BAB
I
PENDAHULUAN
Peternakan
merupakan suatu kegiatan mengembangbiakan dan membudidayakan hewan ternak untuk
diambil manfaat dari hasil kegitan. Dalam kegiatan tersebut perternak berupaya
mendatang ternak unggul dari negara-negara yang mempunyai ternak domestik
unggul yang pertumbuhan dan produksinya bagus, seperti sapi Limousin dari
Eropa, sapi Brahman dari india, dan lain-lain. Namun peternak di Indonesia
terkendala karena bibit tersebut perlu penyesuaian terhadap iklim dan lingkungan
indonesia. Maka dalam hal ini perlu manipulasi agar ternak dapat beradaptasi
dengan lingkungan
Tujuan
dari pembuatan makalah ini adalah agar pembaca dapat mengetahui pengaruh
lingkungan terhadap performans sapi LIMPO
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.
Sapi LIMPO
Sapi LIMPO adalah sapi hasil
persilangan antara sapi Limousin dan PO (Peranakan Ongole). Limousin adalah
sapi dari bangsa Bos Taaurus yang berasal dari daerah sedang (temperate zone),
terbiasa hidup di daerah dengan temperatur udara yang dingin dan tatalaksana
pemeliharaan yang intensif, serta
termasuk dalam ternak besar dimana pertumbuhan secara genetik mempunyai laju
yang cepat. Sapi PO adalah termasuk
bangsa Bos Indicus yang berasal dari daerah tropis, terbiasa hidup di
daerah dengan temperatur udara yang panas dan tatalaksana pemeliharaan yang
ekstensif, serta termasuk sapi tipe kecil sampai sedang sehingga laju pertumbuhannya
rendah sampai sedang. Oleh karena itu, LIMPO secara genetik akan mewarisi
sifat-sifat kedua tetuanya masing-masing sebesar 50%.
2.2. Pengaruh lingkungan terhadap
Sapi LIMPO
Sapi
potong membutuhkan comfort zone (CZ), yaitu temperatur lingkungan yang
nyaman dan melancarkan fungsi dalam proses fisiologi ternak yang
tertentu. Lebih lanjut dikatakan
bahwa CZ untuk sapi dari daerah tropis adalah antara 22–30°C, sedang untuk sapi
daerah sedang adalah 13–25°C. Sebagai hasil silangan antara sapi dari daerah
sedang dengan sapi daerah tropis, maka diduga CZ untuk sapi SIMPO dan LIMPO
adalah 17–28°C, sehingga
diperkirakan temperatur udara lingkungan yang panas tersebut akan mempengaruhi performan
sapinya.
Secara genetik sapi silangan lebih
peka terhadap peningkatan temperatur udara lingkungan. Hal ini karena sapi
silangan mempunyai jumlah kelenjar keringat per luasan kulit yang lebih sedikit,
kulit lebih tebal dengan luasan per kg bobot hidup yang lebih kecil, rambut badan
lebih panjang dan lebat serta warna tubuh lebih gelap, sehingga kemampuan membuang
panas dari tubuh ke lingkungan menjadi lebih terbatas.
Temperatur udara di daerah yang lebih sering berada di batas maksimal,
bahkan kadang di atas CZ sapi silangan, menyebabkan LIMPO mengalami masalah
dengan panas tubuhnya. Sapi harus meningkatkan kemampuan fisiologi dan
menurunkan konsumsi pakannya. Sapi yang mengalami cekaman panas lingkungan akan
berusaha meningkatkan pengeluaran panas tubuh ke lingkungan sekitar. Atau menurunkan
produksi panas tubuh, yaitu antara lain melalui penurunan jumlah konsumsi nutrien
sumber energi. Limousin adalah murni sapi tipe pedaging . Sebagai hasil silangan,
maka sapi LIMPO mempunyai potensi genetik pertumbuhan yang lebih baik dan daya
tahan terhadap temperatur panas yang lebih tinggi pada dataran rendah. Namun
untuk memcapai hasil yang maksimal, sapi LIMPO akan lebih cocok pada dataran
tinggi dengan udara yang sejuk.
BAB III
KESIMPULAN
Sapi LIMPO adalah hasil persilangan antara
sampi Limousin dan PO (Peranakan
Ongole). Sapi Limousin terbiasa hidup di temperatur dingin dan pertumbuhan
cepat sedangkan PO terbiasa hidup pada daerah bertemperatur panas sedangkan
pertumbuhannya rendah atau sedang. Sehingga sapi LIMPO mewariskan masing-masing
50% dari sifat induknya. Sapi LIMPO lebih tahan terhadap lingkungan yang
udaranya bertemperatur panas. Namun akan lebih maksimal pertumbuhannya jika
pada daerah bertemperatur rendah. Sehingga ketika sapi LIMPO dipelihara di
dataran rendah tidak terlalu berpengaruh pada pertumbuhan dan produktivitasnya.
DAFTAR
PUSTAKA
DIWYANTO,
K. 2002. Program Pemuliaan Sapi Potong (Suatu Pemikiran). Pros. Seminar Nasional
“Kebijakan Breeding”. Bogor, 30 September–1 Oktober 2002. Puslitbang Peternakan,
Bogor.
ESMAY,
M.L. dan J.E. DIXON. 1986. Environmental Control for Agricultural Buildings.
The AVI Publ. Co. Westport. Conecticut.
WILLIAMSON,
G. and W.J.A. PAYNE. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
WEBSTER,
C.C. dan P.N. WILSON. 1980. Agriculturein Tropics. The English Language Book Society
and Longman Group. London.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar