BAB
I
PENDAHULUAN
Parasit adalah hewan renik yang dapat menurunkan
produktivitas hewan yang ditumpanginya. Parasit dapat menyerang manusia dan
hewan, seperti menyerang kulit hewan. Parasitoid adalah parasit yang
menggunakan jaringan organisme lain untuk kebutuhan nutrisi mereka sampai
organisme yang ditumpanginya meninggal karena kehilangan jaringan atau nutrisi
yang dibutuhkan.
Walaupun
penyakit cacingan tidak langsung menyebabkan kematian, akan tetapi kerugian
dari segi ekonomi dikatakan sangat besar, sehingga penyakit parasit cacing disebut
sebagai penyakit ekonomi. Kerugian-kerugian akibat penyakit cacing, antara lain
: penurunan berat badan, penurunan kualitas daging, kulit, dan jerohan,
penurunan produktivitas ternak sebagai tenaga kerja pada ternak potong dan
kerja, penurunan produksi susu pada ternak perah dan bahaya penularan pada
manusia.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.
Fasciolosis
Merupakan
penyakit yang disebabkan oleh cacing Fasciola sp. Pada umumnya yang
banyak ditemukan di Indonesia adalah Fasciola gigantica. Fasciolosis
pada kerbau dan sapi biasanya bersifat kronik, sedangkan pada domba dan kambing
dapat bersifat akut. Kerugian akibat fasciolosis ditaksir 20 Milyard rupiah /
tahun yang berupa : penurunan berat badan serta tertahannya pertumbuhan badan,
hati yang terbuang dan kematian. Disamping itu kerugian berupa penurunan tenaga
kerja dan daya tahan tubuh ternak terhadap penyakit lain yang tidak terhitung.
Fasciola sp, hidup di dalam hati dan saluran empedu. Cacing ini memakan jaringan
hati dan darah.
2.1.1.
Siklus Hidup
Telur
fasciola masuk ke dalam duodenum bersama empedu dan keluar bersama tinja hospes
definitif. Di luar tubuh ternak telur berkembang menjadi mirasidium. Mirasidium
kemudian masuk ke tubuh siput muda, yang biasanya genus Lymnaea rubiginosa. Di
dalam tubuh siput mirasidium berkembang menjadi sporokista, redia dan serkaria.
Serkaria akan keluar dari tubuh siput dan bisa berenang. Pada tempat yang
cocok, serkaria akan berubah menjadi metaserkaria yang berbentuk kista. Ternak
akan terinfeksi apabila minum air atau makan tanaman yang mengandung kista.
2.1.2.
Pengobatan
Pengobatan
secara efektif dapat dilakukan dengan pemberian per oral Valbazen yang
mengandung albendazole, dosis pemberian sebesar 10 - 20 mg/kg berat badan, namun
perlu perhatian bahwa obat ini dilarang digunakan pada 1/3 pertama kebuntingan,
karena menyebabkan abortus. Fenbendazole 10 mg/kg berat badanatau lebih aman
pada ternak bunting. Pengobatan dengan Dovenix yang berisi zat aktif Nitroxinil
dirasakan cukup efektif juga untuk trematoda. Dosis pemberian Dovenix adalah
0,4 ml/kg berat badan dan diberikan secara subkutan.Pengobatan dilakukan tiga
kali setahun.
2.2
Nematodosis
Nematodosis
adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing Nematoda atau cacing gilig. Di
dalam saluran pencernaan (gastro intestinalis), cacing ini menghisap sari makanan
yang dibutuhkan oleh induk semang, menghisap darah/cairan tubuh atau bahkan memakan
jaringan tubuh. Sejumlah besar cacing Nematoda dalam usus bisa menyebabkan
sumbatan (obstruksi) usus serta menimbulkan berbagai macam reaksi tubuh sebagai
akibat toksin yang dihasilkan. Pada ternak ruminansia telah diketahui lebih
dari 50 jenis spesies, tetapi hanya beberapa spesies yang mempunyai arti
penting secara ekonmis, antara lain sebagai berikut :
a.
Haemonchus contortus
Penyakit yang disebabkan oleh
cacing Haemonchus contortus disebut Haemonchosis. Panjang cacing Haemonchus contortus betina
antara 18 – 30 mm dan jantan sekitar 10 – 20 mm. Pada cacing betina secara
makroskopis usus yang berwarna merah berisi darah saling melilit dengan uterus
yang berwarna putih. Cacing dewasa berlokasi di abomasum domba dan kambing.
Siklus
hidup Haemonchus contortus dan Nematoda lain pada ruminansia bersifat
langsung, tidak membutuhkan hospes intermediet. Cacing dewasa hidup di
abomasum, memproduksi telur. Telur dikeluarkan oleh ternak bersama-sama
pengeluaran feses. Di luar tubuh hospes, pada kondisi yang sesuai, telur
menetas dan menjadi larva. Larva stadium L1 berkembang menjadi L2 dan
selanjutnya menjadi L3 , yang merupakan stadium infektif. Larva infektif
menempel pada rumput-rumputan dan teringesti oleh domba. Selanjutnya larva akan
dewasa di abomasum.
Pengobatan
yang bisa diberikan berupa kelompok benzilmidazole, antara lain albendazole
dengan dosis 5 – 10 mg/kg berat badan, mebendazole dengan dosis 13,5 mg/kg
berat badan dan thiabendazole dengan dosis 44 – 46 mg/kg berat badan. Albendazole
dilarang dipakai pada 1/3 kebuntingan awal. Mebendazole dan thiabendazole aman
untuk ternak bunting, tetapi thiabendazole sering menyebabkan resistensi.
b. Toxocara
vitulorum (Neoascaris vitulorum)
Cacing Toxocara
vitulorum termasuk klas Nematoda yang memiliki kemampuan lintas hati,
paru-paru dan plasenta. Ukuran panjang cacing betina adalah sebesar 30 cm dan
lebar 25 cm, warna kekuning-kuningan dengan telur agak bulat dab memiliki
dinding yang tebal. Habitat cacing adalah pada sapi dan kerbau serta berlokasi
di usus kecil.
Telur dalam tinja
tertelan oleh sapi atau kerbau dan menetas di usus halus menjadi larva. Larva
kemudian bermigrasi ke hati, paru-paru, jantung, ginjal dan bisa ke plasentadan
masuk ke cairan amnion serta masuk ke dalam kelenjar mammae dan keluar bersama
kolustrum. Upata pengobatan cacing ini adalah dengan pemberian piperazin.
Pengobatan secara teratur pada anak sapi dan menjaga kebersihan kandang
merupakan tindakan pencegahan yang diharuskan.
c.
Oesophagostomum sp.(cacing
bungkul)
Cacing bungkul dewasa hidup di
dalam usus besar. Disebut cacing bungkul karena bentuk larva cacing ini dapat
menyebabkan bungkul-bungkul di sepanjang usus besar. Ukuran rata-rata cacing
bungkul dewasa betina antara 13,8 – 19,8 mm dan Jantan antara 11,2 – 14 5 mm.
Gejala klinis yang ditemukan antara lain kambing kurus, napsu makan hilang,
pucat, anemia dan kembung. Tinja berwarna hitam, lunak bercampur lendir atau
darah segar.
d.
Bunostomum sp (cacing
kait)
Lokasi hidup cacing kait adalah di
dalam usus halus kambing dan domba. Panjang caing jantan kira-kira 12 – 17 mm
dan betina kira-kira 19 – 26 mm. Dikenal dengan cacing kait karena pada bagian
ujung depan (kepala) cacing membengkok ke atas sehingga berbentuk seperti kait.
Gejala klinis yang bisa diamati antara lain ternak mengalami anemia, terlihat
kurus, kulit kasar, bulu kusam, napsu makan turun, tubuh lemah. Tinja lunak
dengan warna coklat tua. Perlu diketahui bahwa cacing Bunostomum sp menempel
kuat pada dinding usus. Cacing memakan jaringan tubuh dan darah, sehingga
walaupun jumlah cacing hanya sedikit, namun ternak cepat menunjukkan gejala
klinis yang nyata.
2.3. Cestodosis
Cacing
Moniezea merupakan cacing Cestoda yang sering menyerang kambing. Cacing
ini memiliki panjang tubuh bisa mencapai 600 cm dan lebar 1 – 6 cm. Bentuk
cacing pipih, bersegmen dan berwarna putih kekuningan. Cacing ini jarang
menimbulkan masalah, kecuali jika menyerang anak kambing yang sangat muda dan
dalam jumlah yang besar. Tungau digunakan sebagai inang antara bagi cacing.
2.3.1.
Siklus Hidup
Cacing
pita dewasa hidup dalam usus kambing dan domba akan melepaskan segmen yang
masak bersama tinja, segmen tersebut pecah dan melepaskan telur . Telurtelur cacing
dimakan oleh tungau tanah yang hidup pada akar tumbuhan. Telur-telur dalam
tubuh tungau menetas menjadi larva. Kambing/domba memakan tungau bersamasama akar
tanaman, seingga larva akan tertelan dan tumbuh menjadi dewasa di usus.
2.3.2. Pengobatan
Bisa
diberikan preparat obat, antara lain : albendazole, oxfendazole 5 mg/kg berat
badan, cambendazole 20 – 25 mg/kg berat badan, fenbendazole 5 – 10 mg/kg berat
badan atau mebendazole 13,5 mg/kg berat badan.
BAB
III
KESIMPULAN
Parasit
cacing pada ternak ruminansia dapat menyerang pada semua umur ternak tersebut.
Diantara golongan cacing yang sering menyerang ialah Fasciolosis, Nematodosis,
dan Cestodosis. Perlu pengetahuan mengenai ternak yang diserang oleh parasit
ini. Selain itu upaya pencegahan juga harus diperhatikan agar ternak terhindar
dari parasit-parasit cacing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar