BAB I
PENDAHULUAN
Bentuk sel darah berasal dari sel induk (Stem Cells)
dalam sumsum tulang belakang serta memasuki aliran darah guna memenuhi
kebutuhan terrentu pada hewan. Pigmen merah pembawa oksigen didalam eritrosit
merupakan hemoglobin. Hemoglobin suatu molekul globulin dibentuk menjadi 4 sub
unit. Pada tiap sub unit mnegandung suatu gugusan heme yang dikonjungsi kesuatu peptida. Heme
adalah suatu turunan porifirin (merah) yang mengandung besi dan globin yang
merupakan protein globular yang terdiri dari 4 rantai asam amino. Fungsi
hemoglobin dalam eritrosit sebagai pengangkut gas, baik oksigen maupun
karbondioksida.
Hemoglobin darah dapat mengangkut sekitar 60 kali
oksigen lebih banyak apabila dibandingkan dengan air pada saat dalam kondisi
dan jumlah yang sama. Hemoglobin dapat bergabung dengan oksigen udara yang
terdapat dalam paru-paru karena mempunyai daya afinitas yang tinggi, sehingga
terbentuklah oksihemoglobin yang kemudian oksigen tersebut dilepaskan ke
sel-sel jaringan tubuh. Kadar hemoglobin diukur dalam gram per 100 ml darah
atau dalam gram persen.
Darah merupakan cairan tubuh
yang mempunyai fungsi sangat penting, terutama pada hewan dan manusia, salah
satunya karena selain sebagai pengangkut hormon, pengedar panas dalam tubuh
serta sebagai antibody, darah juga merupakan zat antara (medium tranport) yang
membawa zat-zat makanan ke berbagai bagian tubuh kemudian membuang sisa-sisa
hasil metabolisme.
Darah mempunyai tingkat
keasaman atau kebasaan tertentu. Keadaan pH darah pada tiap-tiap makhluk hidup
berbeda-beda. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor
intrinsik yang terdiri atas volume darah dan jenis kelamin. Selain itu juga
dapat disebabkan karena faktor ekstrinsik yang berupa status gizi yang
diberikan dan pengaruh lingkungan.
BAB II
TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan praktikum kadar hemoglobin ini adalah agar dapat
mengukur kadar hemoglobin Selain itu diharapkan praktikan dapat menggunakan
alat untuk percobaan ini dan mampu mengintrepretasikan data yang diperoleh.
Sedangkan tujuan dari pengukuran tingkat keasaman darah (pH) yaitu agar
praktikan dapat mengetahui prinsip dan cara pengukuran pH.darah serta
membandingkan pH darah dari hewan pada kondisi tertentu.
Manfaat
praktikum mengukur kadar hemoglobin adalah agar dapat mengetahui kondisi tubuh
ternak secara fisik melalui pengukuran kadar hemoglobin. Selain itu dapat
menambah wawasan mengenai pengertian dan fungsi dari hemoglobin. Sedangkan
manfaat.
BAB III
Tinjauan Pustaka
Bentuk sel darah berasal dari sel induk
(Stem Cells) dalam sumsum tulang belakang serta memasuki aliran darah guna
memenuhi kebutuhan terrentu pada hewan. Pigmen merah pembawa oksigen didalam
eritrosit merupakan hemoglobin. Hemoglobin suatu molekul globulin dibentuk
menjadi 4 sub unit. Pada tiap sub unit mnegandung suatu gugusan heme yang dikonjungsi kesuatu peptida. Heme
adalah suatu turunan porifirin (merah) yang mengandung besi dan globin yang
merupakan protein globular yang terdiri dari 4 rantai asam amino. Fungsi
hemoglobin dalam eritrosit sebagai pengangkut gas, baik oksigen maupun
karbondioksida. Hemoglobin darah dapat mengangkut sekitar 60 kali oksigen lebih
banyak apabila dibandingkan dengan air pada saat dalam kondisi dan jumlah yang
sama. Hemoglobin dapat bergabung dengan oksigen udara yang terdapat dalam
paru-paru karena mempunyai daya afinitas yang tinggi, sehingga terbentuklah
oksihemoglobin yang kemudian oksigen tersebut dilepaskan ke sel-sel jaringan tubuh.
Kadar hemoglobin diukur dalam gram per 100 ml darah atau dalam gram persen
(Poejiadi, 1994).
Eritrosit
merupakan sarana transportasi gas oksigen dan karbondioksida. Hal ini
disebabkan karena eritrosit memiliki pigmen hemoglobin. Hemoglobin mampu mengikat
O2 dan CO2 (Praseno et al, 2003). Hemoglobin merupakan zat padat dalam
eritrosit yang menyebabkan warna merah. Dibandingkan dengan sel-sel lain dalam
jaringan, eritrosit kurang mengandung air. Tekanan osmosis dalam sel sama dengan
tekanan osmosis pada plasma. Bila terjadi perubahan tekanan osmosis pada
larutan di luar sel darah merah akan berpengaruh terhadap besar sel. Larutan
yang hipotonik menyebabkan air masuk ke dalam sel dan sel akn bertambah besar
kemudian pecah dan hemoglobin akan keluar dari sel. Proses ini disebut
hemolisis. Proses ini dapat disebabkan oleh faktor lain seperti adanya pelarut
lemak misalnya eter dan kloroform (Poejiadi, 1994).
Sel darah merah mengandung sekitar 35% berat hemoglobin.
Hemoglobin ini mengandung dua rantai α dan dua rantai β serta empat gugus heme,
yang masing-masing berikatan dengan rantai polipeptida. Masing-masing gugus
heme dapat mengikat 1 molekul oksigen karena sejumalh besar hemoglobin yang
terdapat dalam sel darah merah, 100 ml
darah mamalia, jika dioksigenasi penuh, dapat membawa 21 gas O2.
jumlah O2 yang diikat oleh hemoglobin bergantung kepada empat
faktor: (1) tekanan parsial (2) pH (3)
konsentrasi 2,3-difosfogliserat (DPG) dan (4) konsentrasi CO2
(Lehninger, 1995).
Pada paru-paru dimana tekanan parsial oksigen tinggi
(90-100 mmHg) dan pH dan juga pH relatif tinggi (25-40 mmHg) dan pH juga
relatif rendah (7,2-7,3), terjadi pembebasan oksigen yang terikat ke dalam
massa jaringan yang melakukan respirasi. Vena darah yang meninggalkan jaringan,
mengandung hemoglobin yang tingkat kejenuhannya 65%. Oleh karena itu,
hemoglobin berdaur diantara kejenuhan oleh oksigen 65% dan 975, dalam sirkuit
berulang diantara paru-paru dan jaringan perifer (Lehninger, 1994).
Suatu pengatur
derajat hemoglobin yang penting adalah 2,3-difosfogliserat (DPG). Konsentrasi
DPG yang tinggi di dalam sel menyebabkan afinitas hemoglobin terhadap oksigen
yang lebih rendah. Jika pengiriman oksigen ke jaringan sangat terbatas seperti
pada orang yang mengalami defisiensi sel darah merah atau orang yang hidup di
dataran tinggi, konsentrasi DPG di dalam sel menjadi lebih tinggi daripada
individu normal yang hidup normal di daerah permukaan laut. Hal ini menyebabkan
hemoglobin membebaskan oksigen yang diikatnya segera ke dalam jaringan untuk
mengimbangi penurunan oksigenasi hemoglobin di dalam paru-paru (Praseno et al,
2003).
Hemoglobin
berfungsi sebagai pengangkut gas baik oksigen (O2) maupun
karbondioksida (CO2). Selanjutnya melepaskan oksigen tersebut ke
sel-sel jaringan yang terdapat didalam tubuh. Proses ini disebut oksigenasi,
yang membutuhkan besi dalam bentuk ferro dalam molekul hemoglobin. Zat gizi
tersebut menuju sumsum tulang sehingga menjadi bagian dari molekul heme guna
membentuk eritrosit (Frandson, 1992).
Kadar hemoglobin pada umumnya diukur dalam gram per 100
ml darah. Karena adanya hemoglobin, darah dapat mengangkut sekitar 60 kali
oksigen lebih banyak apabila dibandingkan dengan air dalam jumlah dan kondisi
yang sama (Smith, 1988).
pH darah menggambarkan konsentrasi ion hidrogen, yang
menentukan keasaman atau kebasaan relatif dari larutan. Dalam air destilasi,
ion hidrogen (H+) (yang bersifat asam) setara dengan ion hidroksil
(OH-) (yang bersifat basa atau alkalis); pH-nya 7, yang
menggambarkan keadaan netral, tidak bersifat asam dan tidak pula bersifat basa.
Larutan dengan pH antar 1 sampai 7 adalah larutan asam; semakin kecil angka
itu, semakin asamlah sifatnya. pH untuk larutan basa berkisar dai 7 sampai 14;
semakin besar angkanya, semakin basalah larutan itu. Dalam keadaan normal pH
terletak di antara 7,35 dan 7,45, sedikit berada di daerah yang basanya netral.
pH darah dipertahankan di dalam suatu batas-batas yang relatif sempit oleh
adanya bufer kimia, terutama natrium bikarbonat. Bufer bereaksi dengan asam
kuat atau basa kuat hingga menghasilkan garam netral dan asam atau basa lemah.
Suatu contoh adalah natrium bikarbonat atau system asam karbonat:
HCl +
NaHCO3 → NaCl
+ H2CO3
NaOH + H2CO3 →
NaHCO3 + H2O
H2CO3 ↔
CO2 + H2O
Kemampuan untuk menetralkan asam ini didapatkan dari metabolisme
yang mengarah ke istilah cadangan alakali sebagai sinonim bikarbonat yang
tersedia di dalam darah. Karbon dioksida yang dihasilkan dikeluarkan dari darah
melalui paru. Hiperventilasi dengan cara membuang banyak karbon dioksida, dapat
menyebabkan timbulnya alkalosis sementara di dalam darah. Dalam beberapa
keadaan dan penyakit, cadangan alkali menurun demikian rupa sehingga
menimbulkan keadaan asam dalam darah (asidosis) yang ditimbulkan oleh karena
banyaknya CO2 (Frandson, 1992).
BAB IV
METODOLOGI PRAKTIKUM
Praktikum Dasar Fisiologi Ternak tentang penentuan kadar
Hb dan tingkat keasaman darah dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 27 Mei 2008
pada pukul 07.00 - 09.00 WIB di Laboratorium Struktur dan Fungsi Hewan, Jurusan
Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Diponegoro
Semarang.
4.1. Materi
4.1.1. Penentuaan
kadar Hemoglobin
Materi
yang digunakan dalam praktikum penentuan kadar hemoglobin adalah darah ayam,
kemikalia terdiri dari alkohol 70%, HCL 0,1% dan aquades. Alat yang digunakan
adalah hemometer Sahli, satu set hemometer sahli terdiri atas pipet leukosit 20
mm, Blok komparator, dan tabung pengukur hemoglobin; disposable lancet atau
jarum suntik.
4.1.2. Penentuaan
pH darah
Materi yang digunakan dalam praktikum penentuan pH darah adalah darah
ayam dan alat yang digunakan adalah pH
indikator.
4.2. Metode
4.2.1.
Penentuan Kadar Hemoglobin
Penentuan kadar hemoglobin dilakukan dengan cara mengisikan HCL 0,1 N
terlebih dahulu ke dalam tabung hemoglobin sampai skala 2. Kemudian mengisap
darah tetesan yang telah disiapkan dengan pipet Hb sampai skala 20. Menghapus
darah yang terdapat di ujung pipet dan dengan cepat menghembuskan darah ke
dalam tabung hemometer. Mengusahakan semua darah dalam pipet masuk ke semua
tabung. Kemuadian mendiamkan selama 1 menit. Lalu mengencerkan dengan aquadest
setetes demi setetes sambil menyesuaikan dengan warna larutan standar yang
terdapat dalam blok komparator. Menghentikan pengenceran apabila warna larutan
darah telah sama dengan warna larutan standar. Menghitung kadar hemoglobin
darah dengan cara membaca tinggi dan angka larutan darah pada tabung hemometer.
4.2.2.
Penentuan pH darah
Penentuan
pH darah dilakukan dengan cara mencelupkan pH indikator kedalam sample darah
selama 5 menit, kemudian mengangkat dan mengering anginkan. Membandingkan
dengan warna standar, membaca angka pH yang didapat. Membuat bahasan dari hasil
pengukuran pH tersebut.
BAB V
HASIL PERCOBAAN
5.1. Pengukuran
Kadar Hb
Hasil
percobaan praktikum penetuan kadar hemoglobin darah dengan menggunakan darah
ayam diperoleh kadar hemoglobin pada ayam adalah sebesar 11 gram %. Dengan HCl
0,1 N dan Hb dengan skala 20.
5.2. Pengukuran
pH darah
Hasil
percobaan prktikum penentuan pH darah dengan menggunakan serum darah, diperoleh
warna pH indikator yang telah dimasukkan ke dalam serum darah setelah
dibandingkan dengan warna standart didapatkan warna yang sesuai dengan warna
dari pH netral. Dari hasil pengamatan diperoleh pH darah 7,0 (netral).
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1. Pengukuran
Kadar Hb
Menurut Frandson (1996) hemoglobin pada ayam adalah
sebesar 8-13 gr/ml. hal ini menunjukkan bahwa kadar hemoglobin pada ayam broiler
tersebut adalah normal. Kadar hemoglobin senantiasa meningkat searah dengan
laju pertumbuhannya. Kadar hemoglobin antara ayam jantan dan ayam betina tidak
begitu berbeda. Semua ini disebabkan faktor lingkungan, kesehatan dari ternak
tersebut, dan makanan yang dikonsumsi sangat mendukung untuk kemajuan kadar
hemoglobin dalam darah. Hal ini juga dapat disebabkan karena adanya
homokonsentrasi. Homokonsentrasi merupakan rasio sel-sel darah merah terhadap
cairan berada diatas normal. Adanya faktor ektrinsik yang dapat menyebabkan
penyimpangan fungsi hemoglobin dalam eritrosit juga dapat dicegah, misalnya
dengan mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi dan protein sebagai bahan
pembentuk bahan eritrosit.
Sedangkan berdasarkan
pendapat Coles (1974) bahwa kadar hemoglobin dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah umur, spesies, jenis kelamin, serta kualitas dan kuantitas
pakan. Semakin berkualitas pakan yang diberikan, nutrisi yang dapat digunakan
pun tercukupi sehingga darah mengandung kadar hemoglobin standard. Demikian pula
dengan pemenuhan pakan secara kuantitas dan dapat diartikan pula kontinuitas
pemberian pakan, akan nutrisi sehingga kadar hemoglobin juga akan stabil.
Dalam darah ayam berisi sekitar 2,5 sampai 3,5 juta / mm3
sel darah merah tergantung pada umur dan jenis kelamin. Darah pejantan dewasa
memiliki 500.000 sel darah merah lebih banyak dibandingkan ayam betina. Kadar
haemoglobin antara ayam jantan dan ayam betina tidak terlalu jauh berbeda
selama belum mencapai dewasa kelamin (Akosa, 1993).
6.2. Pengukuran
pH darah
Tingkat keasaman pada darah menggambarkan konsentrasi
ion hidrogen, yang menentukan keasaman atau kebasaan relative dari larutan.
Dalam air destilasi, ion hydrogen (H+) yang bersifat asam setara dengan ion hidroksil (H-)
yang bersifat basa atau alkalis, pH-nya 7, yang menggambarkan keadaan netral,
tidak bersifat asam dan tidak pula bersifat basa. Larutan dengan pH antara 1
sampai 7 adalah larutan asam, semakin kecil angka itu semakin asamlah sifatnya,
pH untuk larutan basa berkisar dari 7 sampai 14, makin besar angkanya semakin
basalah larutan itu ( Frandson, 1993 ).
Dengan melihat hasil percobaan yaitu pH serum darahnya
7,0 (netral), menunjukkan bahwa keadaan hemoglobin pada ayam tersebut adalah
normal. Hal ini sesuai dengan pendapat Frandson (1992) yang menyatakan bahwa
kadar hemoglobin pada ternak bervariasi. Sedangkan khusus pada ayam berkisar
antara 8,6 g/dl sampai 13 g/dl.
BAB VII
KESIMPULAN
Kadar hemoglobin yang diperoleh dari darah ayam yang
diambil adalah 11 gr %. Angka kadar tersebut termasuk kategori normal (masih
berada pada batas standar rata-rata) pada kadar hemoglobin antara 8-13 gr/ml. Sedangkan
pH dalam darah ayam juga didapat hasil normal (netral) yaitu 7, karena kadar pH
darah standart sebesar 7 – 14.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar haemoglobin dalam
darah diantaranya yaitu umur, spesies, jenis kelamin, serta kualitas dan
kuantitas pakan. Semakin berkualitas pakan yang diberikan, semakin baik pula
kadar hemoglobin yang ditunjukkan.
DAFTAR PUSTAKA
Akosa, Budi Tri.
1993. Manual Kesehatan Unggas. Kanisius. Yogyakarta.
Coles, E.H. 1974. Veterian Clinical Pathologi 2nd
Edition W. B. Sounders Co. Philadelphia.
Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi ternak. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Frandson, R.D. 1996 Anatomi dan Fisiologi Ternak.
Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Lehninger. 1994. Dasar-dasar Biokimia Jilid 1. Erlangga. Jakarta.
Lehninger. 1995. Dasar-dasar Biokimia Jilid 3. Erlangga. Jakarta.
Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Universitas Indonesia
Press. Jakarta.
Praseno, K.,
Isroli, dan Bambang S. 2003. Fisiologi Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang.
Smith,1988 . Pemeliharaan, Pembiakan,
dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis . Universitas Indonesia:
Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar