle disease (ND)
            ND adalah penyakit oleh virus yang populer di peternak ayam Indonesia. Pada awalnya penyakit ditemukan tahun 1926 di daerah Priangan. Penemuan tersebut tidak tersebar luas ke seluruh dunia. Kemudian di Eropa, penyakit ini ditemukan lagi dan diberitakan ke seluruh dunia. Akhirnya penyakit ini disebut Newcastle disease.
b. Infeksi bronchitis
            Infeksi bronchitis menyerang semua umur ayam. Pada dewasa penyakit ini menurunkan produksi telur. Penyakit ini merupakan penyakit pernafasan yang serius untuk anak ayam dan ayam remaja. Tingkat kematian ayam dewasa adalah rendah, tapi pada anak ayam mencapai 40%. Bila menyerang ayam petelur menyebabkan telur lembek, kulit telur tidak normal, putih telur encer dan kuning telur mudah berpindah tempat (kuning telur yang normal selalu ada ditengah). Tidak ada pengobatan untuk penyakit ini tetapi dapat dicegah dengan vaksinasi.
c. Infeksi laryngotracheitis
            Infeksi laryngotracheitis merupakan penyakit pernapasan yang serius terjadi pada unggas. Penyebab: virus yang diindetifikasikan dengan Tarpeia avium. Virus ini di luar mudah dibunuh dengan desinfektan, misalnya karbol. Pengendalian: belum ada obat untuk mengatasi penyakit ini; pencegahan dilakukan dengan vaksinasi dan sanitasi yang ketat.
d. Gumboro
            Penyakit ini ditemukan tahun 1962 oleh Cosgrove di daerah Delmarva Amerika Serikat. Penyakit ini menyerang bursa fabrisius, khususnya menyerang anak ayam umur 3–6 minggu. Penyakit karena Jamur dan Toksin. Penyakit ini karena ada jamur atau sejenisnya yang merusak makanan. Hasil perusakan ini mengeluarkan zak racun yang kemudian di makan ayam. Ada pula pengolahan bahan yang menyebabkan asam amino berubah menjadi zat beracun.


BAB III
KESIMPULAN
            Pengetahuan mengenai penyakit pada unggas sangatlah penting. Sehingga peternak dapat mencegah dan mengobati penyakit tersebut sesuai dengan jenis penyakitnya.



DAFTAR USATAKA


http://ayamjagoan.wordpress.com/2012/07/25/jenis-penyakit-ayam/

http://torajacybernews.com/umum/berbagai-macam-penyakit-bakteri-pada-ayam.html

http://blogs.unpad.ac.id/dwicipto/files/2011/02/Kuliah-8.-Penyakit-Bakterial-1b.pdf
»»  Baca Selengkapnya...

Selasa, 13 November 2012

Makalah Kesehatan Ternak ( Penyakit Pasteurellosis )

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam usaha peternakan, penyakit merupakan salah satu resiko yang kadang-kadang harus dihadapi. Oleh karena itu mengenali gejala masing-masing penyakit, mengetahui sumber penyebabnya dan dapat melakukan pencegahan penyakit, merupakan salah satu bekal yang penting bagi suksesnya usaha peternakan. Beberapa serangan penyakit pada ternak masih merupakan momok menakutkan bagi para perternak. Hal ini karena serangan penyakit yang sangat parah (outbreaks) sangat merugikan peternak. Tidak jarang, peternak yang gulung tikar akibat peternakannya diserang penyakit. Penyakit pada ternak bisa disebabkan oleh agen infeksius maupun non infeksius. Beberapa penyebab penyakit yang bersifat non infeksius adalah penurunan respon immun, nutrisi, cacat genetik, trauma/perlukaan ataupun keracunan. Sedangkan penyebab penyakit infeksius bisa disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, parasit dan jamur. Penyakit Pasteurellosis adalah salah satu dari sekian banyak penyakit yang disebabkan oleh bakteri. 

BAB II

PEMBAHASAN


Pasteurellosis adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri Pasteurella yang merupakan bakteri anaerobik fakultatif (bakteri yang mampu bertahan hidup tanpa oksigen dan tetap berfungsi diberbagai kondisi). Pasteurella termasuk ke dalam Ordo Pasteurellales yang Familinya adalah Pasteurellaceae. Ada 4 spesies lagi dari genus Pasteurella ini, diantaranya adalah Pasteurella multocida, Pasteurella haemolitica, Pasteurella pneumotropca sama Pasteurella ureae. Pasteurella Multocida dan Mannheimia Haemolytica (Pasteurella Haemolitica) adalah dua spesies Pasteurella yang sering dituding terlibat dalam berbagai penyakit Pasteurellosis baik secara bersama sama maupun sendiri sendiri. Kebanyakan penyakit ini disebarkan oleh anjing dan kucing. Tidak menutup kemungkinan kambing, kuda, biri-biri, tikus, hamster, babi, serigala dan jenis-jenis unggas pun juga bisa menularkan penyakit ini. 


Bakteri ini punya suatu kapsul yang terdiri dari 5 kapsul + 16 serotipe. Kapsul itu antara lain adalah "A, B, D, E dan F" dengan komposisi kapsul terbanyak menimbulkan Pasteurellosis 5A, 8A dan 9A. Kapsul nantinya berfungsi sebagai tameng bakteri sewaktu ada sel fagositosis yang nyerang. Di Pasteurella multocida terdapat kapsul B dan E bisa menyebabkan septikemia hemoragik di berbagai hewan mamalia. Pada sapi sendiri yang mengalami penyakit ini banyak ditemukan serotype 6B dan 6E. Infeksi Pasteurellosis pada ternak domba bisa terjadi setiap saat sepanjang tahun, namun yang terjadi terhadap anak domba biasa terjadi pada bulan September hingga November. Walaupun bakteri ini termasuk flora normal di dalam tubuh, tapi bisa berubah jadi penyakit yang cukup ganas juga. Bakteri ini hidup di daerah nasofaring dan gingival termasuk kucing dan anjing. Saat menimbulkan gigitan, bakteri ini bisa saja ikut berpindah ke tubuh manusia.


Penyebaran Pasteurellosis selain masalah gizi buruk juga bisa melalui kontak langsung antara ternak yang terinfeksi dengan ternak sehat, melalui pakan dan minum yang terkontaminasi kotoran dari hidung dan mulut ternak yang terinfeksi dan factor factor predisposisi (kecenderungan dari sesuatu dapat menimbulkan penyakit) seperti; Kandang yang terlalu padat juga ikut mempermudah penyebaran, debu dan polusi yang ditimbulkan oleh asap knalpot kendaraan dapat merusak lapisan didinding trachea (tenggorokan) yang pada giliran akan dijadikan tempat melekatnya bakteri, kotoran ternak yang dibiarkan menumpuk ikut andil dalam memperkaya bakteri dipeternakan, ventilasi didalam kandang yang kurang pengaturannya (musim dingin kedinginan musim panas kepanasan), pasar ternak dimana tempat bergerombolnya ternak dari berbagai tempat, saat ternak berada dalam kendaraan pengangkut dan percampuran ternak dipeternakan penggemukan dimana ternak datang dari berbagai peternakan. Selain itu juga penularan dapat terjadi melalui gigitan hewan terutama kucing. Infeksi juga dapat terjadi melalui inhalasi. Infeksi pada manusia dibagi dalam 3 kelompok:

1. Infeksi setelah gigitan atau cakaran.
2. Infeksi setelah kontak dengan hewan tanpa melalui gigitan atau cakaran.
3. Infeksi tanpa pernah ada kontak dengan hewan.

Gejala umum dari Pasteurellosis yang dialami pada manusia sejauh ini diantaranya adalah:

1. Pembengkakan.
2. Selulitis dan drainase pada daerah yang terluka.
3. Dalam 1 atau 2 jam, terjadi edema, nyeri dan terjadi pula eksudat serosanguineous bersamaan dengan terjadinya inflamasi.
4. Demam tinggi atau sedang yang diikuti dengan mual dan muntah-muntah.
5. Sesak napas
6. Diare
7. Terjadi syok dan koagulopati (pembekuan atau gangguan peredaran darah) nantinya apabila koagulopati ini berlanjut, maka akan mengakibatkan diatesis perdarahan

Komplikasi yang terjadi saat infeksi muncul rata-rata berhubungan dengan gangguan system pernapasan, beberapa diantara komplikasi yang muncul adalah: 

1. Sinusitis
2. Mastitis (radang susu)
Umumnya menyerang ternak yang sedang bunting ditandai oleh pembengkakan berwarna kemerah merahan dan panas. Penyebabnya bakteri Pasteurella Haemolotica. 
3. Empyema
4. Otitis, 
adalah istilah umum untuk peradangan pada telinga
5. Osteitis, 
Yaitu inflamas yang terjadi pada tulang
6. Meningitis, 
radang pada membran pelindung otak dan sumsum tulang belakang.
7. Endokarditis, 
yaitu peradangan pada lapisan dalam dari jantung, yaitu pada endocardum.
8. Septicaemia (keracunan darah)
Umumnya diderita oleh anak domba muda umur 2 bulan, penyebabnya bakteri Pasteurella haemolytica. Tanda tanda klinis dalam bentuk akut berupa kematian mendadak pada domba.
9. Kadang muncul Pneumonia juga walaupun dalam frekuensi yang kecil.
Pneumonia (radang paru paru): umumnya menyerang domba dewasa yang disebabkan oleh infeksi bakteri P Multocida atau P Haemolytica atau oleh keduanya. Tanda tanda klinis seperti depresi, nafsu makan menurun, batuk batuk, gangguan pernafasan, demam tinggi dan dalam tingkatan akut sering menyebabkan kematian mendadak.
10. Diatesis perdarahan (kerentanan yang tidak biasa untuk perdarahan), diantaranya dapat berupa

a. Haemophlia
Yaitu kesulitan darah untuk membeku. Haemophilia sendiri terbagi menjadi 2 bentuk, diataranya adalah Haemophilia A dan Haemophilia B. Hemofilia A (defisiensi faktor pembekuan VIII) adalah bentuk paling umum dari gangguan tersebut, terjadi pada sekitar 1 di 5.000 – 10.000 kelahiran laki-laki dan Hemofilia B (kekurangan faktor IX.) Terjadi di sekitar 1 pada sekitar 20.000 – 34.000 kelahiran laki-laki

b. Leukemia 

c. Anemia atau kekurangan darah

d. Wiskott-Aldrich syndrome (WAS)
yaitu penyakit langka resesif terkait-X ditandai dengan eksim, trombositopenia (jumlah platelet rendah), defisiensi imun, dan diare berdarah (sekunder untuk trombositopenia itu). Hal ini juga kadang-kadang disebut sindrom eksim-trombositopenia-immunodeficiency


Pengendalian agar penyakit ini tidak meluas yaitu dengan cara memisahkan ternak yang terinfeksi dari kawasan ternak yang sehat, melaporkan kedinas peternankan atau kedokter hewan untuk ditindaklanjuti. Pengobatan dengan cara memberikan antibiotika seperti Medoxi-L yang mengandung antibiotika Oxitetracycline dengan dosis 0.5 -2.00 ml. untuk setiap <10 kg. berat badan. 2.00 - 4.00 ml untuk setiap 10 - 50 kg. berat badan. 4.00 - 8.00 ml. untuk setiap > 50 kg. berat badan.


Pengobatan diberikan secara Inframuskuler (disuntikan melalui daging/otot) atau secara Subuktan (disuntikan melalui bawah kulit). Yang perlu diperhatikan dalam pemberian obat yaitu Jangan memberikan melebihi 10 ml. dibagian tubuh yang sama pada ternak besar. Jangan mengkonsumsi susu yang diperah dalam waktu 4 hari setelah penyuntikan. Menghentikan pemberian Medoxi-L 5 hari sebelum ternak disembelih untuk dikonsumsi. Pencegahan terhadap penyakit Pasteurellosis yaitu dengan cara pemberian pakan yang bergizi tinggi, melakukan sanitasi pada lingkungan sekitar serta pemberian vaksinasi secara berkala yang terprogram sesuai ketentuan dari penyuluh peternakan.


BAB III

KESIMPULAN

Pasteurellosis adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri Pasteurella yang merupakan bakteri anaerobik fakultatif (bakteri yang mampu bertahan hidup tanpa oksigen dan tetap berfungsi diberbagai kondisi). Kebanyakan penyakit ini disebarkan oleh anjing dan kucing. Tidak menutup kemungkinan kambing, kuda, biri-biri, tikus, hamster, babi, serigala dan jenis-jenis unggas pun juga bisa menularkan penyakit ini. Penyebaran Pasteurellosis selain masalah gizi buruk juga bisa melalui kontak langsung antara ternak yang terinfeksi dengan ternak sehat, melalui pakan dan minum yang terkontaminasi kotoran dari hidung dan mulut ternak yang terinfeksi dan factor factor predisposisi (kecenderungan dari sesuatu dapat menimbulkan penyakit). Pencegahan terhadap penyakit Pasteurellosis yaitu dengan cara pemberian pakan yang bergizi tinggi, melakukan sanitasi pada lingkungan sekitar serta pemberian vaksinasi secara berkala yang terprogram sesuai ketentuan dari penyuluh peternakan.



DAFTAR PUSTAKA


Anonimus. 2004. Pegangan Peserta Latihan Paravet. Daftar Tindakan Terapi Yang Dapat Dilaksanakan Untuk Menyembuhkan Gejala PenyakitTertentu.

Bina Kesehatan Hewan. 1993. Manajemen Penyakit Hewan, Seri: Pedoman Pengendalian Penyakit Hewan Menular. Jilid 3-4-5. Direktorat Jendral Peternakan, Departemen Pertanian. Jakarta.

Ressang. 1984. Patologi Khusus Veteriner. Edisi kedua. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor.

Soepeno, Arimiadi, S., B, Setiadi dan J. Manurung. 1993. Sistem usaha tani ternak di daerah padat penduduk (Jawa Barat). Prosiding pengolahan dan komunikasi hasil-hasil penelitian di Pedesaan Ciawi 27-29 Januari. Balai Penelitian Ternak- PUSLITBANGNAK. 118-127.

Williamson, G. dan W.J.A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Cetakan Pertama. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
»»  Baca Selengkapnya...

Minggu, 04 November 2012

Parasit Cacing pada Ternak Ruminansia


BAB I
PENDAHULUAN
            Parasit adalah hewan renik yang dapat menurunkan produktivitas hewan yang ditumpanginya. Parasit dapat menyerang manusia dan hewan, seperti menyerang kulit hewan. Parasitoid adalah parasit yang menggunakan jaringan organisme lain untuk kebutuhan nutrisi mereka sampai organisme yang ditumpanginya meninggal karena kehilangan jaringan atau nutrisi yang dibutuhkan.
Walaupun penyakit cacingan tidak langsung menyebabkan kematian, akan tetapi kerugian dari segi ekonomi dikatakan sangat besar, sehingga penyakit parasit cacing disebut sebagai penyakit ekonomi. Kerugian-kerugian akibat penyakit cacing, antara lain : penurunan berat badan, penurunan kualitas daging, kulit, dan jerohan, penurunan produktivitas ternak sebagai tenaga kerja pada ternak potong dan kerja, penurunan produksi susu pada ternak perah dan bahaya penularan pada manusia.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Fasciolosis
Merupakan penyakit yang disebabkan oleh cacing Fasciola sp. Pada umumnya yang banyak ditemukan di Indonesia adalah Fasciola gigantica. Fasciolosis pada kerbau dan sapi biasanya bersifat kronik, sedangkan pada domba dan kambing dapat bersifat akut. Kerugian akibat fasciolosis ditaksir 20 Milyard rupiah / tahun yang berupa : penurunan berat badan serta tertahannya pertumbuhan badan, hati yang terbuang dan kematian. Disamping itu kerugian berupa penurunan tenaga kerja dan daya tahan tubuh ternak terhadap penyakit lain yang tidak terhitung. Fasciola sp, hidup di dalam hati dan saluran empedu. Cacing ini memakan jaringan hati dan darah.

2.1.1. Siklus Hidup
Telur fasciola masuk ke dalam duodenum bersama empedu dan keluar bersama tinja hospes definitif. Di luar tubuh ternak telur berkembang menjadi mirasidium. Mirasidium kemudian masuk ke tubuh siput muda, yang biasanya genus Lymnaea rubiginosa. Di dalam tubuh siput mirasidium berkembang menjadi sporokista, redia dan serkaria. Serkaria akan keluar dari tubuh siput dan bisa berenang. Pada tempat yang cocok, serkaria akan berubah menjadi metaserkaria yang berbentuk kista. Ternak akan terinfeksi apabila minum air atau makan tanaman yang mengandung kista.


2.1.2. Pengobatan
Pengobatan secara efektif dapat dilakukan dengan pemberian per oral Valbazen yang mengandung albendazole, dosis pemberian sebesar 10 - 20 mg/kg berat badan, namun perlu perhatian bahwa obat ini dilarang digunakan pada 1/3 pertama kebuntingan, karena menyebabkan abortus. Fenbendazole 10 mg/kg berat badanatau lebih aman pada ternak bunting. Pengobatan dengan Dovenix yang berisi zat aktif Nitroxinil dirasakan cukup efektif juga untuk trematoda. Dosis pemberian Dovenix adalah 0,4 ml/kg berat badan dan diberikan secara subkutan.Pengobatan dilakukan tiga kali setahun.

2.2 Nematodosis
            Nematodosis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing Nematoda atau cacing gilig. Di dalam saluran pencernaan (gastro intestinalis), cacing ini menghisap sari makanan yang dibutuhkan oleh induk semang, menghisap darah/cairan tubuh atau bahkan memakan jaringan tubuh. Sejumlah besar cacing Nematoda dalam usus bisa menyebabkan sumbatan (obstruksi) usus serta menimbulkan berbagai macam reaksi tubuh sebagai akibat toksin yang dihasilkan. Pada ternak ruminansia telah diketahui lebih dari 50 jenis spesies, tetapi hanya beberapa spesies yang mempunyai arti penting secara ekonmis, antara lain sebagai berikut :
a.                  Haemonchus contortus
Penyakit yang disebabkan oleh cacing Haemonchus contortus disebut Haemonchosis. Panjang cacing Haemonchus contortus betina antara 18 – 30 mm dan jantan sekitar 10 – 20 mm. Pada cacing betina secara makroskopis usus yang berwarna merah berisi darah saling melilit dengan uterus yang berwarna putih. Cacing dewasa berlokasi di abomasum domba dan kambing.
Siklus hidup Haemonchus contortus dan Nematoda lain pada ruminansia bersifat langsung, tidak membutuhkan hospes intermediet. Cacing dewasa hidup di abomasum, memproduksi telur. Telur dikeluarkan oleh ternak bersama-sama pengeluaran feses. Di luar tubuh hospes, pada kondisi yang sesuai, telur menetas dan menjadi larva. Larva stadium L1 berkembang menjadi L2 dan selanjutnya menjadi L3 , yang merupakan stadium infektif. Larva infektif menempel pada rumput-rumputan dan teringesti oleh domba. Selanjutnya larva akan dewasa di abomasum.

Pengobatan yang bisa diberikan berupa kelompok benzilmidazole, antara lain albendazole dengan dosis 5 – 10 mg/kg berat badan, mebendazole dengan dosis 13,5 mg/kg berat badan dan thiabendazole dengan dosis 44 – 46 mg/kg berat badan. Albendazole dilarang dipakai pada 1/3 kebuntingan awal. Mebendazole dan thiabendazole aman untuk ternak bunting, tetapi thiabendazole sering menyebabkan resistensi.

b. Toxocara vitulorum (Neoascaris vitulorum)
            Cacing Toxocara vitulorum termasuk klas Nematoda yang memiliki kemampuan lintas hati, paru-paru dan plasenta. Ukuran panjang cacing betina adalah sebesar 30 cm dan lebar 25 cm, warna kekuning-kuningan dengan telur agak bulat dab memiliki dinding yang tebal. Habitat cacing adalah pada sapi dan kerbau serta berlokasi di usus kecil.
            Telur dalam tinja tertelan oleh sapi atau kerbau dan menetas di usus halus menjadi larva. Larva kemudian bermigrasi ke hati, paru-paru, jantung, ginjal dan bisa ke plasentadan masuk ke cairan amnion serta masuk ke dalam kelenjar mammae dan keluar bersama kolustrum. Upata pengobatan cacing ini adalah dengan pemberian piperazin. Pengobatan secara teratur pada anak sapi dan menjaga kebersihan kandang merupakan tindakan pencegahan yang diharuskan.

c.                   Oesophagostomum sp.(cacing bungkul)
Cacing bungkul dewasa hidup di dalam usus besar. Disebut cacing bungkul karena bentuk larva cacing ini dapat menyebabkan bungkul-bungkul di sepanjang usus besar. Ukuran rata-rata cacing bungkul dewasa betina antara 13,8 – 19,8 mm dan Jantan antara 11,2 – 14 5 mm. Gejala klinis yang ditemukan antara lain kambing kurus, napsu makan hilang, pucat, anemia dan kembung. Tinja berwarna hitam, lunak bercampur lendir atau darah segar.

d.                   Bunostomum sp (cacing kait)
Lokasi hidup cacing kait adalah di dalam usus halus kambing dan domba. Panjang caing jantan kira-kira 12 – 17 mm dan betina kira-kira 19 – 26 mm. Dikenal dengan cacing kait karena pada bagian ujung depan (kepala) cacing membengkok ke atas sehingga berbentuk seperti kait. Gejala klinis yang bisa diamati antara lain ternak mengalami anemia, terlihat kurus, kulit kasar, bulu kusam, napsu makan turun, tubuh lemah. Tinja lunak dengan warna coklat tua. Perlu diketahui bahwa cacing Bunostomum sp menempel kuat pada dinding usus. Cacing memakan jaringan tubuh dan darah, sehingga walaupun jumlah cacing hanya sedikit, namun ternak cepat menunjukkan gejala klinis yang nyata.

2.3. Cestodosis
Cacing Moniezea merupakan cacing Cestoda yang sering menyerang kambing. Cacing ini memiliki panjang tubuh bisa mencapai 600 cm dan lebar 1 – 6 cm. Bentuk cacing pipih, bersegmen dan berwarna putih kekuningan. Cacing ini jarang menimbulkan masalah, kecuali jika menyerang anak kambing yang sangat muda dan dalam jumlah yang besar. Tungau digunakan sebagai inang antara bagi cacing.

2.3.1. Siklus Hidup
            Cacing pita dewasa hidup dalam usus kambing dan domba akan melepaskan segmen yang masak bersama tinja, segmen tersebut pecah dan melepaskan telur . Telurtelur cacing dimakan oleh tungau tanah yang hidup pada akar tumbuhan. Telur-telur dalam tubuh tungau menetas menjadi larva. Kambing/domba memakan tungau bersamasama akar tanaman, seingga larva akan tertelan dan tumbuh menjadi dewasa di usus.

2.3.2. Pengobatan
Bisa diberikan preparat obat, antara lain : albendazole, oxfendazole 5 mg/kg berat badan, cambendazole 20 – 25 mg/kg berat badan, fenbendazole 5 – 10 mg/kg berat badan atau mebendazole 13,5 mg/kg berat badan.


BAB III
KESIMPULAN
            Parasit cacing pada ternak ruminansia dapat menyerang pada semua umur ternak tersebut. Diantara golongan cacing yang sering menyerang ialah Fasciolosis, Nematodosis, dan Cestodosis. Perlu pengetahuan mengenai ternak yang diserang oleh parasit ini. Selain itu upaya pencegahan juga harus diperhatikan agar ternak terhindar dari parasit-parasit cacing.
»»  Baca Selengkapnya...
Photobucket
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...