Pengertian dan Sifat Enzim
Menurut Mayrback (1952) dari jerman, enzim adalah senyawa protein yang dapat mengatalisi reaksi-reaksi kimia dalam sel dan jaringan makhluk hidup. Enzim merupakan biokatalisator artinya senyawa organic yang mempercepat reaksi kimia.
Sifat-Sifat Enzim
1. Enzim adalah Protein
Sebagai protein enzim memiliki sifat seperti protein, yaitu sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, seperti suhu, pH, konsentrasi substrat). Jika lingkungannya tidak sesuai, maka enzim akan rusak atau tidak dapat bekerja dengan baik.
2. Bekerja secara khusus/spesifik
Setiap enzim memiliki sisi aktif yang sesuai hanya dengan satu jenis substrat, artinya setiap enzim hanya dapat bekerja pada satu substrat yang cocok dengan sisi aktifnya.
3. Berfungsi sebagai katalis
Meningkatkan kecepatan reaksi kimia tanpa merubah produk yang diharapkan tanpa ikut bereaksi dengan substratnya, dengan demikian energi yang dibutuhkan untuk menguraikan suatu substrat menjadi lebih sedikit.
4. Diperlukan dalam jumlah sedikit
Reaksi enzimatis dalam metabolisme hanya membutuhkan sedikit sekali enzim untuk setiap kali reaksi.
5. Bekerja bolak-balik
Enzim tidak mempengaruhi arah reaksi, sehingga dapat bekerja dua arah (bolak-balik). Artinya enzim dapat menguraikan substrat menjadi senyawa sederhana, dan sebaliknya enzim juga dapat menyusun senyawa-senyawa menjadi senyawa tertentu.
Tata Nama Enzim
Secara umum nama tiap enzim disesuaikan dengan nama substratnya, dengan penambahan 'ase' dibelakangnya. Contoh penamaan enzim sesuai dengan nama substratnya adalah enzim urease karena hanya bekerja terhadap urea sebagai substratnya. Contoh lain adalah enzim laktase pada laktat, amilase pada amilum, lipase pada lemak, dan protease pada protein.
Enzim juga dinamai berdasarkan reaksi yang dikatalis dan ditambah dengan akhiran -ase. Misalnya reaksi oksidasi glukosa maka enzim yang mengkatalisnya dinamai enzim glukosa oksidase. Contoh lain adalah pada reaksi dehidrogenasi maka enzim yang mengkatalisnya disebut enzim dehidrogenase. Dan pada reaksi transfer amino maka dinama enzim amino transferase. Selain penamaan yang sesuai dengan reaksi yang dikatalisisnya, enzim juga dapat dinamai berdasarkan produk yang dihasilkan dari reaksi yang dikatalisis, contohnya pada reaksi asam glutamat untuk membentuk glutamin, nama enzimnya adalah glutamin sintetase.
Selain dari yang disebut dapat juga dinamai sesuai ikatan kimia yaitu enzim peptidase dan esterase. Enzim juga mempunyai penamaan secara trivial contohnya ptialin, tripsin, dan pepsin. Nama-nama enzim secara trivial ini tidak dapat memberikan informasi yang lengkap tentang jenis substrat ataupun reaksi yang dikatalis oleh enzim-enzim tersebut.
Penggolongan Enzim
Golongan I. Oksidoreduktase
Oksidoreduktase melaksanakan reaksi-reaksi khusus yang menghasilkan energi. Enzim-enzim yang termasuk dalam golongan ini dapat dibagi dalam dua bagian yaitu dehidrogenase dan oksidase. Dehidrogenase bekerja pada reaksi –reaksi dehidrogenase, yaitu reaksi pengambilan atom hidrogen dari suatu senyawa (donor). Contoh reaksi dehidrogenase adalah reaksi pembentukan aldehida dari alkohol. Pada reaksi ini enzim yang bekerja adalah alkohol dehidrogenase. Gugus aldehida dan keton dapat bertindak sebagai donor hidrogen, contohnya pada reaksi pembentukan asam gliserat-3-fosfat dan 3-fosfogliseraldehida. Glutamat dehidrogenase adalah contoh enzim yang bekerja terhadap asam glutamat sebagai substrat. Reaksi ini khusus untuk L-asam glutamat.
Enzim-enzim oksidase juga bekerja sebagai katalis pada reaksi pengambilan hidrogen dari suatu substrat. Dalam reaksi ini yang bertindak sebagai akseptor hidrogen ialah oksigen. Contoh reaksi yang menggunakan salah satu enzim oksidase sebagai katalisnya adalah pada reaksi oksidasi glukosa menjadi asam glukonat.
Beberapa contoh lain dari enzim oksidase yang bekerja sebagai katalis adalah xantin oksidase, asam amino oksidase, dan glisin oksidase. Xantin oksidase adalah enzim yang bekerja pada reaksi oksidasi xantin menjadi asam urat. Asam amino oksidase bekerja pada reaksi oksidasi asam-asam amino. Glisin oksidase bekerja pada reaksi oksidasi glisin menjadi asam glioksilat.
Golongan II. Transferase
Transferase adalah kelompok enzim yang sangat besar yang mengkatalisis pemindahan gugusan kimia dari suatu substrat ke yang lain atau pemindahan gugus dari suatu senyawa kepada senyawa lainnya. Tidaka ada pelepasan energi dari substrat dalam hal ini, melainkan pengubahan substrat menjadi senyawa yang kemudian dapat dioksidasi atau digunakan untuk sintesis material sel. Beberapa contoh enzim yang termasuk golongan ini adalah metiltransferase, hidroksimetiltransferase, karboksiltransferase, asiltransferase, dan amino transferase atau transaminase.
Golongan III. Hidrolase
Enzim ini disebut golongan hidrolase karena enzim ini menghidrolisis molekul-molekul besar menjadi komponen-komponen kecil yang dapat digunakan. Enzim yang termasuk dalam kelompok ini bekerja sebagai katalis pada reaksi hidrolisis. Yang termasuk dalam kelompok ini ada tiga. Ketiga jenis hidrolase itu adalah yang memecah ikatan ester, memecah glikosida, dan yang memecah ikatan peptida. Beberapa contoh enzim yang termasuk golongan adalah esterase, lipase, fosfatase, amilase, amino peptidase, karboksi peptidase, pepsin, pepsin, tripsin, dan kimotripsin.
Esterase adalah enzim yang memecah ikatan ester dengan cara hidrolisis. Lipase adalah enzim yang memecah ikatan ester pada lemak hingga menjadi gliserol dan asam lemak. Fosfatase berfungsi untuk memecah ikatan fosfat pada suatu senyawa. Enzim amilase dapat mengubah ikatan-ikatan pada amilum hingga terbentuk maltosa. Enzim amilase ada tiga macam yaitu α amilase yang terdapat pada ludah dan pankreas atau disebut juga endo amilase karena memecah ikatan 1-4 yang terdapat dalam amilum. Yang kedua adalah β amilase yang terdapat pada tumbuhan dan dinamakan ekso amilase. Enzim amilase yang terakhir adalah γ amilase yang terdapat dalam hati dan memecah ikatan 1-4 dan juga 1-6 pada glikogen dan menghasilkan glukosa.
Enzim protease bekerja sebagai katalis dalam reaksi pemecahan molekul protein dengan cara hidrolisis. Enzim tersebut juga dikatakan enzim peptidase karena memecah ikatan pada rantai peptida. Enzim peptidase itu sendiri ada dua macam yaitu endopeptidase dan eksopeptidase. Enzim endopeptidase memecah protein pada bagian-bagian tertentu namun tidak mempengaruhi gugus di ujung molekul. Contoh endopeptidase adalah pepsin. Sedangkan eksopeptidase bekerja terhadap ujung molekul protein. Karboksipeptidase dapat melepaskan asam amino yang memiliki gugus –COOH bebas pada ujung molekul protein, sedangkan amino peptidase dapat melepaskan asam amino pada ujung lain yang memiliki gugus –NH2 bebas.
Golongan IV. Liase
Enzim-enzim golongan ini mempunyai peranan penting dalam reaksi pemisahan suatu gugus dari suatu substrat (bukan cara hidrolisis) atau sebaliknya. Contoh enzim golongan ini antara lain dekarboksilase, aldolase, dan hidratase. Piruvat dekarboksilase adalah enzim yang bekerja pada reaksi dekarboksilasi asam piruvat dan menghasilkan aldehida. Enzim aldolase bekerja pada reaksi pemecahan molekul fruktosa 1,6-difosfat menjadi dua molekul triosa yaitu dihidroksi aseton fosfat dan gliseraldehida-3-fosfat. Adapun enzim fumarat hidratase berperan dalam reaksi penggabungan satu molekul H2O kepada molekul asam fumarat dan asam malat.
Golongan V. Isomerase
Enzim yang termasuk golongan ini bekerja pada reaksi perubahan intramolekuler, misalnya reaksi perubahan senyawa L menjadi senyawa D, senyawa sis menjadi senyawa trans dan lain-lain. Isomerase mengkatalisis proses isomerisasi, yang menghasilkan pemindahan dua atom hidrogen dari gugusan karbon yang berdekatan ke gugus aldehida. Contoh enzim yang termasuk golongan isomerase antara lain ialah ribulosafosfat epimerase dan glukosafosfat isomerase. Enzim ribulosa epimerase merupakan katalis bagi reaksi epimerisasi ribulosa. Dalam reaksi ini ribulosa-5-fosfat diubah menjadi xilulosa-5-fosfat. Di samping itu reaksi isomerisasi glukosa-6-fosfat menjadi fruktosa-6-fosfat dapat berlangsung dengan bantuan enzim glukosa fosfat isomerase.
Golongan VI. Ligase
Ligase mengkatalisis penggabungan dua molekul menjadi satu. Enzim-enzim ini telah diketahui sejak bertahun-tahun sebagai sintetase. Ikatan yang terbentuk dari penggabungan tersebut adalah ikatan C-O, C-S, C-N, atau C-C. Contoh enzim golongan ini antara lain ialah glutamin sintetase yang terdapat dalam otak dan hati yang merupakan katalis dalam reaksi pembentukan glutamin dalam asam glutamat dan piruvat karboksilase yang bekerja dalam reaksi pembentukan asam oksaloasetat dari asam piruvat.
