BAB
I
PENDAHULUAN
Ternak unggas merupakan jenis ternak yang paling banyak dikenal dan dipelihara masyarakat kerena menghasilkan produk pangan bergizi sebagai sumber protein hewani yang paling disukai, murah, dan terjangkau oleh masyarakat luas. Jenis unggas yang umum dipelihara adalah ayam, itik, puyuh, dan burung dara. Seiring dengan berkembangnya zaman, maka perlu meningkatkan pengetahuan tentang pengenalan jenis unggas, anatomi unggas dan identifikasi penyakit pada unggas serta pengetahuan dalam menyusun ransum yang diberikan untuk unggas. Pemeliharaan kesehatan unggas merupakan bagian dari usaha meningkatkan produksi ernak, produktifitas dan reprodukivitas ternak hanya dapat dicapai secara optimal apabila ternak dalam keadaan sehat.
Tujuan praktikum Produksi Ternak Unggas adalah untuk mengetahui bagian-bagian eksterior dan interior unggas jantan dan betina baik ayam maupun itik, yang meliputi sistem pernapasan, pencernaan, reproduksi dan urinari serta dapat mengidentifikasi apakah unggas tersebut terserang suatu penyakit. Manfaat dari praktikum Produksi Ternak Unggas adalah dapat mengetahui anatomi dan fisiologi unggas, mengetahui perbedaan antara unggas air dengan unggas darat, unggas jantan maupun unggas betina, dapat menyusun ransum yang benar, serta dapat mengidentifikasi penyakit pada unggas.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1.
Pengenalan
Jenis dan Klasifikasi Ternak Unggas
2.1.1.
Klasifikasi
secara Internasional
Klasifikasi standar adalah pengelompokkan jenis-jenis ayam `berdasarkan buku yang diterbitkan oleh perhimpunan Peternak Unggas Amerika Serikat, yaitu The American Standard of Perfection. Berdasarkan buku tersebut, terdapat 11 kelas ayam, namun yang dianggap penting hanya 4 kelas, yaitu kelas inggris, kelas amerika, kelas mediterania, dan kelas asia (Suprijatna et al., 2008).
Ayam kelas inggris adalah sekelompok ayam yang dibentuk dan dikembangkan di Inggris. Karakteristik ayam inggris adalah bentuk tubuh besar, cuping berwarna merah, kulit putih, kerabang telur coklat kekuningan, bulu merapat ke tubuh, dan termasuk tipe pedaging. Bangsa-bangsa ayam yang termasuk kelas inggris antara lain Dorking, Autralorp, Orpington, Sussex, dan Cornish (Suprijatna et al., 2008). Ciri-ciri umum kelas inggris antara lain kulit telur berwarna coklat, kecuali bangasa ayam darling, cuping telinga berwarna merah, cakar kaki tidak berbulu, kulit berwarna putih kecuali bangsa ayam Cornish. Pada kelas ini terdapat bangsa ayam sebagai berikut, bangsa ayam Cornish, dan bangsa ayam australorp (Yuwanta, 2004).
Ayam kelas amerika dikembangkan untuk tujuan dwiguna (dual purpose), yaitu memproduksi telur dan daging. Tanda-tanda umum ayam amerika adalah warna kulit terang, kerabang telur coklat kecuali telur ayam Lamona berwarna putih, cuping telinga berwarna merah, shank berwarna kuning, dan tidak berbulu. Bangsa ayam amerika yang terkenal adalah Plymouth Rock (PR), Rhode Island Red (RIR), Rhode Island White (RIW), Wyandotte, New Hampshire (NH), White American, Dominique, Java, Lamona, Jersey Black Giant, Buck Eye, dan Delawars (Yuwanta, 2004). Karakteristik kelas amerika adalah bentuk tubuh sedang, cuping telinga berwarna merah, bulu mengembang, dan kulit berwarna putih.ciri khas lain kulit telur berwarna coklat kekuningan, cakar tidak berbulu, dan terkenal sebagai tipe dwiguna. Bangsa-bangsa ayam yang termasuk kedalam kelas ini adalah Plymouth Rock, Wyandotte, Rhode Island Red (RIR), New Hampshire, dan Jersey (Suprijatna et al., 2008).
Terdapat tiga bangsa yang terkenal dalam kelas asia, misalnya Brahma (di India), Langshan (dari China), dan Cochin (dari Shanghai, China). Tanda spesifik ayam asia adalah bentuk badan besar, mempunyai sifat mengeram, cakar (shank) berbulu, tulang besar dan kuat, cuping telinga merah, dan kerabang telur coklat (Yuwanta, 2004). Ayam kelas asia dibentuk dan dikembangkan di wilayah Asia. Contohnya Brahma, Langshan, dan Cochin China. Karakteristik ayam asia yaitu bentuk tubuh besar, bulu merapat ke tubuh, cuping berwarna merah, dan kerabang telur beragam coklat kekuningan sampai putih. Ciri khas lain dari kelas asia ini adalah cakar berbulu, kulit berwarna putih sampai gelap, dan merupakan ayam tipe pedaging (Suprijatna et al., 2008).
Kelompok ayam ini dibentuk dan dikembangkan di sekitar negara dan pulau di Laut Tengah, seperti Spanyol dan Italia. Karakteristik ayam kelas mediterania adalah bulu mengembang, cuping telinga berwarna putih, kerabang telur berwarna putih, dan merupakan tipe petelur. Bangsa-bangsa ayam yang termasuk kelas ini antara lain Leghorn, Ancona, Spanish, Minorca, dan Andalusia (Suprijatna et al., 2008). Kelas mediterania memiliki ciri-ciri umum antara lain ukuran badan relatif kecil, cuping telinga berwarna putih, cakar tidak berbulu, telur banyak dan berwarna putih, kulit berwarna putih kecuali leghorn dan ancona. Bangsa-bangsa ayam yang termasuk kelas ini sebagai berikut bangsa ayam Leghorn, Ancona dan Minorca (Yuwanta, 2004)
2.1.2.
Klasifikasi
berdasarkan tujuan pemeliharaan
Berdasarkan tujuan pemeliharaan atau biasa disebut tipe ayam, ayam dapat dikelompokkan menjadi tipe petelur, pedaging, dan medium atau dwiguna (dual purpose). Ayam tipe petelur dipelihara untuk menghasilkan telur yang banyak. Karakteristik ayam tipe petelur ini sebagai berikut bertingkah laku lincah dan mudah terkejut, badan relatif kecil dan langsing sehingga disebut tipe ringan, cepat dewasa kelamin sehingga cepat bertelur, jumlah telurnya banyak, kerabangnya berwarna putih, dan jarang mengeram (Yuwanta, 2004) Ayam tipe petelur memiliki karakteristik bersifat nervous atau mudah terkejut, bentuk tubuh ramping, cuping telinga berwarna putih, kerabang telur berwarna putih, produksi telur tinggi (200 butir/ekor/tahun), efisien dalam penggunaan ransum untuk membentuk telur, dan tidak memiliki sifat mengeram (Suprijatna et al., 2008).
Karakteristik ayam tipe pedaging bersifat tenang, bentuk tubuh besar, pertumbuhan cepat, bulu merapat ke tubuh, kulit putih dan produksi telur rendah (Suprijatna et al., 2008). Karakteristik ayam tipe pedaging adalah bersifat tenang, bentuk tubuh besar, pertumbuhan cepat, bulu merapat ke tubuh, kulit putih dan produksi telur rendah (Yuwanta, 2004).
Ayam tipe sedang ini dikembangkan untuk memproduksi telur sekaligus daging (sesudah ayam diafkir). Dengan demikian, ayam tipe sedang harus membagi sumber dayanya untuk memproduksi telur dan daging. Oleh karena itu, ayam tipe medium ini disebut juga ayam tipe dwiguna (dual purpose). Ayam tipe sedang memiliki ciri-ciri sebagai berikut ukuran badan lebih besar dan lebih kokoh dari pada ayam tipe ringan serta berperilaku tenang, timbangan badan lebih berat daripada tipe ringan, karena jumlah daging dan lemaknya lebih banyak, otot-otot kaki dan dada lebih tebal, dan produksi telur cukup tinggi dengan kulit telur tebal dan berwarna coklat (Fadilah, 2003). Ayam tipe dwiguna memiliki karakteristik bersifat tenang, bentuk tubuh sedang, produksi telur sedang, pertumbuhan sedang, dan kulit telur berwarna coklat (Suprijatna et al., 2008).
2.1.3.