Kinetika enzim
Kinetika enzim adalah hal yang berkaitan dengan seberapa cepat enzim bekerja. Lalu apakah manfaatnya dengan kita mengukur atau menghitung kecepatan suatu molekul kimia yang bahkan kelihatan pun tidak. Dalam perspektif ini perlu diketahui bahwa enzim itu ada banyak jenis dengan kecepatan yang berbeda satu dengan lainnya. Untuk mencapai suatu koordinasi yang selaras dalam harmonisme reaksi kehidupan, suatu enzim harus memiliki kecepatan pada ambang tertentu. Cukup banyak juga kelainan atau penyakit metabolisme yang muncul akibat satu atau beberapa jenis enzim yang menyalahi peraturan mengenai kecepatan reaksi ini.
Sebelum membahas tentang kinetika reaksi enzim yang berkaitan dengan persamaan Michaelis-Menten dan kurva Lineweaver-Burk, terlebih dahulu kita membahas mengenai pembentukan kompleks enzim-substrat.
Kompleks Enzim – Substrat
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa, suatu enzim mempunyai kekhasan yaitu hanya bekerja pada suatu reaksi saja. Untuk dapat bekerja pada suatu zat atau substrat, maka harus ada hubungan atau kontak antara enzim dan substrat.
Enzim memiliki ukuran yang lebih besar dari pada subtract, oleh karna itu tidak seluruh bagian enzimdapat berhubungan dengan substrat. Hubungan antara enzim dan substrat hanya terjadi pada bagian atau tempat tertentu saja. Tempat atau bagian enzim yang dapat mengadakan hubungan atau kontak dengan substrat disebut bagian aktif. Hubungan anatar enzim dengan substrat hanya dapat terjadi jika bagian aktif dari enzim mempunyai ruang atau bentuk yang sesuai dengan betuk substrat sehingga tepat dapat menampung substrat. Apabila substrat mempunyai bentuk atau konformasi lain, maka tidak dapat ditampung dalam sisi aktif enzim tersebut. Inilah yang menjelaskan mengapa tiap enzim mempunyai kekhasan terhadap substrat tertentu.
Hubungan atau kontak antara enzim dengan substrat menyebabkan terjadinya kompleks enzim-substrat. Kompleks ini merupakan kompleks yang aktif, yang bersifat sementara dan akan terurai lagi apabila reaksi yang diinginkan akan terbentuk atau terjadi.
Aktivitas biologis enzim adalah sebagai biokatalis, yang mempermudah perubahan substrat menjadi produk. Dengan demikian, adanya enzim akan mengurangi jumlah substrat dan bersamaan dengan itu menambah kosentrasi produk. Secara sederhana penguraian suatu zat atau substrat oleh suatu enzim dapat digambarkan sebagai berikut :
Keseluruhan reaksi adalah E + S → E + P. dan secara praktis, reaksi ini berarti :
Dalam reaksi ini, jumlah S akan berkurang atau menurun dan bersamaan dengan itu, jumlah P akan naik. Kecepatan perubahan ini di pengaruhi oleh jumlah E. untuk mengukur laju reaksi reaksi tersebut, dapat dilakukan dengan mengukur konsentrasi S atau dengan mengukur konsentrasi kenaikan konsentrasi P.
Persamaan Michaelis-Menten
Persamaan Michaelis-Menten ini menjelaskan bagaimana hubungan konsentrasii substrat dengan laju reaksi. Dalam keadaan sebenarnya, pada makhluk hidup dalam suatu saat tertentu jumlah enzim nisbi tetap, sedangkan jumlah substrat yang diolah berubah-ubah sesuai dengan proses metabolisme. Hubungan antara laju reaksi dan konsentrasi substrat ini sangat penting, karena sebenarnya atas dasar itulah proses metabolisme berjalan dari saat ke saat. Selain itu hubungan antara laju dan konsentrasi substrat ini juga yang menjadi sasaran pengendalian metabolisme. Pengendalian tersebut dapat dilakukan secara buatan dengan menggunakan berbagai senyawa penghambat atau inhibitor dari luar seperti obat, maupun secara alamiah dalam pengendalian laju metabolisme. Untuk membahas hubungan ini secara lebih rinci, kita kembali kepada reaksi umum enzimatis:
Pada saat-saat pertama reaksi, laju reaksi pembentukan ES dari E + S tepat sama dengan proses balik dari pembentukan ES dari E + P, oleh karena itu hanya ada satu konsentrasi ES. Begitu pula dengan laju reaksi penguraian kompleks ES kea rah kiri sama dengan kea rah kanan, hal ini dikarenakan seluruh system berada dalam keadaan seimbang. Dengan demikian, pada saat-saat yang sangat awal trsebut, dapat dinyatakan dalam bentuk persaam berikut :
K1 [E] [S] + k4 [E] [P] = k2 [ES] + k3 [ES]
[E] { k1 [S] + k4 [P] } = [ES] ( k2 + k3 )
Pada saat yang sangat awal, katakanlah milidetik pertama, nilai [P] sangat kecil dibandingkan dengan [S] sehingga dapat di abaikan. Sehingga persamaan tersebut menjadi ;
K1, k2 dan k3 adalah bilangan-bilangan tetap, sehingga k2 + k3 dibagi k1 juga mempunyai nilai tetap dan dapat dinyatakan sebagai Km. oleh karna itu persamaan tersebut dapat di tulis sebagai berikut :
Jika konsentrasi seluruh enzim ataienzim total dinyatakan dalam [E]T ( jumlah konsentrasi enzim dalam seluruh bentuk yang ada). Maka, [E]T = [E]bebas + [ES] atau [E]T = [E] + [ES]. Dengan demikian maka, [E] = [E]T – [ES]. Jika persamaan ini disubstitusikan ke persamaan yang terakhir, maka di peroleh :
Pada laju yang maksimum (V maks), semua enzim sudah terikat dalam bentuk kompleks ES. Sedangkan pada tahap yang sangat awal, reaksi berjalan menurut orde pertama, dimana kecepatan permulaan (v) terjadinya hasil reaksi P sebanding dengan konsentrasi ES. Sehingga perbandingan antara V maks dengan kecepatan permulaan adalah :
Hubungan antara kecepatan atau laju awal dengan konsenstrasi substrat dapat dicari dengan rumus di atas, yaitu :
Persamaan ini dengan jelas memperlihatkan atau menunjukkan hubungan antara perubahan konsentrasi substrat dengan laju reaksi enzimatik. Persamaan ini dikenal dengan nama persamaan Michaelis-Menten. Dan jika di alurkan dalam grafik, akan diperoleh kurva yang berupa suatu hiperbola. Kurva ini secara empiric dengan menggunakan berbagai konsentrasi substrat dan pada setiap konsentrasi di ukur laju reaksinya, hal ini telah diperoleh oleh Henri pada tahun 1902. Ketika Henri mempelajari laju hidrolisis sukrosa pada berbagai konsentrasi substrat dengan menggunakan enzim invertase, diperolehnya suatu kurva hiperbola. Pada percobaan yang dilakukan Henri, yaitu hidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pada konsentrasi sukrosa rendah, kecepatan reaksinya bergantung pada konsentrasi sukrosa, namun pada konsentrasi tinggi, kecepatan reaksinya tidak lagi bergantung pada konsentrasi sukrosa. Jadi, pada konsentrasi tinggi kecepatan reaksi tidak dipengaruh lagi oleh pertambahan konsentarsi. Hal ini menunjukkan bahwa enzim telah jenuh dengan substrat, artinya tidak dapat lagi menampung substrat. Penafsiran yang digunakan untuk menjelaskan hal tersebut adalah pada konsentrasi yang sangat tinggi seluruh bagian aktif enzim telah jenuh diduduki oleh substrat, sehingga pada saat itu laju reaksi berada dalam keadaan maksimum. Untuk menerangkan hal ini, Leonor Michaelis dan Maude Menten pada tahun 1913 mengajukan sebuah hipotesis bahwa dalam reaksi enzim terjadi lebih dahulu kompleks enzim – substrat yang kemudian menghasilkan hasil reaksi dan enzim kembali.
Gambar. Kurva Michaelis-Menten
Parameter pada persamaan Michaelis-Menten
Pada kurva Michaelis-Menten, secara garis besar dapat dibedakan tiga daerah yaitu:
Daerah yang pertama adalah daerah dengan [S]<<<Km. harga [S] sangat kecil sehingga dapat diabaikan terhadap Km, sehingga Km + [S] = Km. secara praktis persamaan Michaelis – Menten akan menjadi :
Oleh karna Vmaks dan Km adalah bilangan tetap, kecepatan reaksi hanya di tentukan oleh konsentrasi S. Dengan kata lain, pada konsentrasi yang sangat rendah kecepatan reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi substrat.
Daerah yang kedua adalah daerah dengan harga [S]>>>Km. disini, sebaliknya nilai Km yang diabaikan terhadap harga S yang sangat besar, atau Km + [S] ~[S].
Jadi, pada konsentrasi yang sangat tinggi yang jauh melampaui nilai Km, penambahan konsentrasi substrat tidak lagi menyebabkan kenaikan laju reaksi. Sehingga pada saat ini, v = V maks. Pada saat ini, seluruh tempat untuk mengikat dan mengolah substrat di molekul enzim sudah diduduki oleh substrat.
Daerah ketiga adalah jika [S]=km.
Makna Km pada persamaan Michaelis-Menten.
Jika v = ½ V, maka akan di peroleh hasil sebagai berikut :
Persamaan diatas memiliki makana bahwa : 2[S] = Km + [S]. dengan kata lain, Km adalah konsentrasi substrat yang menyebabkan laju reaksi (v) sama dengan separuh atau setengah lajui reaksi maksimum (1/2 V maks).
Arti k3 (kkat atau bilangan pergantian).Bagian lain dari persamaan umum darii reaksi enzimatik dan masih berhubungan dengan persamaan michaelis-menten ialah tentang k3 dalam penggal kedua reaksi umum enzimatik, yaitu:
Dalam persamaan tersebut, k3 adalah tetapan laju reaksi penguraian ES menjadi E + P. Reaksi tersebut adalah reaksi orde pertama, Karena hanya dipengaruhi oleh [ES]. Laju reaksi dengan demikian adalah:
v= k3 [ES]
Jika seluruh E sudah terikat dengan S, secara praktis [ES]=[E]T, sehingga pada saat itu laju reaksi dapat ditulis menjadi:
v= k3 [E]T
Akan tetapi, pada saat itu pula kecepatan atau laju reaksi berada dalam nilai yang setinggi-tinggi atau maksimum. Jadi, pada saat itu v=Vmax. Jika keadaan ini diperhitungkan dan dimasukkan dalam persamaan diperoleh:
V= k3 [E]T
Mengingat Vmax adalah bilangan tetap dan khas bagi tiap enzim, sedangkan [E]T diketahui karena sengaja ditambahkan, k3 dapat dihitung yaitu sebagai berikut:
Oleh karena Vmax adalah kecepatan maximum suatu reaksi enzimatik dan dinyatakan dalam banyaknya molekul produk yang terbentuk atau substrat yang diolah secara maksimum, sedangkan [E]T adalah jumlah molekul enzim, maka k3 adalah tetapan laju reaksi juga, yaitu sebagai bilangan yang menyatakan berapa jumlah molekul substrat yang diolah oleh satu molekul enzim.
Persamaan Michaelis-Menten mempunyai penampilan geometris berupa hiperbola. Umumnya suatu hiperbola mempunyai nilai batas atau limit yang tidak dapat dilampaui. Begitu pula pada kurva Michaelis-Menten. Fenomena ini terlihat sebagai laju maksimum V, yang tidak dapat dilampaui berapapun jumlah substrat yang ditambahkan. Keadaan ini disebabkan oleh adanya kejenuhan enzim oleh substrat, sehingga penambahan substrat akan melampaui kapasitas enzim yang ada. Contoh pada biologi, yang pertama yaitu fenomena pengikatan oksigen oleh mioglobin, protein pigmen pengikat oksigen di dalam otot dan yang kedua adalah pada kurva pertumbuhan bakteri.
Pada mioglobin, hubungan antara jumlah oksigen dengan derajat kejenuhan mioglobin terhadap oksigen ternyata menunjukkan kejenuhan. Reaksi pengikatan oksigen oleh mioglobin (Mb) ialah:
Tetapan kesetimbangan reaksi ini ialah:
Kejenuhan akan oksigen Y, dinyatakan sebagai berikut:
Apabila persamaan pertama disubstitusikan ke persamaan kedua, diperoleh persamaan:
Oleh karena berkaitan dengan gas, konsentrasi sebanding dengan tekanan, rumus tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut:
Rumus ini adalah analog dengan rumus Michaelis-Menten, pO2 adalah tekanan parsial oksigen, sedangkan P50 yang analog dengan Km pada persamaan Michaelis-Menten, adalah tekanan parsial oksigen yang menyebabkan kejenuhan Mb terhadap oksigen menjadi 50%.
Kurva pertumbuhan bakteri. Jacques Monod telah mengamati laju pertumbuhan kuman sebagai fungsi dari konsentrasi suatu nutrien yang konsentrasinya menentukan pertumbuhan kuman tersebut dalam medium. Monod memperoleh persamaan berikut:
µ adalah laju pertumbuhan kuman,µm adalah laju pertumbuhan kuman maksimum, adalah konsentrasi substrat yang menentukan pertumbuhan kuman dan Ks adalah tetapan konsentrasi substrat yang menyebabkan laju pertumbuhan tepat separuh laju pertumbuhan maksimum. Baik persamaan kejenuhan mioglobin maupun persamaan Monod untuk pertumbuhan kuman sama-sama menunjukkan kurva hiperbola yang identik dengan persaan Michaelis-Menten.
Modifikasi Persamaan Michaelis-Menten
Untuk mengetahui berbagai identitas spesifik bagi suatu enzim, seperti Km dan V, maka sangat penting adanya modifikasi terhadap persamaan Michaelis-Menten tersebut. Secara tidak langsung modifikasi dari persamaan Michaelis-Menten ini juga diperlukan untuk menghitung bilangan pergantian (kkat atau k3). Akan tetapi, untuk menentukan harga V yang tepat, diperlukan jumlah pengukuran yang banyak sekali, masing-masing dengan konsentrasi substrat yang berbeda. Untuk menyederhanakan pengukuran, cara yang dilakukan salah satunya adalah dengan membalikkan (inversi) persamaan Michaelis-Menten tersebut. Sehingga persamaan Michaelis-Menten berubah menjadi:
Persamaan ini dinamai sebagai persamaan Lineweaver-Burk dan bentuk ini sebenarnya tidak lain adalah persamaan garis lurus biasa dengan bentuk umum y=ax + b. Dalam persamaan Lineweaver-Burk ini, y adalah , x adalah . Lereng atau koefisien arah dari garis, yaitu dan . Dengan bantuan persamaan ini, seperti halnya dalam mencari persamaan suatu garis lurus, secara teoritis hanya diperlukan dua titik, yaitu titik (y1,x1) dan (y2,x2).
Gambar. Kurva Lineweaver-Burk
Dalam pengukuran, dapat dilakukan dengan pengukuran laju reaksi dari dua konsentrasi substrat yang berbeda. Akan tetapi, untuk ketelitian, biasanya dilakukan pengukuran laju reaksi atas lebih dari dua konsentrasi substrat. Hasilnya, akan didapat garis lurus yang memotong sumbu tegak ( ) pada koordinat (0, ) dan sumbu datar ( ) pada koordinat ( ,0), seperti pada gambar persamaan diatas. Dengan cara yang cukup sederhana ini, kedua identitas enzim yang sangat penting ini segera dapat ditentukan.
Pengertian inhibitor
Hambatan atau inhibisi pada suatu reaksi yang menggunakan enzim sebagai katalis dapat terjadi apabila penggabungan substrat pada bagian aktif enzim mengalami hambatan. Molekul atau ion yang dapat menghambat reaksi tersebut dinamakan inhibitor.
Macam-macam inhibitor
Inhibisi aktivitas enzimatik oleh molekul kecil spesifik atau ion tertentu sangatlah penting, karena peristiwa ini merupakan cara pengendalian utama dalam berbagai sistem biologis. Lagi pula, banyak obat dan bahan beracun yang bekerja dengan cara inhibisi enszim. Lebih jauh lagi, peristiwa inhibisi dapat merupakan sumber untuk mempelajari mekanisme kerja enzim : residu, yang sangat berperan dalam proses katalis, kerap kali dapat dikenali dengan menggunakan inhibitor spesifik.
Macam-macam inhibitor pada enzim antara lain :
Inhibitor reversibel
suatu senyawa dapat terikat dan kemudian dpt lepas kembali, ditandai dengan disosiasi kompleks enzim-inhibitor yang sangat cepat.
Reversible inhibitor ini dpt dibagi :
Competitive (bersaing)
Inhibitor kompetitif adalah molekul penghambat yang bersaing dengan substrat untuk mendapatkan sisi aktif enzim. Contohnya, sianida bersaing dengan oksigen untuk mendapatkan hemoglobin dalam rantai respirasi terakhir. Penghambatan inhibitor kompetitif bersifat sementara dan dapat diatasi dengan cara menambah konsentrasi substrat.
Enzim dapat mengikat substrat (membentuk kompleks ES) atau inhibitor (membentuk kompleks EI) tetapi tidak dapat mengikat keduanya secara serentak (membentuk kompleks ESI).
Persamaan reaksinya :
Banyak inhibitor kompetitif menyerupai substrat dan mengikat situs aktif enzim. Akibatnya, substrat tidak dapat berikatan dengan situs aktif yang sama. Suatu inhibitor kompetitif mengurangi kecepatan katalis dengan cara mengurangi jumlah molekul enzim yang mengikat substrat. Suatu contoh klasik inhibisi kompetitif ialah pengaruh malonat terhadap enzim suksinat dehidrogenase, suatu ensim yang menyingkirkan dua atom hidrogen dari suksinat.berbeda dengan suksinat, malonat hanya mempunyai 1 gugus metilen. Tidak jarang suatu enzim dihambat secara kompetitif oleh produknya sendiri karena kemiripan struktur produk tersebut dengan substrat. Inhibisi kompetitif dapat diatasi dengan meningkatkan konsentrasi substrat.
Inhibitor yang menyebabkan hambatan bersaing disebut inhibitor bersaing. Asam malonat, oksalat dan oksaloasetat dapat menghambat kerja enzim suksinat dehidrogenase dalam reaksi dehidrogenasi asam suksinat.
Asam malonat, oksalat dan oksaloasetat mempunyai struktur yang mirip dengan rumus asam suksinat.
Inhibitor bersaing menghalangi terbentuknya kompleks ES dengan cara membentuk kompleks EI. Berbeda dengan kompleks ES, kompleks EI tidak dapat membentuk hasil P.
Dengan demikian adanya inhibitor bersaing dapat mengurangi peluang bagi terbentuknya kompleks ES dan hal ini menyebabkan berkurangnya kecepatan reaksi.
Pengaruh inhibitor bersaing ini tidak tergantung pada konsentrasi inhibitor semata, tetapi juga pada konsentrasi substrat. Pengaruh inhibitor dapat dihilangkan dengan cara menambah substrat dalam konsentrasi besar. Pada konsentrasi substrat yang sangat besar, peluang terbentuknyang kompleks ES juga makin besar. Kecepatan reaksi maksimum (Vmaks) dapat tercapai pada konsentrasi substrat yang besar.
(Gambar 8-9. Plot Lineweaver-Burk untuk inhibisi kompetitif. Perhatikan hilangnya inhibisi secara total pada [S] yang tinggi (yi. 1/[S] yang rendah.)
Inhibitor kompetitif dapat diatasi dengan meningkatkan konsentrasi substrat. Struktur inhibitor kompetitif klasik cenderung mirip dengan struktur substrat. Inhibitor kompetitif bekerja dengan menurunkan jumlah molekul enzim bebas yang tersedia untuk mengikat substrat, yi, untuk membentuk ES dan akhirnya menghasilkan produk.
non-competitive (tidak bersaing)
Inhibitor nonkompetitif adalah molekul penghambat enzim yang bekerja dengan cara melekatkan diri pada luar sisi aktif enzim. Sehingga, bentuk enzim berubah dan sisi aktif enzim tidak dapat berfungsi. Hal ini menyebabkan substrat tidak dapat masuk ke sisi aktif enzim. Penghambatan inhibitor nonkompetitif bersifat tetap dan tidak dapat dipengaruhi oleh konsentrasi substrat.
Inhibitor ini biasanya berupa senyawa kimia yang tidak mirip dengan substrat dan berikatan pada sisi selain sisi aktif enzim. Ikatan ini menyebabkan perubahan bentuk enzim sehingga sisi aktif enzim tidak sesuai lagi dengan substratnya. Contohnya antibiotik penisilin menghambat kerja enzim penyusun dinding sel bakteri. Inhibitor ini bersifat reversible tetapi tidak dapat dihilangkan dengan menambahkan konsentrasi substrat.
Gambar 3.4. A Kerja enzim seperti gembok-anak kunci B. Inhibitor kompetitif dan non kompetitif
(Campbell, 2006)
Enzim dapat mengikat substrat dan inhibitor secara serentak. Ini berarti situs pengikatan keduanya berbeda. Suatu inhibitor nonkompetitif bekerja dengan cara menurunkan bilangan pergantian dan bukannya dengan mengurangi enzim yang dapat mengikat substrat. Berlawanan dengan inhibisi kompetitif , inhibisi nonkompetitif tidak dapat diatasi dengan meningkatkan konsentrasi substrat. Suatu pola yang lebih rumit, yaitu inhibisi campuran, terjadi bila suatu inhibitor mempengaruhi pengikatan substrat dan mengubah bilangan pergantian enzim.
Hambatan tidak bersaing ini (noncompetitive inhibitor) tidak dipengarhui oleh besarnnya konsentrasi substrat dan inhibitor yang melakukannya disebut inhibitor tidak bersaing. Dalam hal ini inhibitor dapat bergabung dengan enzim pada suatu bagian enzim di luar bagian aktif. Penggabungan antara inhibitor dengan enzim ini terjadi pada enzim bebas, atau pada enzim yang telah mengkikat substrat yaitu kompleks enzim-substrat.
Penggabungan inhibitor dengan enzim bebas menghasilkan kompleks EI, sedangkan dengan kompleks ES menghasilkan kompleks ESI. Baik kompleks EI maupun ESI bersifat inaktif. Ini berarti bahwa kedua kompleks yersbut tidak dapat menghasilkan hasil reaksi yang diharapkan. Hambatan tidak bersaing ini dapat pula diketahui dati grafik yang menggambarkan hubungan V dengan (S), atau hubugan antara 1/V dengan 1/(S).
Pengikatan inhibitor tidak mempengaruhi pengikatan substrat. Inhibitor nonkompetetif sederhana menurunkan Vmax, tetapi tidak mempengaruhi Km. Inhibitor nonkompetitif yang lebih kompleks terjadi jika pengikatan inhibitor memang mempengaruhi afinitas (yang tampak) enzim terhadap substrat.
un-competitive (campuran)
Inhibisis jenis ini mirip dengan inhibisi non-kompetitif, kecuali kompleks EIS memiliki aktivitas enzimatik residual.
Inhibitor irreversibel
Inhibisi enzim dapat berlangsung secara reversibel ataupun ireversibel. Suatu inhibitor ireversibel berdisosiasi sangat lambat dari ikatannya dengan enzim sasaran, karena ikatannya yang sangat erat dengan enzim tersebut, baik secara kovalen maupun bukan kovalen. Gas saraf, yang bekerja terhadap asetilkolinerase, enzim yang prnting sekali dalam mengantarkan impuls saraf, merupakan contoh inhibisi ireversibel. Diisopropilfosfofluoridat (DIPF), salah satu gas saraf, bereaksi dengan suatu residu serin yang berperan penting dalam proses katalis dan yang terdapat di situs enzim, membentuk senyawa diisopropilfosforil-enzim yang tidak aktif. Senyawa pengaekil, misalnya iodoasetamida, secara ireversibel menghambat aktivitas katalitik sejumlah enzim dengan cara modifikasi sistein dan rantai samping lain.
Seperti yang telah dijekasan sebelumnya, baik hambatan bersaing maupun tidak bersaing adalah hambatan yang bersifat reversibel. Kedua macam hambatan terbut dapat dirumuskan secara kualitatif oleh Michelis – Menten atau Lineweaver - Burk dengan asumsi bahwa penggabungan antar enzim inhibitor bersifat reversibel. Apabila penggabungan antar enzim inhibitor bersifat irrreversibel maka pendekatan Michelis – Menten tidak dapat dilakukan. Hambatan tidak reversibel ini dapat terjadi karena inhibitor bereaksi tidak dapat reversibel dengan bagian tertentu pada enzim, sehingga mengakibatkan berubahnya enzim tersebut. Sebagai contoh inhibitor dengan hal ini ialah molekul iodoase-tamida yang dapat bereaksi dengan gugus -SH suatu enzim tertentu.
Reaksi ini berlangsung tidak reversibel sehingga menghasilkan produk reaksi dengan sempurna, inhibitor lain ialah diisoporipil fosfofluoridat. Inhibitor ini termasuk senyawa fosfor organik yang bersifat racun dan berfungsi pada sistem syaraf pusat.
Dengan terbentuknya ester ini maka enzim ini tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga dapat mengganggu kerja sel syaraf pusat. Ester yang terbentuk bersifat stabil dan tidak mudah terhidrolisis. Dengan demikian hambatan yang diakibatkan oleh diisopropilfosfofluoridat ini merupakan hambatan tidak reversibel.
Persamaan Michaelis menten setelah adanya inhibitor
Misalkan suatu enzim menunjukkan kinetika Michaelis-Menten. Pengukuran laju katalis pada berbagai konsentrasi substrat dan inhibitor berguna untuk membedakan inhibisi kompetitif dan nonkompetitif. Pada inhibisi kompetitif, titik potong alur 1/V lawan 1/[S] pada sumbu tegak sama, baik dengan inhibitor maupun tanpa inhibitor. Hanya kemiringan garis alur yang berbeda. Ini berarti Vmaks tidak berubah dengan adanya inhibitor kompetitif. Tanga dari suatu inhibisi kompetitif ialah bahwa ia dapat diatasi dengan substrat dalam konsentrasi yang cukup tinggi. Pada konsentrasi substrat yang cukup tinggi, dapat dikatakan seluruh situs aktif diisi oleh substrat dan enzimpun dalam keadaan siap bekerja secara maksimum. Peningkatan kemiringan garis alur 1/V lawan 1/[S] tersebut menunjukkan kekuatan ikatan inhibitor kompetitif. Bila ada suatu inhibitor kompetitif, persamaan diganti menjadi :
[I] adalah konsentrasi inhibitor dan Ki adalah tetapan disosiasi kompleks enzim-inhibitor
E + I ↔ EI
Dengan kata lain, dengan adanya inhibitor kompetitif kemiringan garis bertambah sebesar (1+[I]/Ki). Misalkan suatu enzim mempunyai KM sebesar 10-4M. Bila tidak ada inhibitor, V = Vmaks/2 bila [S] = 10-4 M. Bila ada suatu inhibitor kompetitif sebanyak 2 x 10-3 M yang terikat ke enzim dengan Ki sebesar 10-3 M, maka KM yang tampak dalam keadaan tersebut ialah 3 x 10-4 M. Bila nilai ini di masukkan ke dalam persamaan akan diperoleh V = Vmaks/4.
Dalam inhibisi nonkompetitif, Vmaks berkurang menjadi VImaks srhingga titik potong dengan sumbu tegak bergeser ke atas. Kemiringan yang baru, yaitu KM/ VImaks bertambah dengan faktor yang sama. Sebaliknya, KM tidak berubah dengan penghambatan seperti ini. Inhibisi nonkompetitif tidak dapat diatasi dengan meningkatkan konsentrasi substrat. Kecepatan maksimum bila ada inhibitor nonkompetitif, VImaks , ialah
KONSENTRASI SUBSRAT DAN ENZIM
Konsentrasi enzim berbanding lurus dengan efektivitas kerja enzim. Semakin tinggi konsentrasi maka kerja enzim akan semakin baik dan cepat. Seperti pada katalis lain, kecepatan suatu reaksi yang menggunakan enzim tergantung pada konsentrasi enzim tersebut. Pada konsentrasi substrat tertentu, kecepatan reaksi bertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim. Semakin tinggi konsentrasi enzim maka kerja waktu yang dibutuhkan untuk suatu reaksi semakin cepat, sedangkan kecepatan reaksi dalam keadaan konstan. Semakin tinggi konsentrasi substrat, semakin cepat kerja enzim, tapi jika kerja enzim telah mencapai titik maksimal, maka kerja enzim berikutnya akan konstans dimana keadaan tersebut disebut keadaan jenuh. Jika enzim terlalu sedikit dan substrat terlalu banyak reaksi akan berjalan lambat bahkan ada substrat yang tidak terkatalisasi .
Hasil eksperimen menunjukkan bahwa dengan konsentrasi enzim yang tetap, maka pertambahan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepatan reaksi.
Untuk dapat terjadi kompleks enzim substrat, diperlukan adanya kontak antara enzim dengan substrat. Kontak ini terjadi pada suatu tempat atau bagian enzim yang disebut bagian aktif.
Pada konsentrasi substrat rendah, bagian aktif enzim ini hanya menampung sedikit substrat. Bila konsentrasi substrat diperbesar, makin banyak substrat yang dapat berhubungan dengan enzim pada bagian aktif tersebut. Dengan demikian, konsentrasi kompleks enzim substrat makin besar dan hal ini menyebabkan makin besarnya kecepatan reaksi. Namun dalam keadaan ini, bertambah besarnya konsentrasi susbstrat tidak menyebabkan bertambah besarnya konsentrasi kompleks enzim substrat, sehingga jumlah hasil reaksinya pun tidak bertambah besar.
SUHU
Karena enzim tersusun dari protein, maka enzim sangat peka terhadap suhu. Pada suhu rendah reaksi enzim berlangsung lambat, sedangkan pada suhu yang lebih tinggi reaksinya berlangsung lebih cepat. Akan tetapi suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan denaturasi protein. Apabila terjadi proses denaturasi, maka bagian aktif enzim akan terganggu dan dengan demikian konsentrasi efektif enzim menjadi berkurang dan kecepatan reaksinya pun akan menurun. Bagaimanapun energi panas dapat meningkatkan energi kinetik dari enzim ke titik dimana energi pelindung dapat mengganggu interaksi non-kovalen yang berfungsi mengatur struktur tiga dimensi dari enzim. Cincin polipeptida kemudian mulai terbuka atau terdenaturasi, yang disertai dengan pengurangan kecepatan dari aktivitas katalisis. Namun kenaikan suhu sebelum terjadinya proses denaturasi dapat menaikkan kecepatan reaksi.
Reaksi yang dikatalisis oleh enzim akan meningkat seiring dengan kenaikan suhu 0 - 35 derajad celcius. Secara umum kenaikan 10°C maka kecepatan reaksi menjadi dua kali lipatnya dalam batas suhu yang wajar. Suhu ideal kerja enzim adalah 30 – 40 °C, dengan suhu optimum 36°C. Faktor yang menyebabkan peningkatan kecepatan ini adalah koefisien suhu atau Q10*. Dibawah atau diatas suhu tersebut kerja enzim lemah bahkan mengalami kerusakan. Enzim akan menggumpal (denaturasi) dan hilang kemampuan katalisisnya jika dipanaskan, dimana denaturasi itu terjadi karena energi kinetik enzim melampui rintangan energi untuk memutuskan ikatan hidrogen dan hidrofobik yang lemah, yang mempertahankan struktur skunder – tersiernya.
Pada umumnya temperatur optimum enzim adalah 30 – 400°C. Kebanyakan enzim tidak menunjukkan reaksi jika suhu turun sampai 0°C , namun enzim tidak rusak, bila suhu normal maka enzim akan aktif kembali karena enzim tahan pada suhu rendah, namun rusak diatas suhu 500c. Tiap kenaikan suhu 10 derajat C, kecepatan reaksi menjadi dua kali lipat dalam batas suhu yang wajar. Hal tersebut juga berlaku pada enzim. Panas yang ditimbulkan akibat kenaikan suhu dapat mempercepat reaksi sehingga kecepatan molekul meningkat. Hasilnya adalah frekuensi dan daya tumbukan molekuler juga meningkat.
Sebagian besar enzim mempunyai suhu optimum yang sama dengan suhu normal sel organisme tersebut. . Enzim pada umumnya stabil pada temperatur 45-55°C.
Suhu optimum enzim pada hewan poikilotermik di daerah dingin biasanya lebih rendah daripada enzim pada hewan homeotermik. Contohnya, suhu optimum enzim pada manusia adalah 37 derajat celcius, sedangkan pada katak adalah 25 Derajat Celcius. Untuk hewan misalnya, batas tertinggi suhu adalah 40ºC. Bila suhu di atas 40ºC, enzim tersebut akan menjadi rusak. Sedangkan untuk tumbuhan batas tertinggi suhunya adalah 25ºC. Sebaliknya, enzim pada mikroorganisme termofilik yang berada pada sumber mata air panas guung merapi, atau pada lubang hidrotermal bawah laut dapat stabil pada suhu 100°C. Akibat kenaikan suhu dalam batas tidak wajar, terjadi perubahan struktur enzim (denaturasi). Enzim yang terdenaturasi akan kehilangan kemampuan katalisnya. Sebagian besar enzim mengalami denaturasi yang tidak dapat balik pada suhu 55-65 Derajat C. Enzim yang secara fisik telah rusak biasanya tidak dapat diperbaiki lagi. Hal tersebut merupakan salah satu alasan bahwa enzim lebih aman dimakan pada makanan yang sudah dimasak.Khususnya daging dan telur daripada makanan mentah.
Pengontrolan panas terhadap susu dan makanan dengan bahan susu lainya secara dramatis mengurangi penyebaran penyakit seperti TBC. Pada suhu kurang dari suhu optimum, aktivitas enzim mengalami penurunan. Enzim masih beraktivitas pada suhu kurang dari 0 derajat C dan aktivitasnya hampir terhenti pada suhu 196 derajat C.
DERAJAT KEASAMAN (pH)
Seperti protein pada umumnya, struktur ion enzim tergantung pada pH lingkungannya. Enzim dapat berbentuk ion positif, ion negatif, atau ion bermuatan ganda. Dengan demikian perubahan pH lingkungan akan berpengaruh terhadap efektivitas bagian aktif enzim dalam membentuk kompleks enzim substrat. Disamping pengaruh terhadap struktur ion pada enzim, pH rendah, atau pH tinggi dapat pula menyebabkan terjadinya proses denaturasi dan ini akan mengakibatkan menurunnya aktifitas enzim. Terdapat suatu nilai pH tertentu atau daerah pH yang dapat menyebabkan kecepatan reaksi paling tinggi. pH tersebut dinamakan pH optimum.Pengaruh pH terhadap kerja enzim dapat terdeteksi karena enzim terdiri atas protein. Jumlah muatan positif dan negative yang terkandung didalam molekul protein serta bentuk permukaan protein sebagian ditentukan oleh pH. Perubahan pH dapat mempengaruhi perubahan asam amino kunci pada sisi aktif enzim sehingga menghalangi sisi aktif berkombinasi dengan substratnya. pH optimum yang diperlukan berbeda – beda tergantung jenis enzimnya
Enzim
Sumber
Substrat
pH optimum
Sukrase
Amilase
Lipase
Pepsin
Tripsin
Usus halus
Salipa pankreas
Pankreas
Lambung
pankreas
Sukrosa
Amilum
Etil-burtirat
Albumin
kasein
6,2
5,6-7,2
7,0
1,5-2,5
8-11
Seluruh enzim peka terhadap perubahan derajat keasaman (pH). Pengaruh pH terhadap suatu enzim bervariasi tergantung jenisnya. Ada enzim yang bekerja secara optimal pada kondisi asam. Ada juga yang bekerja secara optimal pada kondisi basa.Enzim menjadi nonaktif bila diperlakukan pada asam atau basa yang sangat kuat. Sebagian besar enzim dapat bekerja paling efektif pada kisaran pH lingkungan yang agak sempit. Diluar pH optimum tersebut, kenaikan atau penurunan pH menyebabkan penurunan aktivitas enzim dengan cepat. Misalnya, enzim pencerna dilambung mempunyai pH optimum 2 sehingga hanya dapat bekerja pada kondisi sangat asam. Sebaliknya, enzim pencerna protein yang dihasilkan pankreas mempunyai pH Optimum 8,5 . Kebanyakan enzim intrasel mempunyai pH optimum sekitar 7,0 (netral). Kecuali misalnya enzim pepsin di dalam perut bertindak balas paling cekap pada pH 2, sementara enzim tripsin di dalam usus kecil bertindak paling baik pada pH 8.
INHIBITOR ATAU AKTIFATOR
Aktivator merupakan molekul yang mempermudah ikatan antara enzim dengan substratnya, misalnya ion klorida yang bekerja pada enzim amilase. Inhibitor merupakan suatu molekul yang menghambat ikatan enzim dengan substratnya. Inhibitor akan berikatan dengan enzim membentuk kompleks enzim-inhibitor.
Enzim dapat dihambat sementara atau tetap oleh inhibitor berupa zat kimia tertentu. Zat kimia tersebut merupakan senyawa selain substrat yang biasa terikat pada sisi aktif enzim (substrat normal) sehingga antara substrat dan inhibitor terjadi persaingan untuk mendapatkan sisi aktif . Persaingan tersebut terjadi karena inhibitor biasanya mempunyai kemiripan kimiawi dengan substrat normal. Pada konsentrasi Substrat yang rendah akan terlihat dampak inhibitor terhadap laju reaksi, kondisi tersebut berbalik bila konsentrasi substrat naik.
Seringkali enzim dihambat leh suatu zat yang disebut inhibitor, ada dua jenis inhibitor yaitu sebagai berikut:
Inhibitor kompetitif.
Inhibitor kompetitif adalah inhibitor yang kerjanya bersaing dengan substrat untuk mendapatkan sisi aktif enzim. Pada penghambatan ini zat – zat penghambat mempunyai struktur yang mirip dengan struktur substrat. Dengan demikian baik substrat maupun zat penghambat berkompetisi atau bersaing untuk bersatu dengan sisi aktif enzim , jka zat penghambat lebih dulu berikatan dengan sisi aktif enzim , maka substratnya tidak dapat lagi berikatan dengan sisi aktif enzim. Inhibitor kompetitif menghambat kerja enzim dengan cara menempati sisi aktif enzim sehingga substrat tidak dapat berikatan dengan enzim. Inihibitor ini dapat dihilangkan dengan penambahan konsentrasi sustrat.
Inhibitor non kompetitif
Adalah inhibitor yang melekat pada tempat selain sisi aktif sehingga bentuk enzim berubah dan substrat tidak dapat melekat pada enzim
Pada penghambatan ini, substrat sudah tidak dapat berikatan dengan kompleks enzim- inhibitor, karena sisi aktif enzim berubah. inhibitor non-kompettif bekerja dengan cara menempati bagian lain dari permukaan enzim sehingga dapat mengubah sisi aktifnya. Inhibitor ini dapat dihilangkan dengan penambahankonsentrasi substrat.
Enzim dapat dihambat sementara atau tetap oleh inhibitor berupa zat kimia tertentu. Zat kimia tersebut merupakan senyawa selain substrat yang biasa terikat pada sisi aktif enzim (substrat normal) sehingga antara substrat dan inhibitor terjadi persaingan untuk mendapatkan sisi aktif . Persaingan tersebut terjadi karena inhibitor biasanya mempunyai kemiripan kimiawi dengan substrat normal. Pada konsentrasi Substrat yang rendah akan terlihat dampak inhibitor terhadap laju reaksi, kondisi tersebut berbalik bila konsentrasi substrat naik.
Jenis hormone
Steroid
Hormon steroid berasal dari kolesterol, yang disintesis di jaringan dari asetil KoA, diekstraksi dari simpanan kolesterol ester intrasel, atau diserap oleh sel dalam bentuk lipoprotein yang mengandung kolesterol yang diinternalisasi melalui proses yang diperantarai oleh reseptor membrane plasma. Yang termasuk hormone steroid adalah androgen, estrogen, dan adrenokortikoid. Hormon androgen dan estrogen termasuk hormone seks, sedangkan adrenokortikoid termasuk hormon yang diproduksi oleh kelenjar adrenal. Secara umum, glukokortikoid dan progestin mengandung 21 karbon, androgen mengandung 19 karbon, dan estrogen mengandung 18 karbon. Komplemen spesifik enzim yang terdapat dalam sel suatu organ menentukan hormone apa yang dapat disintesis oleh organ bersangkutan.
Androgen
Androgen adalah hormon seks yang biasanya diproduksi hanya oleh testis pria, namun juga diproduksi dalam jumlah kecil oleh rahim wanita dan kelenjar adrenalin yang terdapat pada pria dan wanita. Androgen membantu memulai perkembangan testis dan penis pada janin laki-laki. Mereka memulai proses pubertas dan mempengaruhi pertumbuhan rambut pada wajah, tubuh, dan alat kelamin, mendalamkan suara, pertumbuhan otot, karakteristik seks kedua pria. Setelah pubertas, hormon androgen - khususnya testosteron - memainkan peran dalam pengaturan gairah seks. Biosintesis androgen adrenal berjalan dari pemutusan rantai sisi 2-karbon pada 17 hidroksipregnenolon untuk membentuk androgen adrenal 19-karbon yaitu dehidroepiandrosteron (DHEA) dan turunan bersulfatnya (DHEAS) di zona retikularis korteks adrenal. Persentase senyawa ini yang merupakan androgen lemah, terhadap produksi steroid total oeh korteks adrenal normal cukup bermakna.
Secara biologis, androgen paling poten yang terdapat di dalam darah adalah testosterone. Sekitar 50% testosterone dalam darah seorang wanita normal dibentuk sama banyaknya di ovarium dan korteks adrenal. Separuh sisanya berasal dari adrostenedion ovarium dan adrenal yang setelah disekresikan ke dalam darah diubah menjadi testosterone di jaringan adipose, otot, hati, dan kulit. Korteks adrenal, di pihak lain, adalah sumber utama androgen yang ealtif lemah yaitu dehidroepiandosteron (DHEA).
Sintesis Testosteron
Luteinizing Hormone (LH) dari hipofisis anterior merangsang testis manusia untuk membentuk testosterone dan androgen lain. Dalam banyak hal, jalur yang menghasilkan androgen di testis serupa dengan yang terdapat di korteks adrenal. Di testis manusia, jalur perdominan yang menghasilkan testosterone adalah melalui pregnenolon ke 17-hidroksipregnenolon ke DHEA, kemudian dari DHEA ke androstenedion ke testosterone. Seperti untuk semua steroid, reaksi penentu kecepatan pembentukan testosterone adalah konversi kolesterol menjadi pregnenolon. LH mengontrol kecepatan pemutusan rantai sisi kolesterol di karbon 21 untuk membentuk pregnenolon, sehingga mengatur kecepatan sintesis estosteron. Di sel sasaran, ikatan rangkap pada cincin A testosterone mengalami reduksi sehingga terbentuk hormone aktif yaitu dehidrotestosteron (DHT).
Estrogen
wanita. Walaupun terdapat baik dalam tubuh pria maupun wanita, kandungannya jauh lebih tinggi dalam tubuh wanita usia subur. Hormon ini menyebabkan perkembangan dan mempertahankan tanda-tanda kelamin
sekunder pada wanita, seperti payudara, dan juga terlibat dalam penebalan endometrium maupun dalam pengaturan siklus haid. Pada saat menopause, estrogen mulai berkurang sehingga dapat menimbulkan beberapa efek, di antaranya hot flash, berkeringat pada waktu tidur, dan kecemasan yang berlebihan.
Pembentukan estrogen, progestin (senyawa yang berikatan dengan progesterone), dan androgen oleh ovarium memerlukan aktivitas enzim oksidatif family sitokrom P450 yang digunakan untuk membentuk hormone steroid lain. Estrogen ovarium adalah steroid C18 dengan sebuah gugus hidroksil fenolat di C3 dan sebuah gugus hidroksil (estradiol) atau gugus keton (estron) di C17. Walupun kompartemen utama ovarium yang menghasilkan steroid (sel granulosa, sel teka, sel stroma, dan sel korpu luteum) memiliki semua system enzim yang diperlukan untuk sintesis berbagai steroid, namun sel granula mensekresi terutama estrogen, sel teka dan stroma terutama mensekresi androgen, dan sel korpus luteum mensekresikan terutama progesterone.
Sel granulosa ovarium, sebagai respon terhadap stimulasi oleh follicle-stimulating hormone (FSH) dari hipofisis anterior dan melalui aktivitas katalitik P450 aromatase, mengubah testosterone menjadi estradiol, estrogen ovarium yang paling predominan dan poten. Demikian juga,androstenedion diubah menjadi estron di ovarium, walaupun tempat utama pembentukan estron dari androstenedion terjadi di jaringan ektraovarium, terutama otot rangka dari jaringan diposa.
Adrenokortikoid
Hormon-hormon ini diproduksi pada kelenjar adrenal. Binatang yang telah diambil kelenjar adrenal hanya dapat bertahan hidup satu sampai dua minggu dan hal ini disebabkan oleh tidak adanya jaringan adrenokortikal. Beberapa orang ahli kimia, yaitu Rendall, Reichstein dan Wintersteiner telah berhasil mengisolasi 28 macam steroid dari adrenal korteks. Senyawa-senyawa tersebut dapat dibagi dalam 2 golongan, yaitu mineralokortikoid yang terutama bekerja pada metabolisme elektrolit atau mineral dan glukokortikoid yang mempunyai pengaruh terhadap metabolism karbohidrat.
Mineralokortikoid
Mineralokortikoid yang mempengaruhi pengaturan elektrolit dan keseimbangan air.
Glukokortikoid
Sedikitnya 95% aktivitas glukokortikoid dari sekresi adrenokortikal merupakan hasil dari sekresi kortisol, yang dikenal juga sebagai hidrokortisol. Namun, sejumlah kecil aktivitas glukokortikoid yang cukup penting diatur oleh kortikosteron.
Hormon glukokortikoid mempunyai mekanisme kerja seluler sebagai berikut:
1) hormon masuk ke dalam sel melalui membran sel,
2) hormon berikatan dengan reseptor protein di dalam sitoplasma,
3) kompleks hormon-reseptor kemudian berinteraksi dengna urutan DNA pengatur spesifik, yang disebut elemen respons glukokortikoid, untuk membangkitkan atau menekan transkripsi gen,
4) glukokortikoid akan meningkatkan atau menurunkan transkripsi banyak gen untuk mempengaruhi sintesis mRNA utnuk protein yang memperantarai berbagai pengaruh fisiologis.
Regulasi kortisol dipengaruhi oleh hormon ACTH yang disekresi oleh hipofisis. ACTH ini merangsang sekresi kortisol. Sedangkan sekresi ACTH sendiri diatur oleh CRF/CRH (Corticotropin Releasing Factor/Hormone) dari hipotalamus. ACTH ini mengaktifkan sel adrenokortikal untuk memproduksi steroid melalui peningkatan siklik adenosin monofosfat (cAMP). Kortisol ini apabila berlebih mempunyai umpan balik negatif terhadap sekresi ACTH dan CRF yang masing-masing mengarah pada hipofisis dan hipotalamus agar sekresi CRF, ACTH, dan kortisol kembali menjadi normal. Berlawanan dengan aldosteron, kortisol pada keadaan tertentu dapat menyebabkan retensi Na+ dan meningkatkan ekskresi K+, tetapi efek ini jauh lebih kecil daripada aldosteron. Hal ini disebabkan karena kortisol dapat menambah kecepatan filtrasi glomeruli; selain itu kortisol juga dapat meningkatkan sekresi tubuli ginjal.
Sintesis hormone steroid
Derivat Asam Amino
Hormon yang termasuk ke dalam golongan derivat asam amino tirosin; ada 2 kelompok hormon yang merupakan derivat asam amino tirosin yaitu tiroksin dan epinefrin.
TIROKSIN
Hormon tiroksin adalah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid, kelenjar ini terdapat pada bagian depan dari leher (tepatnya di bagian depan trachea). Kelenjar tiroid (Gambar dibawah) berbentuk seperti kupu-kupu dengan dua bagian yang berkedudukan lateral dan dikenal dengan nama LOBE, yang dihubungkan dengan pita pendek yang disebut ISTHMUS.
Fungsi dari Kelenjar tiroid adalah untuk pengambilan Iodium, di mana iodium terdapat pada banyak makanan, yang dikonversikan dalam bentuk hormon tirroid, seperti Thyroxine (T-4) dan Triiodothyronine (T-3) dapat dilihat pada Gambar dibawah ini. Satu-satunya sel dalam tubuh adalah sel tiroid yang dapat mengabsorpsi iodium. Di dalam sel inilah iodium dikombinasikan dengan asam amino Tyrosin membentuk T-3 atau T-4. Triiodothyronine dan T-4 kemudian dilepaskan dan masuk ke aliran darah, kemudian di bawa ke luar kelenjar untuk mengontrol proses metabolisme (konversi oksigen dan kalori menjadi energi). Tiap sel dalam tubuh sangat tergantung pada keberadaan hormon tiroid terhadap pengaturan proses metabolismenya.
Normal kelenjar tiroid menghasilkan 80 % T-4 dan 20 % T-3, di mana, kekuatan kerja dari hormon T-3 adalah 4 kali dari hormon T-4. Secara kimiawi hormon Tiroid merupakan derivat dari asam amino Tirosin yang membentuk ikatan kovalen dengan iodium, yaitu:
Thyroxine (dikenal dengan nama T-4 atau L-3,5,3',5'-tetraiodothyronine)
Triodothyronine (T-3 atau L-3,5,3'-triodothyronine) Sebagaimana nampak pada Gambar 3, bahan dasar dari hormon tiroid ini adalah Tyrosin yang membentuk ikatan kovalen dengan iodium dengan tiga atau empat posisi pada inti aromatik.
Gambar 3. Struktur kimia T-4 dan T-3
Jumlah dan posisi dari iodium adalah sangat penting. Molekul yang teriodinasi tidak seperti posisi T-3 (3,5,3'-triodothyronine) tetapi bentuk lain dari T-3 dengan struktur 3,3',5'-triodothyronine yang disebut sebagai kebalikan T-3 menunjukkan sifat yang tidak aktif. Hormon tiroid adalah sangat sukar larut dalam air, dan lebih dari 99% senyawa T-3 dan T-4 yang berada dalam sirkulasi darah terikat dengan protein pembawa. Prinsip pembawa hormon tiroid adalah thyroxine-binding globulin, glikoprotein yang disintesis dalam hati. Dua jenis pembawa yang lain adalah transthyrein dan albumin. Keberadaan pembawa yang mengikat hormon tiroid tersebut memberikan bentuk yang stabil dari hormon tiroid tersebut dalam sirkulasi darah dan selalu berada dalam bentuk senyawa yang aktif, pelepasan hormon tersebut berdasarkan pada up take (pengambilan kembali) oleh sel target. Perintah untuk pembuatan hormon tiroid melalui dua prinsip pada bahan kasar,
Tyrosine disiapkan dari rantai glikoprotein yang besar yang disebut sebagai thyroglobulin, yang disintesis melalui sel epitel Tiroid dan disekresikan ke dalam lumen dari folikel-koloid, yang secara umum disimpan dalam bentuk tiroglobulin. Molekul tiroglobulin yang mengandung 134 tirosin, dan hanya senyawa ini yang berfungsi untuk sintesis T-4 dan T-3.
Iodium atau senyawa iodida lainnya, selalu diambil dari darah melalui sel epitel tiroid, yang terdapat pada bagian luar membran plasma sebagai sodium-iodida symporter atau perangkap iodium (iodine trap). Pada sel yang lain, iodida dibawa ke dalam lumen dari folikel sebagai tiroglobulin.
Pembentukan hormon tiroid dikendalikan oleh enzim tiroid peroksidase seperti terlihat pada Gambar 6. Enzim tersebut berperan sebagai katalisator pada dua reaksi, seperti:
Iodinasi tirosin dalam tiroglobulin (dikenal dengan nama penggabungan Iodida),
Sintesis tiroksin atau triiodotironin dari dua buah senyawa iodotirosin.
Gambar 6. Mekanisme pembentukan hormon tiroid
Tahap akhir dari sintesis hormon tiroid melalui beberapa tahapan seperti:
Sel epitel tiroid diisi koloid oleh endositosis, di mana koloid tersebut mengandung tiroglobulin yang terkombinasi dengan hormon tiroid,
Koloid yang terdapat dalam endosome akan masuk ke dalam lisosome, yang mengandung enzim hidrolitik yang akan memecah tiroglobulin dan membebaskan hormone tiroid,
Hormon tiroid yang bebas tersebut akan dilepaskan oleh lisosom melalui bagian bawah membran sel dan masuk ke dalam aliran darah, di mana hormone tiroid tersebut segera mengikatkan dirinya dengan protein pembawa untuk segera ditranspor ke sel sasaran..
Kekurangan hormon tiroksin pada masa kanak-kanak dapat menyebabkan kritinisme, yaitu terjadinya pertumbuhan kerdil dan kemunduran mental. Kekurangan hormon tiroksin pada orang dewasa mengakibatkan mixudema, dengan gejala proses metabolisme menurun, berat badan bertambah, gerakan lamban, berpikir dan berbicara lamban, kulit tebal dan rambut rontok. Kelebihan tiroksin pada orang dewasa dapat menyebabkan penyakit "Grave's disease" atau penyakit gondok eksoftalmus. Tanda-tanda penyakit tersebut adalah mata menonjol, mudah gugup, denyut nadi bertambah, mata lebar, nadi dan napas cepat serta tidak teratur, dan insonia. Selain nafsu makan meningkat tetapi diiringi manurunnya berat badan karena meningkatkan metabolisme dan gangguan pencernaan.
Tiroksin mengandung banyak iodin. Kekurangan iodin dalam waktu lama dapat mengakibatkan pembekakan kelenjar tiroid. Pembekakan ini terjadi karena kelenjar harus bekerja agar produksi tiroksin terjamin. Akibatnya kelenjar gondok mengembang dan muncullah penyakit gondok. Penyakit ini sering dijumpai di daerah-daerah yang kekurangan iodin, misalnya di daerah penggunungan atau daerah perbukitan. Pencegahan dapat dilakukan dengan mengonsumsi makanan yang mengandung cukup iodin, misalnya ikan laut, atau menggunakan garam beryodium.
Hormon epinefrin (adrenalin)
Adrenalin adalah sebuah hormon yang memicu reaksi terhadap tekanan dan kecepatan gerak tubuh kita. Tidak hanya gerak, hormon ini pun memicu reaksi terhadap efek lingkungan seperti suara derau tinggi atau cahaya yang terang. Reaksi yang kita sering rasakan adalah frekuensi detak jantung meningkat, keringat dingin dan keterkejutan. Reaksi ini dalam batas tertentu menjadi sebuah pengalaman yang menyenangkan, mungkin juga menjadi sebuah hobi hingga disebut adrenaline junkie.
Hormon epinefrin disintesis pada kelenjar adrenal bagian medulla oleh sel-sel kromafin. Epinefrin disintesis dari norepinefrin dalam sebuah jalur sintesis yang terbagi atas keseluruhan katekolamin, termasuk L-dopa, dopamine, norepinefrin, and epinefrin. Epinefrin disintesis melalui metilasi terhadap amina pangkal primer pada norepinefrin oleh feniltanolamin N-metiltransferase (PNMT) dalam sitosol neuron adrenergik dan sel-sel medulla adrenal (sel kromafin). PNMT hanya terdapat pada sitosol sel-sel medula adrenal.. PNMT menggunakan S-adenosilmetionin (SAMe) sebagai ko-faktor yang menyumbangkan gugus metil pada norepinefrin, membentuk epinefrin.
Karena norepinefrin diaktifkan oleh PNMT dalam sitosol, pertama norepinefrin harus diubah di luar granula sel kromafin. Hal ini bisa terjadi via katekholamin-H+ penukar VMAT1. VMAT1 juga bertanggung jawab mentransport epinefrin yang baru disintesis dari sitosol kembali ke dalam granula sel kromafin untuk persiapan pelepasan.
Jalur biosintetik utama : fenilalanin→tirosin→dopa→dopamin→norepinefrin→ epinefrin.
Tirosin dioksidasi menjadi dopa, dan mengalami dekarboksilasi menjadi dopamin, yang dioksidasi menjadi norepinefrin. Norepinefrin dimetilasi menjadi epinefrin. Hasil akhir biosintesis epinefrin dan norepinefrin atau disebut katekolamin dapat berupa dopamin pada jaringan-jaringan tertentu (misalnya paru, usus, hati) di sana zat tersebut bereaksi sebagai hormon local. Norepinefrin terbentuk melalui hidroksilasi dan dekarboksilasi tirosin, dan epinefrin melalui metilasi norepinefrin. Feniletanolamin-N-metiltransferase (PNMT), enzim yang mengkatalisis pembentukan epinefrin/epinefrin dari norepinefrin, ditemukan dalam jumlah cukup banyak hanya di otak dan medulla adrenal. PNMT medulla adrenal diinduksi oleh glukokortikoid, dan walaupun diperlukan jumlah relatif besar, konsentrasi glukokortikoid dalam darah yang mengalir dari korteks ke medula cukup tinggi. Setelah hipofisektomi, konsentrasi glukokortikoid darah ini turun dan sintesis epinefrin menurun.
Epinefrin yang ditemukan dalam jaringan di luar medulla adrenal dan otak sebagian besar diserap dari darah dan bukan disintesis insitu. Yang menarik, epinefrin kadar rendah kembali muncul dalam darah beberapa waktu setelah adrenalektomi bilateral, dan kadar ini diatur seperti yang disekresi oleh medula adrenal. Hormon epinefrin berfungsi memicu reaksi terhadap tekanan dan kecepatan gerak tubuh. Tidak hanya gerak, hormon ini pun memicu reaksi terhadap efek lingkungan seperti suara derau tinggi atau intensitas cahaya yang tinggi. Reaksi yang sering dirasakan adalah frekuensi detak jantung meningkat, keringat dingin dan keterkejutan/shok.
Fungsi hormon ini mengatur metabolisme glukosa terutama disaat stres. Hormon epinefrin timbul sebagai stimulasi otak, menjadi was-was dan siaga. Dan secara tidak langsung akan membuat indra kita menjadi lebih sensitif untuk bereaksi. Stres dapat meningkatkan produksi kelenjar atau hormon epinefrin. Sebenarnya, jika tidak berlebihan, hormon bisa berakibat positif, lebih terpacu untuk bekerja atau membuat lebih fokus. Tetapi, jika hormon diproduksi berlebihan akibat stres yang berkepanjangan, akan terjadi kondisi kelelahan bahkan menimbulkan depresi. Penyakit fisik juga mudah berdatangan, akibat dari darah yang terpompa lebih cepat, sehingga menganggu fungsi metabolisme dan proses oksidasi di dalam tubuh.
Epinefrin selalu akan dapat menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah arteri dan memicu denyut dan kontraksi jantung sehingga menimbulkan tekanan darah naik seketika dan berakhir dalam waktu pendek. Hormon epinefrin menyebar di seluruh tubuh, dan menimbulkan tanggapan yang sangat luas: laju dan kekuatan denyut jantung meningkat sehingga tekanan darah meningkat, kadar gula darah dan laju metabolisme meningkat, bronkus membesar sehingga memungkinkan udara masuk dan keluar paru-paru lebih mudah, pupil mata membesar, kelopak mata terbuka lebar, dan diikuti dengan rambut berdiri.
Keadaan stres akan merangsang pengeluaran hormon epinefrin secara berlebihan sehingga menyebabkan jantung berdebar keras dan cepat. Hormon epinefrin diproduksi dalam jumlah banyak pada saat sedang marah. Indikasi stres adalah sulit tidur, cepat lelah, mudah terusik, kepala pusing, dan sebagainya. Penderita stres umumnya juga kehilangan nafsu makan. Hormon epinefrin mempengaruhi otak akan membuat indra perasa merasa kebal terhadap sakit, kemampuan berpikir dan ingatan meningkat, paru-paru menyerap oksigen lebih banyak, glukogen diubah menjadi glukosa yang bersama-sama dengan oksigen merupakan sumber energi. Detak jantung dan tekanan darah juga meningkat sehingga metabolisme meningkat.
Hormon ini berfungsi untuk mencegah efek penuaan dini seperti melindungi dari Alzheimer, penyakit jantung, kanker payudara dan ovarium juga osteoporosis. Semakin tinggi tingkat DHEA (dehidroepiandrosteron) dalam tubuh, maka makin padat tulang. Molekul-molekul epinefrin memiliki fungsi khusus dalam pembuluh vena dan arteri yang memastikan bahwa organ-organ penting menerima lebih banyak aliran darah di saat bahaya, dan karena itu, molekul-molekul ini melebarkan pembuluh darah menuju jantung, otak, dan otot. Sel-sel yang mengelilingi pembuluh merespon epinefrin dan mengalirkan lebih banyak darah yang dibutuhkan jantung. Dengan cara ini, darah tambahan yang dibutuhkan oleh otak, otot, dan jantung dapat dipasok.
Secara garis besar, aksi yang ditimbulkan oleh epinefrin antara lain : menambah kadar gula darah (hiperglikemik), merangsang adenohipofisis untuk pelepasan ACTH, meningkatkan konsumsi oksigen dan laju metabolisme basal, menaikkan frekuensi (efek kronotropik positif) dan amplitudo kontraksi jantung, dilatasi pembuluh darah di otot rangka dan hati, keresahan, kecemasan, perasaan lelah, mengurangi kadar eosinofil, meningkatkan kecepatan tingkat metabolik yang independen terhadap hati.
Berbagai gejala negatif pada aktivitas atau metabolisme organ tubuh karena pengaruh epinefrin bisa disebabkan karena 2 kemungkinan : sekresi yang berlebihan atau sebaliknya kekurangan sekresi. Masalah tersebut di antaranya; Palpitasi, Tachychardia, arrhythmia, sakit kepala, tremor, hipertensi, edema paru-paru akut, dan alergi
Peptida-protein
Banyak hormon yang termasuk peptide – protein, diantaranya yaitu insulin, glucagon, parathormon, oksitosin, vasopresin, pretesin, hormon adrenokortikotropik (ACTH), gastrin dan katekolamin (mis., dopamin, norepinefrin, epinefrin).
Hormon hormon peptida – protein disintesis dalam kalenjar Hipofisis porterior ( mis. oksitosin, vasopresin, pretesin ), kalenjar anak gondok ( mis. Parathormon ), dan kalenjar pancreas ( mis. Insulin dan glucagon ). Disini hanya akan di bahas beberapa hormone saja.
Insulin
Insulin adalah hormone pusat yang berfungsi mengatur karbohidrat dan lemak dalam metabolisme tubuh. Insulin disekresikan oleh kelompok sel dalam pankreas yang disebut sel islet. Fungsi hormon ini mengatur kadar gula darah dengan cara mengubah glukosa menjadi glikogen. Makanan yg masuk ke dalam tubuh akan dicerna dan diolah menjadi gula dalam bentuk glukosa. Glukosa akan masuk aliran darah. Dengan demikian kadar glukosa dalam darah akan meningkat. Apabila jumlah glukosa terlalu tinggi, pankreas akan mengeluarkan hormon insulin. Hormon ini akan mempercepat pengubahan glukosa menjadi gula otot atau glikogen, akibat pengubahan ini kadar gula dalam darah akan menurun.
Peran hormone Insulin
Insulin telah lama digunakan untuk mengobati diabetes. Dulu, insulin diestraksi dari hewan, tetapi saat ini insulin telah dapat diproduksi secara massal melalui rekayasa genetik. Dengan teknik mutakhir, bakteri tertentu disisipi gennya sehingga dapat memproduksi insulin manusia.
Peran insulin di dalam tubuh sangat penting, antara lain adalah mengatur kadar gula darah agar tetap dalam rentang nilai normal.
Saat dan setelah makan, karbohidrat yang kita konsumsi akan segera dipecah menjadi gula dan masuk aliran darah dalam bentuk glukosa. Glukosa adalah senyawa siap pakai untuk menghasilkan energi. Pada keadaan normal, tingginya kadar glukosa setelah makan akan direspon oleh kelenjar pankreas dengan memproduksi hormon insulin. Dengan adanya insulin, glukosa akan segera masuk ke dalam sel.
Selain itu, dengan bantuan insulin, kadar glukosa yang lebih dari kebutuhan akan disimpan di dalam hati (liver) dalam bentuk glikogen. Jika kadar glukosa darah turun, misalnya saat puasa atau di antara dua waktu makan, glikogen akan dipecah kembali menjadi glukosa untuk memenuhi kebutuhan energi.
Ada dua macam kelainan yang disebabkan oleh gangguan insulin. Pertama, kelainan pada pankreas sehingga insulin tidak dapat diproduksi. Keadaan ini disebut penyakit diabetes tipe 1. Kedua, pankreas tetap dapat menghasilkan insulin, tetapi jumlahnya tidak memadai, atau jumlah produksi insulin masih normal, tetapi sel tubuh tidak dapat menggunakannya (resisten). Keadaan terakhir ini disebut diabetes tipe 2.
Baik diabetes tipe 1 maupun tipe 2, sama-sama mengakibatkan meningkatnya kadar glukosa dalam darah. Jika keadaan ini berlangsung lama dan tidak diobati, akan timbul berbagai komplikasi seperti kebutaan, kerusakan saraf, kerusakan ginjal, dan luka yang tidak kunjung sembuh.
Penderita diabetes tipe 1 biasanya mutlak membutuhkan insulin. Berbeda halnya dengan diabetes tipe 2. Insulin baru diberikan jika obat-obatan antidiabetes sudah tidak mempan lagi.
Glucagon
Hormone glucagon juga diproduksi di pancreas, tapi fungsinya kebalikan dari insulin yaitu mengaktifkan glikogen menjadi glukosa. Disebut juga anti-insulin. Struktur primer dari Glukagon adalah yang terdiri dari 29 asam amino dan mempunyai massa molekul 3483 Da. His-Ser-Gln-Gly-Thr-Phe-Thr-Ser-Asp-Tyr-Ser-Lys-Tyr-Leu-Asp-Ser-Arg-Arg-Ala-Gln-Asp-Phe-Val-Gln-Trp-Leu-Met-Asn-Thr. Glucagon dipoduksi tidak lebih banyak dari insulin pada keadaan normal. Biasanya penderita diabetes mellitus disebabkan karena kurangnya produksi insulin dalam tubuh atau terlalu banyaknya glukosa dalam tubuh sehingga insulin tidak mampu lagi mengendalikan kadar glukosa tersebut.
Pengkajian terakhir mengirakan bahwa glucagon mungkin mempunyai peran lebih besar pada diabetes mellitus daripada perkiraan semula. Rupa-rupanya hiperglikemia puasa yang dijumpai pada diabetes berat merupakan akibat dari sekresi glucagon yang berlebihan atau kelebihan glukogen relative tehadap jumlah insulin dalam sirkulasi. Bila pelepasan glucagon dihambat dengan pemberian somatostatin, hiperglikemia puasa tidak timbul meskipun dengan kadar insulin yang sangat rendah. Dengan demikian hiperglikemia persisten yang dijumpai pada diabetes mungkin akibat pengaruh glukogen.
Parathormon
Disebut juga paratiroid hormone ( PTH ) karena disintesis dan diseksresi oleh kalenjar paratiroid. Secara umum berfungsi untuk mengatur metabolisme kalsium dan metabolisme fosfat maupun pelepasan kalsium dari tulang. Hormone paratiroid merupakan rantai polipeptid tunggal tersusun dari 84 sisa asam amino. Hormone ini disintesis sebagai prohormon, prohormon ini merupakan rantai polipeptid yang lebih panjang yang mengalami pemecahan proteolitik menjadi hormone yang aktif.
Paratiroid hormone (PTH) merupakan hormone yang berperan dalam metabolisme kalsium (Ca2+). Perannya antara lain:
menurunkan ekskresi kalsium ginjal sehingga konsentrasi kalsium dalam cairan ekstrasel meningkat
meningkatkan ekskresi fosfat melalui ginjal sehingga konsentrasinya dalam cairan ekstrasel menurun
meningkatkan laju disolusi tulang yang menggerakkan Ca2+ masuk ke dalam cairan ekstrasel
meningkatkan efisiensi absorbsi Ca2+ dari usus _ Mencegah hipokalsemia dengan mengorbankan substansi tulang (bila asupan Ca2+ dari makanan kurang dan berlangsung lama
Hormone paratiroid tidak sendiri dalam mengatur metabolisme kalsium dan fosfat dalam tubuh. Terdapat hormone Kalsitonin dan juga vitamin D yang memiliki pengaruh terhadap metabolism kalsium dalam tubuh, hanya saja Kalsitonin mempunyai fungsi yang berlawanan dengan Paratiroid.
Oksitosin
Oksitosin disimpan pada neurophisis atau hipofisis posterior. Hormone ini terdiri dari Sembilan asam amino. Oksitosin disintesis dalam nucleus paraventrikularis hipotalamus. Oksitosin menyebabkan kontraksi uterus dan menyebabkan pengeluaran air susu dari kalenjar susu. Sebaliknya, pemacuan puting susu oleh pengisapan bayi menyebabkan pelepasan oksitosin dari neurohipofisis. Digunakan dalam ilmu kebidanan, oleh karena oksitosin menginduksi permulaan proses kelahiran apabila uterus hamil sudah waktunya.
Gugus kimia yang penting bagi kerja oksitosin mencakup gugus amino primer pada sistein dengan ujung terminal – amino; gugus fenolik pada tirosin; gugus tiga karboksiamida pada asparagin, glutamine serta glisinamida; dan ikatan sulfide. Delesi atau substitusi gugus ini pernah menghasilkan sejumlah analog oksitosin. Sebagai contoh, penghapusan gugus amino primer bebas pada belahan termina – residu sistein ( posisi 1 ) menghasilkan desaminooksitosin yang memiliki aktifitas antiduretik empat hingga lima kali lebih besar daripada aktifitas antidiuretik hormone oksitosin.
Vasopresin
Vasopressin juga dikenal sebagai hormone antidiuretik ( ADH , bekerja pada tubuli konvolutus distalis dan pada duktus kolektivus ginjal, memungkinkan jalannya molekul air lewat dinding turbuli. Jadi, hormone ni menyebabkan diabsorpsinya kembali air dari filtrate urin.
Kerja hormone ini mencegah kehilangan air berlebih dalam urin. Vasopresin bekerja lewat mekanisme cAMP. Pemacuan yang menyebabkan pelepasan vasopressin termasuk peningkatan osmolalitas plasma, penurunan volume plasma, dan penurunan tekanan darah.
KESIMPULAN
Hormone adalah zat kimiawi yang dihasilkan tubuh secara alami, biasanya dibentuk pada suatu kelenjar dan begitu dikeluakan, hormon akan dialirkan oleh darah menuju berbagai jaringan sel dan menimbulkan efek tertentu sesuai dengan fungsinya masing-masing atau hormone tersebut akan menunaikan tugasnya pada tempat lain sesuai dengan fungsinya
Hormon memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Diproduksi dan disekresikan ke dalam darah oleh sel kelenjar endokrin dalam jumlah sangat kecil
Mengadakan interaksi dengan reseptor khusus yang terdapat di sel target
Memiliki pengaruh mengaktifkan enzim khusus
Memiliki pengaruh tidak hanya terhadap satu sel target, tetapi dapat juga mempengaruhi beberapa sel target berlainan
Secara kimiawi hormon dapat dibagi dalam 3 tipe dasar, Yaitu :
Hormon steroid; golongan ini merupakan struktur kimia yang mirip dengan kolesterol dan sebagian besar tipe ini berasal dari kolesterol. Hormon steroid terdiri dari androgen, estrogen, dan adrenokortikoid.
Derivat asam amino tirosin; ada 2 kelompok hormon yang merupakan derivat asam amino tirosin yaitu tiroksin dan epinefrin.
Peptida protein yaitu insulin, glukagon, parathormon, oksitosin, vasopresin, hormon yang dikeluarkan oleh mukosa usus dan lain-lainnya.