Unggas
darat
Unggas darat adalah unggas yang hidup didarat, contoh dari ungas darat adalah ayam ras dan ayam buras. Ayam secara umum memiliki ciri-ciri, yaitu mempunyai ceker dengan tiga jari dan satu jalu, paruh bertipe pemakan biji-bijian, memiliki jengger dan cuping (Susilorini et al., 2009). Ayam peliharaan yang ada dewasa ini merupakan keturunan ayam hutan yang mengalami proses penjinakkan yang sangat panjang. Jenis ayam itu terdiri dari ayam hutan merah (Gallus gallus), ayam hutan Ceylon (Gallus lavayettii), ayam hutan kelabu (Gallus soneratii), dan ayam hutan jawa atau Gallus varius (Suprijatna et al., 2008).
2.1.4. Unggas air
Itik adalah salah satu jenis unggas air (waterfowls) yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub famili Anatinae, Tribus anatini dan genus Anas. Ordo Anseriformes mempunyai famili antara lain Anatidae, subfamili Anatinae dan Anserinae. Anatinae menurunkan genus Anas dan Cairina yang masing-masing menurunkan spesies itik yaitu Anas plathyrynchos (Yuwanta, 2004). Beberapa jenis itik merupakan jenis itik petelur. Itik petelur adalah itik yang memiliki karakteristik ekonomi sebagai penghasil telur yang baik. Adapaun jenis-jenis dari itik adalah Indian Runner, Khaki Campbell, Buff Orpington, Cayuga, Cherry Valley, Anas Javanica atau yang sering disebut itik Jawa (Suprijatna et al., 2008).
2.2.
Anatomi
dan Identifikasi Ternak unggas
2.2.1. Sistem pencernaan
Sistem pencernaan terdiri dari saluran pencernaan dan organ asesori dimana saluran pencernaan merupakan organ yang menghubungkan dunia luar dengan dunia dalam tubuh hewan, yaitu proses metabolik di dalam tubuh. Saluran pencernaan terdiri dari mulut, esophagus (kerongkongan), crop (tembolok), proventriculus (perut kecil), gizzard (empedal), duodenum, usus halus, ceca, rectum, cloaca, dan vent. Sedangkan organ asesori terdiri dari pankreas dan hati (Suprijatna et al., 2008). Setiap bagian alat pencernaan masing-masing memiliki fungsi yang berbeda (Fadilah, 2005).
Mulut ayam tidak memiliki lidah, pipi, dan gigi. Langit-langitnya lunak, tetapi memiliki rahang atas dan bawah yang menulang untuk menutup mulut. Mulut memiliki fungsi untuk minum dan memasukan makanan, menghasilkan air liur (enzim pengurai makanan), dan mempermudah makanan masuk ke kerongkongan (Fadilah, 2005). Kerongkongan atau esophagus berupa pipa tempat pakan melalui saluran ini bagian belakang mulut (pharynx) ke proventriculus (Suprijatna et al., 2008). Kerongkongan berfungsi untuk menyalurkan makanan ke tembolok. Sebelum kerongkongan memasuki rongga tubuh, ada bagian yang melebar di salah satu sisinya menjadi kantong yang dikenal sebagai crop atau tembolok. Tembolok memiliki fungsi sebagai penampungan sementara makanan yang dikonsumsi oleh unggas (Fadilah, 2005).
Proventriculus merupakan pelebaran dari kerongkongan sebelum berhubungan dengan gizzard (empedal). Pakan berlalu cepat melalui proventriculus (Suprijatna et al., 2008). Proventriculus berfungsi sebagai penghasil pepsin yaitu enzim pengurai protein dan penghasil asam lambung (hydrochloric acid) (Fadilah, 2005).
Gizzard atau empedal seringkali juga disebut muscular stomach (perut otot). Lokasinya berada diantara ventriculus dan bagian usus halus (Suprijatna et al., 2008). Gizzard memiliki otot yang kuat dan permukaan yang tebal, berfungsi sebagai pemecah makanan menjadi bagian-bagian atau partikel yang lebih kecil (Fadilah, 2005).
Usus halus merupakan organ utama tempat berlangsungnya pencernaan dan absorpsi produk pencernaan. Berbagai enzim yang masuk ke dalam saluran pencernaan ini berfungsi mempecepat dan mengefisiensikan pemecahan karbohidrat, protein, dan lemak untuk mempermudah proses absorpsi (Suprijatna et al., 2008). Pada bagian usus halus terdapat pankreas yang menghasilkan enzim amilase, lipase, dan tripsin. Enzim tersebut dan enzim-enzim lain yang dihasilkan dinding usus halus berfungsi untuk menguraikan protein dan gula. Hasilnya akan diserap usus halus untulk di distribusikan ke seluruh tubuh. Usus halus ayam dewasa memiliki panjang sekitar 1,5 meter (Fadilah, 2005).
Diantara usus halus dan usus besar, terdapat dua kantong yang disebut sebagai ceca (usus buntu). Dalam keadaan normal, panjang setiap ceca sekitar 6 inci atau 15 cm (Suprijatna et al., 2008). Fungsi ceca ini belum diketahui secara pasti (Fadilah, 2005). Pada ceca hanya sedikit air yang diserap, sedikit karbohidrat dan protein dicerna berkat bantuan beberapa bakteri.
Usus besar merupakan rectum. Pada ayam dewasa panjangnya sekitar 10 cm dengan diameter sekitar dua kali usus halus. Bentuknya melebar dan terdapat pada bagian akhir usus halus ke kloaka (Suprijatna et al., 2008). Usus besar berfungsi sebagai penambah kandungan air dalam sel tubuh dan menjaga keseimbangan air dalam tubuh ayam (Fadilah, 2005).
Kloaka memiliki bentuk yang bulat dan berada pada akhir saluran pencernaan. Kloaka beraarti common sewer atau saluran umum tempat saluran pencernaan dan reproduksi bermuara (Suprijatna et al., 2008). Kloaka berfungsi sebagai lubang pengeluaran sisa pencernaan (Fadilah, 2005).
2.2.2. Sistem respirasi unggas
Sistem respirasi pada ayam terdiri dari nasal cavities, larynx, trachea (windpipe), syrinx (voice box), bronchi, paru-paru, kantong udara dan udara tertentu pada tulang (Suprijatna et al., 2008). Fungsi alat pernapasan ini adalah sebagai tempat pertukaran udara yang masuk dan keluar dari tubuh ayam. Dengan kata lain, berfungsi sebagai tempat pertukaran antara oksigen yang masuk kedalam tubuh dan karbondioksida yang dikeluarkan dari tubuh unggas (Fadilah, 2005). Paru-paru pada unggas berperan sebagai tempat berlangsungnya pertukaran gas di dalam darah. Paru-paru ayam relatuf lebih kecil secara proporsional dengan ukuran tubuhnya, paru-paru tersebut mengembang dan berkontraksi hanya sedikit dan tidak terdapat diafragma sejati.
Unggas memiliki sistem kantong udara yang berperan untuk menampung udara. Sebagian besar unggas memiliki delapan antong udara, yaitu median servical sac, median clavicular sac dan sepasang cranial thoriac, caudal thoriac, serta abdominal sac. Pada beberapa jenis unggas, terdapat dua servical sacs sehingga menambah jumlah air sac menjadi sembilan (Suprijatna et al., 2008). Kantong udara maupun paru-paru berfungsi sebagai cooling mecanism (mekanisme pendingin) bagi tubuh bila kelembapan dikeluarkan lewat pernapasan dalam bentuk uap air atau dengan kata lain berfungsi sebagai pengatur temperatur tubuh (Fadilah, 2005).
2.2.3.
Sistem
reproduksi unggas
2.2.3.1. Sistem reproduksi unggas jantan. Sistem reproduksi ayam jantan terdiri dari dua testis yang memiliki epididimis dan vas deferens yang menuju ke alat copulatory (copulatory organ) (Fadilah, 2005). Testis ayam jantan terletak di rongga badan dekat tulang belakang, melekat pada bagian dorsal dari rongga abdomen dan dibatasi oleh ligamentum mesorchium, berdekatan dengan aorta dan vena cavar, atau di belakang paru-paru bagian depan dari ginjal (Yuwanta, 2004).
Testis memiliki bentuk elipsoid dan berwarna kuning terang, sering pula berwarna kemerahan karena banyaknya cabang-cabang pembuluh darah pada permukaan. Testis terdiri dari sejumlah besar saluran kecil yang bergulung-gulung dan lapisan-lapisannya menghasilkan sperma (Suprijatna et al., 2008). Alat copulatory pada ayam memiliki dua papillae dan satu alat copulatory mengecil yang berada di daerah sekitar kloaka (vent) (Fadilah, 2005).
Alat kopulasi pada ayam berupa papila (penis) yang mengalami rudimenter, kecuali pada itik berbentuk spiral yang panjangnya 12-18 cm. Pada papila ini juga diproduksi cairan transparan yang bercampur dengan sperma saat terjadinya kopulasi (Yuwanta, 2004). Alat kopulasi pada itik berupa penjuluran yang berkembang dari dinding kloaka, bersifat fibrosa yang memanjang yang dibelit oleh saluran spiral untuk mengalirkan sperma (Fadilah, 2005).
2.2.3.2. Sistem reproduksi ayam betina. Sistem reproduksi ayam betina terdiri dari satu ovarium dan satu oviduk. Walaupun organ reproduksi merupakan tempat produksi sel-sel benih (grem cells), organ tersebut juga merupakan kelenjar endokrin (Suprijatna et al., 2008). Pada ayam betina terdapat sebuah ovarium yang terletak pada rongga badan sebelah kiri. Pada saat perkembangan embrionik, terdapat dua ovari yaitu vari kanan dan ovari kiri (Fadilah, 2005). Tetapi pada perkembangan selanjutnya mengalami regresi sehingga pada saat menetas hanya dijumpai sebuah ovarium kiri, sedangkan yang kanan rudimeter.
Menurut fungsinya saluran telur dibagi menjadi 5
bagian yaitu infundibulum adalah
corong pada ujung oviduct yang berfungsi menangkap sel telur saat
diovulasikan oleh ovarium, magnum
yang menghasilkan albumin kental, panjang magnum sekitar 33 cm, isthmus yang mengeluarkan selaput
kerabang, uterus atau kelenjar kerabang berfungsi untuk tempat pembentukan
cangkang dan tempat pigmentasi cangkang, dan vagina yang merupakan organ
kopulasi betina dengan panjang 15 cm dan kloaka (Fadilah, 2005).
2.2.4.
Sistem urinari
Organ-organ urinasi unggas yaitu ginjal, ureter
dan kloaka. Sistem ekskresi pada unggas terdiri dari dua buah ginjal yang
bentuknya relatif besar memanjang yang berlokasi di belakang paru-paru dan
menempel pada tulang punggung dimana masing-masing
ginjal terdiri dari tiga lobus yang tampak dengan jelas (Suprijatna et al.,
2008). Ginjal adalah organ yang menyaring plasma dari unsur-unsur plasma darah,
dan kemudian secara selektif menyerap kembali air dan unsur-unsur berguna yang
kembali dari filtrat yang akhirnya mengeluarkan kelebihan dari produk buangan
plasma. Ureter adalah saluran muscular
yang mengalirkan urine dari dinding
ginjal menuju ke blader (kantong
kemih). Blader merupakan organ muscular yang berongga yang ukuran dan
posisinya bervariasi tergantung jumlah urine
di dalamnya. Pelvis, ureter, blader dan uretra pada bagian dalamnya
diseliputi oleh epitel transisional (organ yang mengalami distensi, lumen menjai besar,
dinding menipis, dan terjadi suatu transisi ke stratifikasi yang lebih sedikit)
(Fadilah, 2005).
2.2.5.
Identifikasi penyakit ternak unggas
Berdasarkan penyebabnya, penyakit dapat dibedakan menjadi indirect factor atau predisposing dan direct factors. Predisposing penyebab
penyakit biasanya berkaitan dengan stress (cekaman) (Fadilah, 2005).
Penyebabnya antara lain kedinginan, ventilasi yang buruk, populasi tinggi (overcrowding), tidak cukup tempat pakan
dan minum, serta overmedikasi (pengobatan yang berlebihan). Demikian pula
penyakit yang satu menjadi predisposisi penyakit lainnya. Misalnya, infectious bronchitis dapat menjadi
predisposisi penyakit air sac
(kantong udara) (Suprijatna et al.,
2008).
Penyebab langsung penyakit bersifat
infeksius dan noinfeksius. Penyakit infeksius ada yang kontagius maupun
nonkontagius. Penyakit kontagius adalah penyakit yang langsung di transmisi
dari individu atau flock kepada
individu atau flock lainnya (Fadilah,
2005). Penyakit infeksius adalah penyakit yang disebabkan oleh organisme hidup.
Sebagian besar penyakit infeksi pada unggs adalah kontagius, seperti penyakit
karena virus, bakteri, riketsia, dan fungi. Sementara beberapa penyakit infeksi
tidak kontagius seperti aspergilosis. Penyakit yang sering menyerang ternak
ayam secara umum berdasarkan penyebabnya dapat dikelompokkan menjadi cekman (stress), defisiensi zat makanan,
parasit, penyakit karena protozoa, penyakit karena bakteri, penyakit karena
virus, dan penyakit karena cendawan (Suprijatna et al., 2008).
2.3.
Formulasi ransum ternak unggas
2.3.1. Pengertian ransum
2.3.1. Pengertian ransum
Ransum adalah bahan-bahan makanan ternak terpilih yang telah disusun dengana metode tertentu agar kebutuhan nutrisi ternak tersebut terpenuhi dengan sejumlah kandungan nutrisi baha-bahan yang digunakan itu (Rasyaf, 2011). Ransum bisa juga disebut sebagai bahan pakan. Penyusunan pakan merupakan kegiatan pencampuran berbagai bahan pakan yang ada dengan perbandingan yang telah ditentukan untuk memenuhi kebutuhan zat-zat makanan yang diperlukan oleh ayam untuk pertumbuhan dan produksi (Suprijatna et al., 2008).
2.3.2. Kebutuhan nutrisi ternak unggas
Penyusunan ransum perlu memperhatikan keseimbangan antara energi dan protein (Rasyaf, 2011). Protein diambil sebagai patokan, karena kualitas suatu bahan dan harga pakan ditentukan oleh kadar protein tersebut. Anak ayam umur 0-8 minggu membutuhkan protein antara 14-16% dan energi antara 2.600-2900 Kkal/kg atau rasio protein dan energi 1:183. Ayam berumur lebih dari 20 minggu membutuhkan protein 17% dan energi 2.650 Kkal/kgatau rasio perbandingan protein dan energi 1:165 (Rukmana, 2003).
Ransum sangat penting untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak. Dalam menyusun ransum tiap jenis bahan makanan hendaknya ada bahan sejenis sebagai pendamping (Rukmana, 2003). Dedak halus misalnya didampingi dengan bekatul. Jangan menggunakan bahan makanan yang memiliki kandungan nutrisi dan sifatnya relatif sama, sebagai contoh dedak padi yang digunakan bersamaan dengan dedak gandum (Rasyaf, 2011).
Kebutuhan protein untuk pemeliharaan relatif rendah karena kebutuhannya tergantung pada jumlah yang diperlukan untuk tujuan-tujuan produksi. Karena protein merupakan bagian ransum termahal maka tidak ekonomis memberikan terlalu banyak protein pada hewan (Rasyaf, 2011). Dua asam amino yang sangat penting adalah lisin dan metionin yang merupakan bagian terbesar dari protein hewani, oleh sebab itu pembuatan ransum ayam perlu menggunakan protein hewani, ketidakseimbangan atau kekurangan asam amino essensial akan engakibatkan terganggunya pertumbuhan (Rukmana, 2003).
Energi yang dibutuhkan ayam untuk pertumbuhan ayam untuk pertumbuhan jaringan tubuh, produksi telur, melakukan aktivitas dan mempertahankan suhu tubuh normal berasal dari karbohidrat, lemak, dan protein dalam ransum (Rasyaf, 2011). Apabila jumlah energi yang dimakan lebih besar daripada yang diperlukan oleh tubuh ayam kelebihannya akan diubah menjadi lemak dan disimpan dalam tubuh (Rukmana, 2003).
Unggas peka tehadap defefisiensi vitamin karena unggas tidak memperoleh keuntungan dari hasil sintesis vitamin oleh jasad renik dalam alat pencernaan sedangkan unggas mempunyai kebutuhan tinggi terhadap vitamin untuk kelangsungan hidupnya (Rasyaf, 2011). Vitamin yang paling penting adalah vitamin A, D, E, K dan kelompok vitamin B, karena tingginya kebutuhan vitamin dalam pakan sering ditambahan bitamin buatan (Rukmana, 2003).
2.3.3.
Jenis-jenis bahan pakan
Unggas dapat berproduksi dengan baik apabila segala yang dibutuhkan oleh unggas tersebut terpenuhi, kelebihan dari yang dibutuhkan barulah digunakan untuk produksi (Rasyaf, 2011). Bahan-bahan pakan yang biasa digunakan dalam ransum unggas adalah jagung kuning, dedak halus, tepung ikan, bahan-bahan pakan berupa butiran atau kacang-kacangan dan hasil ikutan pabrik pertanian lainnya (Rukmana, 2003).
2.3.3.2. Bekatul. Bekatul didapat dari hasil penggilingan kembali beras yang sudah putih. Bekatul merupakan salah satu sumber energi hal ini dikarenakan bekatul mengandung sumber karbohidrat tinggi (Suprijatna et al., 2008). Kandungan energi metabolis (EM) bekatul lebih dari 2860 kkal/kg dan kandungan protein kasarnya 12% (Rasyaf, 2011).
2.3.3.3. Bungkil Kedelai. Bungkil kedelai merupakan bahan pakan sumber protein nabati terbaik dibandingkan sumber lain. Bungkil kedelai memiliki kandungan protein sebesar 41-50% (Suprijatna et al., 2008).
2.3.4.
Metode penyusunan ransum
Metode penyusunan ransum diantaranya yaitu metode segi empat, metode coba-coba, metode persamaan simulat, metode matriks, dan metode tujuan berganda. Metode coba-coba yaitu dengan cara megambil suatu bahan ditentukan sekian persentasenya, dan disesuaikan dengan kebutuhan ternak, bila hasilnya belum sesuai dengan kebutuhan ternak dicoba lagi hingga sesuai kebutuhan ternak, metode ini mudah dan sederhana karena hanya dengan dasar menyamakan kandungan protein kasar dan energi metabolismenya saja (Rasyaf, 2011). Harga dan tersedianya bahan makanan akan mempunyai pengaruh menyolok terhadap pemilihan bahan makanan. Bahan makanan karbohirdat terdapat dalam jumlah bayak dan harganya relatif murah, bahan makanan protein asal hewan harganya mahal. Cara paling ekonomis adalah menggunakan bahan makanan protein berasal dari tumbuhan dan sedikit bahan makanan protein asal hewan tanpa mengurangi nilai gizi ransum (Rukmana, 2003).
BAB
III
MATERI
DAN METODE
Praktikum Produksi Ternak Unggas dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 11 dan 18 Oktober 2012 pada pukul 09.00 – 11.30 WIB di Laboratorium Ilmu Ternak Unggas Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang.
3.1. Materi
3.1.1. Pengenalan
jenis dan klasifikasi ternak unggas
Alat – alat yang digunakan pada praktikum pengenalan jenis ternak unggas ini adalah buku praktikum dan alat tulis untuk menulis hasil pengamatan perbedaan ternak unggas darat dan unggas air beserta hasil pengamatan organ eksterior unggas. Media movie, slide powerpoint dan gambar penjelas merupakan materi yang diberikan oleh asisten.
3.1.2. Anatomi
dan identifikasi ternak unggas
Alat yang dibutuhkan pada praktikum anatomi dan identifikasi ternak unggas adalah alat seksio yang digunakan dalam proses pembedahan, nampan sebagai tempat meletakkan organ – organ unggas yang telah dipisahkan dari tubuh. Alat ukur berupa timbangan kitchen scale digital untuk mengukur bobot badan ternak unggas, pita ukur dan jangka sorong untuk mengukur panjang dan lebar organ – organ ternak unggas. Alat tulis digunakan untuk mencatat hasil pengamatan. Bahan yang dibutuhkan adalah ayam dewasa jantan dan betina, serta itik dewasa jantan dan betina.
3.1.3. Formulasi
ransum ternak unggas
Alat yang digunakan pada praktikum formulasi ransum ternak unggas adalah tabel komposisi kandungan bahan pakan sebagai acuan, kalkulator untuk membantu dalam penghitungan komposisi, timbangan kitchen scale untuk menimbang berat dari pakan yang digunakan, nampan sebagai tempat menyusun ransum. Buku praktikum dan alat tulis untuk mencatat hasil pengamatan. Bahan yang digunakan adalah bahan pakan yang mencakup bahan pakan sumber energi, sumber protein, sumber mineral dan sumber vitamin.
3.2. Metode
3.2.1. Pengenalan
jenis dan klasifikasi ternak unggas
Metode pengenalan jenis dan klasifikasi ternak unggas adalah memperhatikan materi yang diberikan oleh asisten melalui media movie, slide powerpoint dan gambar penjelas. Kemudian melakukan pengamatan terhadap karakteristik eksterior masing – masing jenis unggas darat dan air, selanjutnya melakukan klasifikasi unggas yang telah diamati tersebut berdasarkan sistem klasifikasi standar dan tujuan pemeliharaannya. Lalu menggambar dan mendeskripsikan data – data yang disajikan.
3.2.2. Anatomi
dan identifikasi ternak unggas
Metode anatomi dan identifikasi ternak unggas adalah melakukan penimbangan bobot mati dan bobot darah, mencatat waktu pengeluaran darah, baru kemudian dilakukan seksio. Membuat sayatan horizontal otot perut di dekat tulang rusuk hingga pertautan antara tulang dada dan sayap. Memotong bagian dada dari persendian scapula sehingga bagian tersebut terbuka. Mengeluarkan dan memisahkan organ – organ seperti organ pencernaan, organ pernapasan, organ reproduksi dan organ urinari. Mengamati organ – organ tersebut apabila terdapat abnormalitas kondisi eksterior maupun interior. Kemudian mencatat hasil pengamatan pada buku praktikum.
3.2.3. Formulasi
ransum ternak unggas
Metode formulasi ransum ternak unggas adalah menentukan standar kebutuhan ransum yang akan disusun berdasarkan kebutuhan rasio energi – protein. Menentukan bahan pakan yang tersedia dan yang akan digunakan, lakukan pengecekan kandungan bahan pakan tersebut dengan tabel komposisi nutrien. Selanjutnya melakukan organoleptik terhadap bahan pakan tersebut. Memformulasi bahan pakan yang tersedia tersebut sehingga memenuhi kebutuhan ternak dengan menggunakan metode trial and error. Selanjutnya mencatat hasil formulasi bahan pakan yang diperoleh, kemudian menyusun ransum sesuai perhitungan yang telah dilakukan secara berlapis dan pencampuran secara merata.
BAB IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengenalan
Jenis dan Kasifikasi Ternak Unggas
4.1.1. Klasifikasi unggas
Hasil pengamatan terhadap objek
dilakukan pengamatan eksterior terhadap ayam inggris:
Ilustrasi 1. Gambar Ayam Kelas Inggris
Berdasarkan buku The American Standard of Perfection, ayam diklasifikasikan menjadi beberapa kelas. Kelas inggris adalah sekelompok ayam yang dibentuk dan dikembangkan di negara Inggris. Berdasarkan hasil pengamatan pada ayam kelas ini, karakteristik ayam kelas Inggris adalah dengan bentuk tubuh yang besar, cuping berwarna merah, kulit berwarna putih, cangkang telut berwarna cokelat ke kuning-kuningan, bulu merapat dan ayam yang masuk kedalam kelas Inggris merupakan tipe pedaging. Berdasarkan pernyataan Suprijatna et al. (2008) contoh bangsa-bangsa ayam kelas inggris adalah sussex, cornish, orpington, australorp dan dorking.
Hasil pengamatan
terhadap objek dilakukan pengamatan eksterior terhadap ayam kelas Amerika :
Ilustrasi 2. Gambar Ayam
Kelas Amerika
Ayam kelas Amerika adalah kelompok ayam yang dibentuk dan dikembangkan di negara Amerika Serikat. Berdasarkan hasil pengamatan pada ayam kelas ini, memiliki karakteristik dengan bentuk tubuh yang sedang, cuping telinga berwarna merah, bulu mengembang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suprijatna et al. (2008) yang menyatakan bahwa arakteristik kelas amerika adalah bentuk tubuh sedang, cuping telinga berwarna merah, bulu mengembang, dan kulit berwarna putih.ciri khas lain kulit telur berwarna coklat kekuningan, cakar tidak berbulu, dan terkenal sebagai tipe dwiguna. Contoh dari kelas Amerika adalah plymouth rock, wyandotte, Rhode Island Red (RIR), new hampshire dan jersey.
Hasil pengamatan terhadap objek
dilakukan pengamatan eksterior terhadap ayam kelas Mediterania:
Ilustrasi 3. Gambar Ayam
Kelas Mediterania
Ayam kelas Mediterania adalah kelompok ayam yang dibentuk dan dikembangkan di sekitar negara dan pulau di Laut Tengah. Berdasarkan hasil pengamatan pada ayam kelas ini, karakteristik ayam kelas Mediterania adalah bulu mengembang, cuping telinga berwarna putih, bentuk tubuh ramping. Hal ini sependapat dengan Suprijatna et al,( 2005) yang menyatakan bahwa arakteristik ayam kelas mediterania adalah bulu mengembang, cuping telinga berwarna putih, kerabang telur berwarna putih, dan merupakan tipe petelur. Berdasarkan pernyataan Yuwanta (2004) bangsa-bangsa yang termasuk kelas mediterania antara lain leghorn, ancona, spanish, minorca dan Andalusia. Leghorn single comb white merupakan bangsa ayam yang popular sebagai jenis ayam petelur.
Hasil pengamatan terhadap objek pengamatan eksterior terhadap ayam kelas
Asia :
Ilustrasi 4. Gambar Ayam
Kelas Asia.
Ayam kelas Asia merupakan ayam yang dibentuk dan dikembangkan di wilayah Asia. Berdasarkan hasil pengamatan pada ayam kelas ini, karakteristik kelas Asia adalah mempunyai ciri-ciri umum yaitu badan relatif besar, bulu merapat ke tubuh, cuping berwarna merah, cangkang telur berwarna coklat kekuningan sampai putih, kemudian cakar berbulu, kulit berwarna putih sampai gelap dan termasuk kedalam tipe pedaging (Yaman, 2010). Menurut pernyataan Suprijatna et al. (2008) bangsa-bangsa kelas Asia diantaranya adalah brahma, langshan dan cochin china.
Berdasarkan tujuan pemeliharaannya, ayam dibedakan menjadi tipe petelur, tipe pedaging, dan tipe dwiguna. Klasifikasi berdasarkan tujuan pemeliharaan atau bisa disebut dengan tipe-tipe ayam dapat dikelompokan kedalam tipe pedaging, tipe petelur dan tipe dwiguna. Tipe pedaging memiliki karakteristik sifat yang tenang, dengan bentuk tubuh yang besar karena hasil produksi berupa daging, kemudian pertumbuhan yang sangat cepat, warna kulit putih, bulu merapat ke tubuh, produksi telur rendah dan hasil produksi berupa daging dan contoh tipe ayam pedaging berasal dari kelas Inggris dan Asia. Tipe ayam petelur memiliki sifat yang yang lebih agresif atau mudah terkejut. Bentuk tubuh relatif lebih ramping dengan cuping berwarna putih, cangkang telur berwarna putih, efisien dalam penggunaan ransum serta tidak memiliki sifat mengeram. Produksi telur cukup tinggi dan bangsa-bangsa yang tergolong kedalam tipe petelur berasal dari kelas Mediterania.
Tipe ayam dwiguna merupakan suatu tipe yang dapat menghasilkan daging dan juga dapat menghasilkan telur. Tipe ayam dwiguna memiliki karakteristik sifat lebih tenang, dengan bentuk yang relatif sedang, warna kulit cokelat, pertumbuhan juga relatif sedang. Produksi telur sedang, tidak sebanyak tipe ayam petelur dan bangsa-bangsa ayam yang termasuk kedalam tipe ayam dwiguna berasal dari kelas Amerika.
4.1.2. Unggas darat
Berdasarkan pengamatan yang telah
dilaksanakan didapatkan hasil yang sebagai berikut :
Ilustrasi 5. Eksterior Ayam
Keterangan
:
1.
Jengger 6. Ekor
2.
Kepala 7. Sayap
3.
Paruh 8. Dada
4.
Mata 9. Kaki
5.
Pial
Bagian organ ayam yang tampak dari luar dari bagian kepala, leher, tubuh bagian depan dan tubuh bagian belakang. Paruh, mata, kelopak mata, jengger, cuping dan pial terdapat di bagian kepala sementara tubuh bagian depan terdapat dada dan sayap dibagian belakang terletak punggung, perut, ekor, paha, betis dan cakar (Yuwanta, 2004). Paruh, jari dan taji bersifat menulang, tersusun atas keratin. Paruh ayam berbentuk runcing dan kecil karena disesuaikan dengan pakan yang terhadap hormon berupa biji-bijian. Jengger dan pial bersifat sensitif terhadap hormon sex sehingga dapat dijadikan indikator karakteristik secundary sex, sebagai accesor sexual epidermal. Jengger ayam jantan lebih besar dari pada ayam betina. Sepasang pial terdapat pada bagian kedua sisi rahang bawah dibagian basal paruh. Cuping telinga bersifat berdaging tebal yang terletak dibagian bawah telinga. Cakar pada ayam umumnya tertutup sisik yang merupakan penjuluran dari corium yang padat dan terbungkus oleh epidermis yang sangat tebal. Kelenjar minyak (glandula uropygal) yang terdapat dibagian atas ekor ayam berukuran sebesar kacang kapri, sedangkan pada unggas air tumbuh lebih besar (Suprijatna et al., 2005). Ayam memiliki bentuk paruh lancip, berwarna kuning, warna jengger merah serta kaki berwarna kuning bulu pada ayam jantan dijadikan sebagai daya tarik dalam menarik lawan jenisnya. Bagian kaki pada ayam jantan terdapat taji sedangkan pada ayam betina tidak terlalu berkembang dengan baik minorca (Rasyaf, 2008).
4.1.3. Unggas air
Berdasarkan hasil pengamatan yang
telah dilaksanakan, didapatkan hasil yang sebagai berikut :
Ilustrasi 6. Eksterior Itik
Keterangan :
1.
Mata 4. Leher 7. Dada
2.
Lubang hidung 5. Punggung 8. Ekor
3. Paruh 6. Bulu kelamin 9. Selaput renang
Itik yang digunakan dalam praktikum kemarin adalah jenis itik pedaging. Ukuran itik pedaging umumnya berbadan besar dan padat agar bisa diambil dagingnya. Berdasarkan pernyataan Ranto dan Sitanggang (2005) bebek dengan ukuran yang kecil biasa paling baik untuk dipelihara sawah padi. Menurut Yaman (2010) unggas air merupakan unggas yang lingkungannya berada di air dan salah satunya adalah itik. Itik adalah hewan bersayap yang biasanya hidup di air atau rawa dengan sifat-sifat khas yang membedakan dan menggolongkannya sebagai unggas air.
Dalam keadaan liar, ternak itik bersifat monogamous, yaitu hidup berpasangan. Setelah jinak akan mengalami perubahan menjadi bersifat polygamous, yaitu hidup bersama – sama dalam suatu kelompok. Menurut Ranto dan sitanggang (2005) para ahli berpendapat bahwa jenis ternak itik domestik yang kita kenal sekarang ini (kecuali Muskovi = Entok) merupakan keturunan langsung dari itik. Diperkuat pernyataan Rasyaf (2011) bahwa sifat khas itik yang lainnya adalah sifat omnivorous, yaitu hewan pemakan biji–bijian, rumput–rumputan, umbi-umbian dan makanan yang berasal dari hewan. Bulu itik berbentuk konkaf yang merapat erat ke permukaan badan dengan permukaan bagian dalam yang lembut dan tebal serta senantiasa berminyak. Fungsi bulu adalah untuk mencegah masuknya air sehingga air tidak dapat mencapai permukaan kulit. Timbunan lemak yang terdapat dibagian bawah kulit berfungsi sebagai insulator sehingga itik tahan dingin walaupun berada dalam air untuk jangka waktu yang cukup lama. Bulu itik juga mengandung banyak udara sehingga itik dapat mengapung dalam air. Dari pernyataan Ranto dan Sitanggang (2005) ciri spesifik dari itik jantan dengan betina adalah ada tidaknya feather sex pada bulu ekornya.
4.1.4. Perbedaan unggas darat dan unggas air
Walaupun sesama jenis unggas, ayam dan itik memiliki beberapa perbedaan. Perbedaannya adalah ayam termasuk unggas darat, sedangkan itik termasuk unggas air. Ayam memiliki paruh yang runcing dan keras untuk mematuk-matuk makanannya yang keras, sedangkan itik memiliki paruh yang sedikit melebar karena makanan itik lembut dan tidak keras. Ayam memiliki jengger di kepalanya, sedangkan itik tidak memiliki. Ayam memiliki pial di bagian bawah kepalanya, sedangkan itik tidak memiliki. Tembolok pada ayam berkembang, sedangkan tembolok itik tidak berkembang. Kaki pada itik memiliki selaput untuk memudahkan berenang di dalam air, sedangkan pada ayam kakinya tidak memiliki selaput.
4.2.
Anatomi dan Identifikasi Penyakit Ternak Unggas
4.2.1.
Sistem pencernaan
Hasil pengamatan terhadap sistem pencernaan pada unggas sebagai berikut :
1.
Oesophagus 5.
Small intestine
2.
Crop 6.
Ceca
3.
Proventriculus 7. Rectum
4.
Gizzard 8. Cloaca
Berdasarkan hasil praktikum pengamatan terhadap sistem pencernaan unggas yang meliputi ayam dan itik, diketahui bahwa organ pencernaan adalah terdiri dari Oesophagus, crop, proventriculus, gizzard, small intestine (duodenum, jejunum, ileum), ceca, rectum dan cloaca. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijana et al. (2008) yang menyatakan bahwa saluran pencernaan terdiri dari mulut, esophagus (kerongkongan), crop (tembolok), proventriculus (perut kecil), gizzard (empedal), duodenum, usus halus, ceca, rectum, cloaca, dan vent. Sebagaimana diketahui bahwa setiap organ memiliki fungsinya masing-masing, hal ini diperkuat oleh pernyataan Fadilah (2005) yang menyatakan bahwa setiap bagian alat pencernaan memiliki fungsi yang berbeda. Hal ini sesuai dengan pendapat Yuwanta (2004) yang menyatakan bahwa saluran pencernaan ayam terdiri dari mulut, kerongkongan (esophagus), tembolok (crop), proventriculus (lambung sejati), ventrikulus, usus halus (small intestine), ceca, usus besar (kolon) dan kloaka. Setiap bagian alat memiliki fungsi yang berbeda.
Lidah pada unggas berfungsi membantu pada waktu makan karena ada bagian dari lidah yang bercabang pada bagian belakang yang mendorong pakan turun kedalam kerongkongan. Mulut unggas dapat menghasilkan air liur yang mengandung enzim amilase. Hal ini sesuai dengan pendapat Fadilah (2005) yang menyatakan bahwa Mulut unggas menghasilkan air liur yang mengandung enzim amilase (enzim pengurai makanan) dan memepermudah makanan masuk ke kerongkongan. Esophagus merupakan saluran penghubung antara mulut dan lambung (gizzard) yang berfungsi sebagai tempat masuknya pakan, bentuknya memanjang dan silinder, panjang esophagus pada ayam dan itik adalah 4 cm dan 20,5 cm.
Ukuran paruh itik lebih panjang dan berbentuk pipih dibandingkan paruh ayam yang cenderung lebih pendek dan runcing. Hal ini karena pakan yang dimakan oleh itik dan ayam berbeda. Ayam cenderung menyukai pakan yang berbentuk butiran atau bijian sehingga paruhnya runcing, sedangkan itik cenderung menyukai pakan yang lembek sehingga paruhnya pipih dan panjang untuk mempermudah dalam pengambilan pakan. Paruh itik dan ayam mempunyai lidah dan kelejar ludah untuk membantu mendorong makanan ke kerongkongan, hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2008) yang menyatakan bahwa di dalam mulut ayam terdapat lidah yang yang berfungsi untuk mendorong makanan untuk masuk ke dalam esophagus. Ditambahkan oleh Fadilah (2005) bahwa lidah untuk mendorong makanan ke dalam kerongkongan, juga berfungsi untuk menahan air, di dalam mulut juga terdapat kelenjar ludah yang berfungsi untuk membantu pada saat menelan.
Tembolok memiliki kemampuan untuk mengembang. Panjang tembolok pada ayam dan itik adalah 6 cm dan 5 cm. Tembolok merupakan tempat penyimpanan makanan sementara sebelum masuk ke dalam lambung dan di tembolok tidak terjadi proses pencernaan. Tembolok pada itik tidak begitu berkembang karena faktor pakan yang dimakan oleh itik yaitu pakan berbentuk lembek. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2008) yang menyatakan bahwa di dalam tembolok tidak ada atau bahkan sedikit proses pencernaan, kecuali pencampuran sekresi saliva dari mulut yang dilanjutkan aktivitasnya di tembolok.
Perut unggas terdiri dari perut kelenjar (proventriculus) dan (gizzard). Proventriculus merupakan suatu pelebaran dari kerongkongan yang dindingnya menebal menuju ke arah gizzard. Panjang proventrikulus ayam dan itik adalah 8 cm dan 5 cm. Panjang gizzard ayam dan itik jantan adalah 6 dan 6,5 cm. Gizzard atau ventriculus merupakan perut atau lambung yang tersusun atas otot yang kuat dan tebal yang berada diantara proventriculus dan usus halus, berfungsi sebagai tempat menghancurkan atau menggiling pakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Yuwanta (2004) bahwa gizzard sangat tebal dan partikel pakan yang masuk akan segera digiling menjadi partikel kecil yang mampu melalui saluran usus. Pemberian grit dalam pakan adalah tidak umum tetapi dapat membantu kerja empedal. Pecahanan kerang atau bahan keras yang tidak larut dapat digunakan sebagai suatu pakan tambahan. Material halus akan masuk gizzard dan keluar lagi dalam beberapa menit, tetapi pakan berupa material kasar akan tinggal di gizzard untuk beberapa jam.
Usus halus merupakan saluran pencernaan setelah gizzard yang dibedakan menjadi tiga bagian yaitu duodenum, jejunum dan ileum yang saling berurutan. Panjang duodenum, ileum dan jejunum pada ayam dan itik yaitu 22,5 dan 49 cm untuk panjang duodenum, 55 cm dan 59 cm untuk panjang ileum, adalah 66 dan 36,5 cm untuk panjang jejunum sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2008) bahwa duodenum adalah usus halus yang menghubungkan lambung, jejunum adalah usus halus yang berada di bagian tengah, ileum adalah bagian akhir dari usus halus yang berhubungan langsung dengan usus buntu (ceca). Duodenum dapat diketemukan batasannya secara jelas karena pada duodenum, pankreas melekat sedangkan pada jejunum dan ileum sulit ditemukan batasan yang pasti. Namun pemisah antara jejunum dan ileum (micel difentriculum) lebih jelas pada ayam daripada pada itik. Absorbsi hasil pencernaan makanan terjadi di usus halus. Sesuai dengan pendapat Fadilah (2005) yang menyatakan bahwa zat-zat makanan yang nantinya masuk ke usus besar telah mengalami absorbsi di usus halus.
Pada ayam dan itik juga ditemukan usus buntu. Usus buntu merupakan buluh-buluh yang buntu dan timbul di tempat pertemuan usus halus dan usus besar. Usus buntu berisi sejumlah makanan atau bahan yang tidak tercerna, berwarna hitam atau putih. Panjang usus buntu pada unggas sekitar 13,2 cm. Usus tersebut termasuk tidak normal karena tidak sesuai dengan standar panjang usus pada unggas. Hal tersebut sesuai dengan pandapat Suprijatna et al. (2008) yang menyatakan bahwa ceca normal pada unggas sekitar 15 cm. Panjang usus besar ayam dan itik jantan adalah 8 dan 9,5 cm, memiliki diameter lebih besar daripada usus halus. Usus besar terletak diantara usus buntu dan kloaka. Hal ini sesuai pendapat Fadilah (2005) yang mengungkapkan bahwa panjang usus besar hanya sekitar ±10 cm dengan diameter sekitar dua kali usus halus. Bentuknya melebar dan terdapat pada bagian akhir usus halus ke kloaka. Kloaka merupakan bagian akhir dari saluran pencernaan setelah usus besar, berbentuk tabung dan merupakan muara dari saluran pencernaan, saluran kencing, dan saluran reproduksi berfungsi sebagai lubang pengeluaran, baik kencing, feses, telur, dan sebagai alat reproduksi. Panjang kloaka pada unggas sekitar 2,5 cm.
Hati adalah organ asesoris berwarna merah kecokelatan dan berperan mensekresi cairan empedu yang berhubungan dengan duodenum dan membantu dalam pencernaan lemak di duodenum. Pancreas adalah kelenjar yang menumpel pada duodenum sehingga membentuk huruf U yang berfungsi mengeluarkan enzim-enzim yang diperlukan dalam proses pencernaan. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Suprijatna et al. (2008) bahwa hati dan pankreas membantu menghasilkan sekresi untuk pencernaan meskipun makanan yang masuk tidak melalui organ tersebut. Pankreas mensekresikan enzim-enzim seperti amilase prankreas, lipase prankreas, dan tripsin untuk membantu pencernaan karbohidrat, protein, dan lemak di duodenum.
4.2.2.
Sistem respirasi unggas
Ilustrasi 8. Sistem
respirasi unggas
Keterangan :
1.
Larynx
2.
Trachea
3.
Bronchus
4.
Paru-paru
Berdasarkan hasil praktikum pengamatan terhadap sistem respirasi unggas yang meliputi ayam dan itik, diketahui bahwa organ respirasi adalah Larynx, trachea, bronchus, dan paru-paru. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2008) yang menyatakan bahwa sistem respirasi pada ayam terdiri dari nasal cavities, larynx, trachea (windpipe), syrinx (voice box), bronchi, paru-paru, kantong udara dan udara tertentu pada tulang. Fadilah (2005) mengatakan bahwa fungsi alat pernapasan ini adalah sebagai tempat pertukaran udara yang masuk dan keluar dari tubuh ayam. Dengan kata lain, berfungsi sebagai tempat pertukaran antara oksigen yang masuk kedalam tubuh dan karbondioksida yang dikeluarkan dari tubuh unggas.
Trachea berbentuk seperti selang, merupakan saluran pernafasan pertama yang tersusun atas tulang rawan yang berbuku-buku. Syrinx merupakan bagian dari trachea yang mengembang, berfungsi sebagai pita suara. Syrinx antara itik jantan dan betina berbeda, pada itik jantan syrinx berkembang, sedangkan pada itik betina syrinx kurang berkembang. Oleh karena itu itik jantan mempunyai suara yang lebih keras dibandingkan dengan itik betina. Bronchus merupakan percabangan dari trachea, dan diikuti oleh broncheolus yang merupakan percabangan dari bronchus yang berada di dalam paru-paru. Paru-paru unggas terdiri dari dua bagian, warna paru-paru dari itik lebih cerah dibandingkan dengan paru-paru ayam. Hal ini sesuai dengan pendapat Rasyaf (2011) bahwa sistem pernafasan unggas terdiri dari nostril, trachea, syrinx, bronchus, broncheolus dan paru-paru. Trachea merupakan saluran pertama yang berupa saluran yang berbuku-buku, syrinx adalah pita suara. Ditambahkan dengan pendapat Yuwanta (2004) bahwa bronchus merupakan percabangan dari trachea, merupakan cabang dari bronchus yang menyalurkan udara kedalam paru-paru melalui anak cabangnya. Broncheolus adalah anak cabang dari bronchus yang berbentuk saluran-saluran kecil yang menyalurkan udara dari bronchea ke paru-paru. Paru-paru merupakan organ vital dalam sistem pernafasan unggas, karena paru-paru merupakan pengatur sirkulasi udara dalam tubuh unggas ayam dan .
4.2.3.
Sistem reproduksi unggas
4.2.3.1.
Sistem reproduksi unggas jantan
Ilustrasi 9. Sistem reproduksi unggas jantan
Keterangan :
1.
Testes
2.
Vas deferens
3.
Ureter
Berdasarkan
praktikum pengamatan saluran reproduksi ayam jantan didapatkan ciri-ciri ayam
mempunyai testes yaitu gabungan dari dua testis, saluran vas deverens, dan ureter. Hal ini sesuai pendapat Suprijatna et al. (2008) yang menyatakan bahwa
saluran reproduksiayam jantan terdiri dari dua testis yang terletak pada dorsal
area rongga tubuh, ductus deverens
dan dinding dorsal kloaka. Fadilah dan Agustin (2011) menyatakan bahwa alat
reproduksi ayam jantan terdiri dari dua testis yang memiliki epididimis dan vas deferens yang menuju ke alat kelamin
(copulatory organ).
Menurut pernyataan Suprijatna et al. (2008) testis terdiri dari sejumlah besar saluran kecil yang
bergulung-gulung dan dari lapisan-lapisannya dihasilkan sperma. Diperkuat pernyataan Fadilah (2003) bibit jantan berupa semen atau sperma diproduksi oleh testes yang
akan disalurkan ke saluran reproduksi.
Dari pernyataan Suprijatna et al.
(2008) vas deferens yaitu saluran
yang berfungsi mengalirkan sperma keluar dari tubuh. Masing-masing vas deferens
bermuara kedalam sebuah papila kecil yang bersama berperan sebagai organ intromittent. Serta dari Yuwanta (2004) menyatakan bahwa Vas deferens merupakan
tempat tersimpannya semen dan diencerkan oleh cairan limpa (lymph fluid) yang ketika dikeluarkan pada
saat terjadi perkawinan, kedua cairan tersebut sudah tercampur.
Menurut Fadilah (2003) papila merupakan saluran
setelah vas deferens yang telah menerima semen atau sprema dan Yuwanta (2004) menyatakan bahwa alat copulatory pada ayam
memiliki dua pappilae dan satu alat copulatory mengecil berada di daerah
sekitar kloaka.
4.2.3.2.
Sistem reproduksi unggas betina
Ilustrasi 10. Sistem reproduksi unggas betina
Keterangan :
1.
Sel telur kecil 6.
Uterus
2.
Sel telur matang 7.
Rudimentary right oviduct
3.
Infundibulum 8. Vagina
4.
Magnum 9. Kloaka
5. Isthmus
Berdasarkan
hasil praktikum pengamatan sistem reproduksi unggas betina meliputi sel telur
kecil, sel telur matang, infundibulum,
magnum, isthmus, uterus, rudimentary
right oviduct, vagina, dan kloaka. Hal tersebut sependapat dengan
pernyataan Suprijatna et al. (2008)
yang menyatakan bahwa sistem reproduksi unggas betina terdiri dari satu ovarium
dan satu oviduk. Ovarium ayam biasanya terdiri dari 5-6 folikel yang sedang
berkembang, berwarna kuning besar (yolk)
dan sejumlah besar folikel putih kecil yang menunjukkan sebagai kuning telur
yang belum dewasa. Oviduk merupakan saluran tempat disekresikannya albumen
(putih telur), membran kerabang, dan pembentukkan kerabang telur.
Infundibulum memiliki
panjang 9 cm yang berfungsi menangkap kuning telur (yolk) dan tempat penampungan sperma dengan waktu proses selama 15
menit. Magnum memiliki ukuran 33cm
dengan fungsi memberikan albumen selama 3 jam lamanya. Isthmus memiliki panjang 10 cm yang fungsinya
memberikan shell dalam dan luar
selama 75 menit. Uterus memiliki ukuran 10-12 cm dengan proses
pengerasan kerabang telur oleh kalsium (kalsifikasi) selama 18-20 jam. Menurut Yuwanta (2004) vagina
memiliki panjang sekitar 12 cm yang memiliki fungsi penyimpanan kutikel di kerabang sehingga
membentuk pori-pori selama beberapa menit. Berdasarkan pernyataan dari Suprijatna et al. (2008) yang menyatakan bahwa
sistem reproduksi unggas betina terdiri dari funne atau infundibulum, magnum sebagai tempat albumen di
sekresikan, isthmus sebagai tempat
mensekresikan material pembentuk membran kerabang, uterus atau kelenjar
kerabang, dan vagina merupakan saluran menuju kloaka.
4.2.4.
Sistem urinari
Ilustrasi 11. Sistem
urinari unggas
Keterangan :
1.
Ginjal
2.
Ureter
Berdasarkan hasil praktikum pengamatan terhadap sistem urinari pada unggas dalam hal ini ayam dan itik terdiri dari ginjal dan ureter. Ginjal bagian paling luar adalah kapsula, serabut halus keluar dari kapsula menyisip parenkim ginjal bersama pembuluh darah. Renal tubulus dianggap identik dengan nefron mamalia yang terdiri atas korpuskuli renalis dengan glomeruli relatif lebih kecil dari mamalia, tubuli kontorti proksimalis, mempunyai epithel kubis dengan brush brooder, jerat henle memiliki epithel sama namun tidak memiliki brush brooder, tubuli konturti distalis memiliki lumen lebih luas, epitelnya lebih pucat dan berbentuk kubis, dan alat penyalur mulai dari duktuli koligentes dengan epitel kubis. Selaput lendir ureter banyak baris. Pada tunika propria sebagaimana pada bangsa burung banyak ditemukan limfosit (Fadilah, 2003).
4.2.5.
Identifikasi penyakit unggas
Berdasarkan hasil praktikum identifikassi penyakit
pada unggas, diketahui bahwa unggas yang digunakan saat praktikum berada dalam
kondisi sehat karena tidak menunjukan gejala-gejala berada pada kondisi sakit
atau berada pada kondisi stres atau dalam kondisi cekaman karena
penyebab-penyeba stres ini sangat minim. Hal ini sependapat dengan pernyataan
Fadilah (2005) yang menyatakan bahwa berdasarkan penyebabnya, penyakit dapat
dibedakan menjadi indirect factor
atau predisposing dan direct factors.
Predisposing penyebab penyakit biasanya berkaitan dengan stress (cekaman). Juga
diperkuat oleh pernyataan Suprijatna et
al. (2008) yang menyatakan bahwa penyebab stres diantara lain adalah
kedinginan, ventilasi yang buruk, populasi tinggi (overcrowding), tidak cukup tempat pakan dan minum, serta
overmedikasi (pengobatan yang berlebihan). Hal-hal ini tidak terjadi karena
sebelum dipakai untuk kebutuhan praktikum, ternak diberi perlakuan yang baik
sehingga penyebab stres lingkungan tidak begitu berpengaruh terhadap keadaan
ternak.
4.3. Formulasi ransum ternak unggas
Berdasarkan pengamatan
yang dilakukan, kebutuhan formulasi ransum ayam petelur periode grower dengan metode trial and error dapat diamati pada tabel
1 berikut ini :
Tabel
1. Hasil Formulasi Ransum Ayam petelur periode Grower
Bahan
pakan
|
EM
(kkal/kg)
|
PK
(%)
|
Komposisi
(%)
|
EM
(kkal/kg)
|
PK
(%)
|
Jagung
Bekatul
Tepung
ikan
Bungkil
Kedelai
Premix
|
3370
2860
2830
2240
1
|
8,6
12
63,6
48
1
|
58,25
19
2
19,75
1
|
1963,0
543,4
56,6
442,4
1
|
2,28
9,4
5
1,2
1
|
Total
|
100
|
2906,4
|
18,8
|
Sumber: Data Primer Praktikum Produksi
Ternak Unggas, 2012.
Dari hasil perhitungan formulasi ransum ayam petelur periode grower didapatkan total Protein Kasar (PK) 24,82% dan Energi Metabolis sebesar 2895 kkal/kg. Hasil tersebut sudah memenuhi kebutuhan nutrisi untuk ayam petelur periode grower dalam satu hari. Hal ini sesuai pendapat Rukmana (2003) yang menyatakan bahwa kebutuhan energi ayam petelur periode grower 2800 kkal/kg dengan 24% protein. Perhitungan didapatkan dengan metode trial and error atau metode coba-coba. Menurut Rasyaf (2011) metode coba-coba yaitu dengan cara megambil suatu bahan ditentukan sekian persentasenya, dan disesuaikan dengan kebutuhan ayam, bila hasilnya belum sesuai dengan kebutuhan ayam dicoba lagi hingga kebutuhan ayam dapat terpenuhi.
Ayam petelur mengkonsumsi ransum guna untuk mencukupi kebutuhan energi yang akan digunakan untuk menjalankan fungsi tubuh. Ransum terbaik adalah yang bentuk tepung, sebab ayam petelur yang mempunyai sifat nervous dan sering mematuk, karena ayam petelur akan mempunyai kesibukan lain dengan mematuk-matuk pakannya. Protein, karbohidrat, vitamin, mineral, dan air mutlak harus tersedia dalam jumlah yang cukup. Karena jika kekurangan salah satu nutrien dapat mengganggu kesehatan maupun produktivitas ayam petelur. Menurut Rasyaf (2011) ransum sempurna merupakan kombinasi beberapa makanan, yang dikonsumsi secara normal dapat mensuplai zat-zat makanan pada ada ternak dalam perbandingan jumlah, bentuk, sedemikian rupa sehingga fungsi yang ada harus dapat memenuhi kebutuhan zat-zat makanan yang diperlukan agar dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik.
Tabel 2. Hasil Organoleptik Bahan Pakan
Bahan Pakan
|
Bentuk
|
Tekstur
|
Warna
|
Bau
|
Jagung
|
Serpihan
|
Kasar
|
Kuning
|
Khas jagung
|
Konsentrat
|
Serbuk
|
Halus
|
Coklat muda
|
Amis
|
Bekatul
|
Serbuk
|
Halus
|
Krem
|
Hambar
|
Top Mix
|
Serbuk
|
Halus
|
Krem
|
Amis
|
Tepung Ikan
|
Serbuk
|
Halus
|
Coklat
|
Seperti tanah
|
Sumber: Data
Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2012.
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil organoleptik bahan pakan jagung memiliki bentuk serpihan yang bertekstur kasar, beerwarna kuning dan memiliki bau khas jagung. Jagung kuning digunakan sebagai sumber energi ransum dan penggunaanya berkisar 40-47% dari total ransum. Menurut Suprijatna et al. (2008) jagung merupakan sumber pigmen xanthofil yang menimbulkan warna kuning pada kaki dan kulit ayam serta kuning telur.
Berdasarkan hasil organoleptik bahan pakan bekatul memilliki bentuk serbuk halus dengan warna krem dan baunya hambar atau khas. Menurut Rukmana (2003) bekatul didapat dari hasil penggilingan kembali beras yang sudah putih. Protein bekatul lebih rendah daripada dedak, dalam dedak masih terkandung bagian lembaga padi yang mengandung protein tinggi.
Berdasarkan hasil organoleptik bahan pakan tepung ikan yang diamati memiliki bentuk serbuk halus, berwarna coklat dan berbau seperti tanah, hal ini dikarenakan tepung ikan yang digunakan untuk praktikum sudah kadaluarsa sehingga baunya sudah tidak seperti ikan. Menurut Rasyaf (2011) tepung ikan yang tidak rusak karena pengolahan mengandung energi metabolis yang tinggi dibanding dengan bahan-bahan makanan lainnya yang digunakan dalam ransum unggas.
Metode trial and error adalah metode penyusunan ransum yang sangat sederhana karena hanya menyamakan kandungan protein kasar dan energi metabolis, tetapi metode ini akan sangat merepotkan bila bahan pakan yang dipakai sangat banyak, dalam menghitungnya bisa berkali-kali dan hasilnya belum tentu sesuai formula yang dikehendaki. Hal ini sesuai pendapat Rasyaf (2011) yang menyatakan bahwa metode trial and error ini mudah dan sederhana karena hanya dengan dasar menyamakan kandungan protein kasar dan energi metabolisnya saja.
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa klasifikasi unggas yang penting untuk diketahui ada empat kelas, yaitu kelas Asia, kelas Amerika, kelas Mediterania dan kelas Inggris. Pada unggas darat selaput (foot web) tidak berkembang sedangkan pada unggas air selaput (foot web) berkembang dengan baik. Pada umumnya unggas jantan memiliki feather sex untuk menarik pasangannya sedangkan unggas betina tidak. Sistem pencernaan pada ayam dan itik terdapat perbedaan. Hal ini disebabkan karena makanan yang dikonsumsi itik lebih banyak mengandung air sedangkan makanan yang dikonsumsi ayam lebih lunak dan lebih mudah dicerna, misalnya berupa biji-bijian. Sistem respirasi pada ayam dan itik berbeda yaitu pada itik memiliki syrinx. Salah satu tujuan dalam penyusunan ransum adalah supaya didapatkan pakan dengan harga yang relatif murah namun dengan kualitas yang tinggi.
5.2.
Saran
Ketika pelaksanaan praktikum sebaiknya praktikan memeriksa kelengkapan alat-alat yang akan digunakan dan praktikan dapan memanfaatkan waktu praktikum seefisien mungkin, sehingga praktikum berjalan dengan baik dan pengolahan data yang dilakukan pun menjadi maksimal.
DAFTAR
PUSTAKA
Fadilah. R.
2003. Panduan Mengelola Peternakan Ayam Broiler Komersial. Agromedia Pustaka,
Depok.
Fadilah. R, dan
A. Polana. 2005. Aneka Penyakit Pada Ayam Dan Cara Mengatasinya. Agromedia
Pustaka, Depok.
Ranto Dan M.
Sitanggang. 2005. Paduan Lengkap Beternak Itik. Agromedia Pustaka, Depok.
Rasyaf, M. 2011. Panduan beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Suprijatna. E,
U. Atmomarsono, R. Kartasudjana. 2008. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Yaman, M. Aman. 2010. Ayam Kampung Unggul 6 Minggu Panen. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Yuwanta, T. 2004. DasarTernakUnggas. Kanisius, Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar