Photobucket
Tampilkan postingan dengan label Pengetahuan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pengetahuan. Tampilkan semua postingan

Kamis, 17 Oktober 2013

Perbandingan Penurunan Anti Nutrisi Tanin pada Sorghum Akibat Pengolahannya

Penurunan Kadar Tanin dengan Penambahan Asam Propionat
            Sorghum diolah dengan cara menambahkan 30% air dan 1% asam propionat dengan konsentrasi 20% berdasarkan berat/berat pada lama penyimpanan 7, 10 dan 14 hari. Berikut kandungan Tanin pada Sorghum (%):
Warna biji
Sorghum tak diolah
Sorghum diolah
Uji statistik
7
10
14
S
P
I
Putih
0,382 d
0,283 d
0,202 d
0,195 d
**
**
**
coklat
2,157 a
1,583 b
1,026 c
0,935 c



Keterangan: S, P adalah keragaman dari faktor jenis sorgum dan lama penyimpanan sorgum diolah, I adalah interaksi antara jenis sorgum x lama penyimpanan. ** nyata pada P<0,01.


Penurunan Kadar Tanin dengan Metode Fermentasi Ampok.
Sorghum diolah dengan cara perlakuan proses fermentasi pada suhu ruang (30 ± 3 0C). Proses fermentasi dilakukan selama 84 jam, dan dilakukan pemanenan ampok tiap 12 jam untuk kemudian dilakukan proses analisis kimia. Berikut kandungan Tanin pada Fermentasi Ampok Sorghum Coklat.
Lama fermentasi
Kandungan tanin shorgum yang tak diolah (mg/g)
Kandungan tanin shorgum yang diolah (mg/g)
0
8,82±0,04
0,60±0,01
12

0,58±0,04
24

0,57±0,02
36

0,57±0,04
48

0,56±0,07
60

0,56±0,07
72

0,52±0,04
84

0,45±0,01
           
jadi kandungan tanin shorgum yang diolah dengan cara fermentasi Ampok Sorghum turun dari 0,60 mg/g (0,06%) menjadi 0,45 mg/g (0,045%).

Telaah

Kedua perlakuan di atas mempunyai kadar penurunan yang berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh pada pengolahan dengan cara penambahan asam propionat belum diketahui mekanismenya dengan jelas, tetapi kemungkinan prosesnya sama dengan polimerisasi tanin selama pemasakan sorgum yang berhenti apabila kadar air menurun. Penurunan tersebut diduga terjadi polimerisasi tanin menjadi senyawa lebih komplek sehingga sulit untuk dipecah. Pada Fermentasi Ampok Sorghum terjadi diduga dipengaruhi oleh adanya aktivitas mikroba-mikroba seperti khamir dan BAL yang tumbuh selama fermentasi ampok. Enzim tanase dari khamir menyebabkan tanin terdegradasi menjadi senyawa yang lebih sederhana dan terlarut dalam air.

Sumber:
Sujatmiko, Bagus.  Sutrisno, Aji. Sofia, Erni. 2011. Degradasi Senyawa Tanin, Asam Fitat, Antitripsin dan Peningkatan Daya Cerna Protein secara In Vitro pada Sorgum Coklat (Sorghum bicolor L.Moench) dengan Metode Fermentasi Ampok. Fakultas Teknologi Hasil Pertanian, Unibraw.
Suci, Dwi Margi dan Setiyanto, Hadi. 2001. Pengaruh Pengolahan Sorgum Terhadap Penurunan Kadar Tanin Dan Pengukuran Energi Metabolis. Fakultas Peternakan IPB, Bogor.
»»  Baca Selengkapnya...

Jumat, 21 Desember 2012

PENGARUH CEKAMAN PANAS TERHADAP PRODUKTIVITAS UNGGAS


BAB I
PENDAHULUAN
Unggas termasuk golongan hewan berdarah panas (endotermik/homeotermik) yang suhu tubuhnya diatur dalam suatu batasan yang sesuai. Secara normal, suhu tubuh unggas dewasa berkisar mulai dari 41-42°C dengan variasi sekitar 1,5°C. Unggas dapat berproduksi secara optimum bila faktor-faktor internal dan eksternal berada dalam batasan-batasan normal yang sesuai dengan kebutuhan hidupnya. Suhu lingkungan merupakan salah satu faktor eksternal yang dapat mempengaruhi produktivitas unggas. Suhu panas pada suatu lingkungan pemeliharaan unggas telah menjadi salah satu perhatian utama karena dapat menyebabkan kerugian ekonomi akibat peningkatan angka kematian ataupun penurunan produktvitas.
Cekaman panas (heat stress) menyebabkan gangguan terhadap pertumbuhan pada unggas. Penurunan pertumbuhan ini terkait dengan penurunan konsumsi pakan dan peningkatan konsumsi air minum selama unggas mengalami cekaman panas.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengaruh suhu terhadap fisiologis unggas
2.1.1. Aktivitas metabolisme
                Suhu lingkungan yang tinggi menyebabkan naiknya suhu tubuh unggas. Peningkatan fungsi organ tubuh dan alat pernafasan merupakan gambaran dari aktifitas metabolisme basal pada suhu lingkungan tinggi menjadi naik. Meningkatnya laju metabolisme basal disebabkan karena bertambahnya penggunaan energi akibat bertambahnya frekuensi pernafasan, kerja jantung serta bertambahnya sirkulasi darah periferi. Melihat hasil tersebut, nampak bahwa pada suhu lingkungan yang tinggi di atas thermoneutral akan mengakibatkan kebutuhan energi lebih tinggi. Namun demikian, dengan adanya heat increament sebagai akibat pencernaan makanan dan metabolisme zat-zat makanan, akan menimbulkan beban panas bagi unggas dan akhirnya aktifitas metabolisme menjadi berkurang. Berkurangnya aktifitas metabolisme karena suhu lingkungan yang tinggi, dapat dilihat manifestasinya berupa menurunnya aktifitas makan dan minum.

2.1.2. Aktivitas hormonal
            Pengaruh cekaman panas terhadap unggas dapat dilihat melalui skema di bawah ini:
            Fase alarm ini ditandai dengan peningkatan tekanan darah, kandungan glukosa darah, kontraksi otot dan percepatan respirasi . Hormon yang mempunyai peranan pada fase alarm ini adalah hormon adrenalin yang dihasilkan pada ujung syaraf dan hormon norephinephrin yang dihasilkan oleh medulla adrenal. Lebih lanjut dinyatakan bahwa selama fase alarm, hormon yang berasal dari hypothalamus ikut berperan. Hypothalamus mensekresikan Corticotropin Realising Faktor (CRF) ke hipofise anterior. Selanjutnya hipofise anterior mensintesa adrenocorticotropin (ACTH) dan selanjutnya disekresikan keseluruh pembuluh darah. Jaringan kortiko adrenal bertanggung jawab terhadap sintesa ACTH dengan peningkatan dan pelepasan hormon steroid .

2.1.3. Kontrol suhu tubuh
Pada suhu lingkungan di atas thermoneutral, produksi panas meningkat karena unggas tak dapat mengontrol hilangnya panas dengan menguapkan air dari pori-pori keringat, akhirnya cara yang dilakukan ialah melalui pernafasan yang cepat, dangkal atau suara terengah-engah (panting) . Panting tak dapat digunakan sebagai alat mengontrol hilangnya panas untuk waktu tak terbatas, seandainya suhu lingkungan tidak turun atau panas tubuh yang berlebihan tidak dibuang, maka unggas akan mati karena hyperthermy (kelebihan suhu). Suhu tubuh unggas naik dalam lingkungan suhu tinggi. Pada suhu lingkungan 23°C, sekitar 75% dari panas tubuh dikeluarkan dengan cara sensible yaitu melalui kenaikan suhu lingkungan di sekitarnya ; 25% panas tubuh selebihnya dikeluarkan dengan jalan penguapan (insensible) yaitu dengan mengubah air dalam tubuh menjadi uap air . Pada suhu lingkungan 35°C, sekitar 25% panas tubuh dikeluarkan melalui kulit dan 75% melalui penguapan, biasanya unggas terengah-engah sehingga lebih banyak air dapat diuapkan dari permukaan paru-paru.

2.2. Pengaruh cekaman panas terhadap produktivitas ayam broiler dan layer
2.2.1. Ayam broiler
            Penurunan bobot badan ini disebabkan selama mengalami cekaman panas, ayam mengurangi pakan dan meningkatkan konsumsi air minum agar pembentukan panas endoterm tubuhnya dapat berkurang. Di sisi lain, kurangnya asupan pakan ini menyebabkan kebutuhan energi dan zat gizi lainnya untuk pertumbuhan menjadi berkurang. Pada ayam yang dipelihara di luar kandang berpemanas, temperatur dan kelembabannya lebih rendah, sehingga penggunaan energi oleh ayam menjadi efisien, karena tidak ada energi yang dikonsumsi terbuang dalam upaya tubuh melepas panas, seperti megap-megap (panting). Hal ini juga terlihat dari rasio konversi pakan pada perlakuan kontrol (tanpa diberi stres panas). Meskipun secara statistik tidak berpengaruh, tetapi rata-rata RKPnya lebih rendah dari kelompok ayam yang diberi stres panas. Temperatur dan kelembaban yang lebih rendah ini akan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan ransum (nilai FCR yang lebih rendah), karena ayam tidak perlu lagi mengeluarkan energi untuk mengatasi cekaman panas. Tingginya nilai RKP diduga karena debit aliran darah saluran pencernaan pada ayam yang diberi stres panas akan menurun, sedangkan debit aliran darah ke permukaan tubuh seperti alat-alat respirasi bagian atas meningkat dalam usaha untuk melepaskan panas tubuh. Penurunan debit aliran darah ke saluran pencernaan akan menyebabkan penurunan aktivitas enzimatik khususnya proteinase sehingga terjadi penurunan pada nilai cerna asam amino.
Stres panas dapat menyebabkan kehilangan rata-rata bobot badan sebesar 15% jika dibandingkan dengan pertambahan bobot badan ayam pada perlakuan tanpa cekaman panas (yang tidak terkena cekaman panas). Tingkat penurunan bobot badan sebesar 15% tersebut jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan laporan peneliti lainnya. Menurut Kuczynski (2002) bahwa pemeliharaan ayam broiler sampai umur 35 hari pada suhu di atas 31 0C dapat menyebabkan penurunan bobot badan mencapai 25% jika dibadingkan dengan pemeliharaan pada suhu 21,1-22,2 0C. Diduga bahwa salah satu penyebab rendahnya selisih kehilangan BB pada penelitian ini terkait dengan relatif tingginya suhu dan kelembaban di luar kandang berpemanas, yaitu pada kisaran 28-30,7 0C dan 74-77%. Menurut Borges et al. (2004), pada ayam broiler berumur di atas 21 hari, keadaan suhu lingkungan yang optimum untuk pertumbuhan berkisar antara 20-25 0C dengan kelembaban relatif berkisar antara 50-70%.

2.2.2. Ayam layer
            Produksi telur ayam yang dipelihara pada suhu lingkungan tinggi (25-31°C) adalah 25% lebih rendah dibandingkan dengan yang dipelihara pada suhu lingkungan rendah (19-25 °C). Menurut BIRD et al. (2003) suhu lingkungan tinggi dapat menurunkan produksi telur. Pada suhu lingkungan tinggi diperlukan energi lebih banyak untuk pengaturan - suhu tubuh, sehingga mengurangi penyediaan energi untuk produksi telur . Pada suhu lingkungan tinggi konsumsi pakan turun, ini berarti berkurangnya nutrisi dalam tubuh , dan akhirnya menurunkan produksi telur .
            Pada ayam betina dewasa, makanan yang dikonsumsi digunakan untuk kebutuhan hidup pokok dan kebutuhan produksi telur. Dengan terjadinya penurunan konsumsi pakan, maka yang lebih dahulu dipenuhi adalah kebutuhan hidup pokok, sehingga penurunan konsumsi pakan berakibat langsung terhadap penurunan produksi telur. Berikut ini disampaikan data produksi telur ayam buras di daerah bersuhu lingkungan tinggi dan rendah yang diperoleh dari beberapa daerah dengan memperhatikan kesamaan.


BAB III
KESIMPULAN
            Cekaman panas sangat mempengaruhi produktivitas unggas karena pada saat unggas terkena cekaman panas unggas akan berupaya mempertahankan suhu tubuhnya seperti dengan panting, minum yang lebih banyak sehingga mempengaruhi produktivitas unggas baik dalam bobot karkas atau produktivitas telurnya. Penurunan produktivitas unggas terutama disebabkan oleh penurunan konsumsi zat gizi maupun perubahan kondisi fisiologis ayam yang timbul karena pengaruh suhu lingkungan tinggi . Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi penurunan produktivitas adalah penyesuaian tatalaksana pemeliharaan dan manipulasi zat gizi pakan.


DAFTAR PUSTAKA
Aengwanich, W. and O. Chinrasri. 2002. Effect of heat stress on body temperature and hematological parameters in male layers. Thai .J. Physiol. Sci. 15:27-33.

Al-Fataftah, A.R.A. and Z.H.M. Abu-Dieyeh. 2007. Effect of Chronic Heat Stress on Broiler Performance in Jordan. Intern. J. Poult. Sci. 6(1): 64-70.

BIRD, N.A., P. HuNToN, W.D . MORRISON dan L.J. WEBER. 2003. Heat Stress in Caged Layers. Ontario-Ministry -if Agriculture and Food.

Borges, S.A., F.A.V. da Silva, A. Maiorka,D.M. Hooge, and K.R. Cummings. 2004. Effects of diet and cyclic daily heat stress on electrolyte, nitrogen and water intake, excretion and retention by colostomized male broiler chickens. Int. J. Poult. Sci. 3: 313-321.

Cooper, M.A. and K.W. Washburn. 1998. The Relationships of Body Temperature to Weight Gain, Feed Consumption, and Feed Utilization in Broilers under Heat Stress. Poult. Sci. 77:237–242

FULLER, H.L . dan M. RENDON. 1977. Energetic efficiency of different dietary fats for growth of young chicks . Poultry Sci . 56: 549.

GUYTON, A.C . 1983 . Fisiologi Kedokteran. Ed. 5 . CV. EGC. Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta .

Kuczynski, T. 2002. The application of poultry behaviour responses on heat stress to improve heating and ventilation systems efficiency. Electr. J. Pol. Agric. Univ. Vol. 5 and Issue 1.

Mashaly, M.M., G.L. Hendricks, M.A. Kalama, A.E. Gehad, A.O. Abbas, and P.H. Patterson. 2004. Effect of heat stress on production parameters and immune responses of commercial laying hens. Poult. Sci. 83:889-894.
»»  Baca Selengkapnya...

Selasa, 10 Januari 2012

Scorpions

Anatomy
anatomy of scorpions




Notes
1. Prosoma
2. Mesosoma
3. Metasoma
4. Pedipalp
5. Chelcerae
6. Legs
7. Telson


Scorpions include arthropod animals within class of arachnid and order scorpiones. The anatomy of scorpions is divided into two main of parts: prosoma, and abdomen. Abdomen divided into two parts: mesosoma, and metasoma.
·                     Prosoma

Prosoma or chepalotorax is the part of head. It consists to eyes, chelcerae (mouth), pedipalp (claws or pincers), and pairs of leg. Scorpions have pairs of eyes, usually 2-5 pairs of eyes. Many pairs of eyes is influenced by their habitat (wet and dry of their habitat) and softness or hardness of the soil their spend life. The pedipalp is asegmented, chelae (clawed) apendage used for prey immobilization, defence, and sensory purposes. The segments of the pedipalp (from closest to the body outwards) are coxa, trochanter, femur (humerus), patella, tibia (including the fixed claw and the manus) and tarsus (moveable claw).
Telson
·                     abdomen
Mesosoma or abdomen, also called opisthosoma, consist to 7 segments. On each segments, there are cracks of openings. These cracks use to  respiratory crevices. The cracks are called book lungs. The first abdominal segment bears a pair of genital opercula which cover the gonopore.  Second abdominal segment consist of basal the basal plate which the pectin.
Metasoma (the scorpion’s tail) also consist to segments. It’s 5 segments. The last segment is called telson. It’s round and pointy part like a needle. Telson produced poison. The telson consist of vesicle, which holds as pair of venom glands, the venom injecting. It useful to immobilizes their prey.

Habitat, reproduction, and uniqueness
Scorpions are arthropod animal. There are more than 2,000 different species of scorpions in the world. They are nocturnal animal. A group of segmented animals with eight legs (octopod) are included in the order Scorpiones in the class of arachnids. Scorpions are still allied with the scorpion, spiders, mites, and ticks. There are about 2000 kinds of scorpions. They are found south of 49° N, except New Zealand and Antarctica.
The tail of the scorpion has a stinger with poison glands in it. Scorpions poison included neurotoxin (nerve poison). An exception, Hemisscorpius lepturus have cytotoxic (cell toxic). Neurotoxins consist of small proteins as well as sodium and potassium. These toxins interfere with the nervous system of prey. 40 to 50 species of scorpions have toxins that are able to kill a human.
cannibals
Scorpions are carnivore. They eat spiders, centipedes and insects. The larger kinds eat lizard, mice and snake. They are also cannibals. After mating, the female will become be aggressive and eating the female. When scorpions hunt their prey, they use their pedipalp to cacth prey then they will bent their tail and attack it. Inject a little toxin. Their prey will be weakness and die because of their toxin or poison.
.Although some species have eyes that reached 10, they still have bad eyesight.
Scorpions are nocturnal animals that move independently and capable of emitting light cyan-green under ultraviolet light. Their tails seems to have a function like second eye for them. Each their shells work as sensors which able to conduct information related light to the nervous system.  It mean every part body of scorpions can see. They can feel presence of light using their tails. This ability helps them move under rocks and darkness. It may be the reason why they have bad eyesight. But in normal light, they appear black. Beacause of they have fluoresscene who which give black color. Maybe this fluorescene may have an active role in scorpions light detection.
scorpion under UV light

The habitats Scorpions inhabit wide habitats. Their can are found on major land except Antartika and New Zealand. They can find at forests, mountain, intertidal zones, caves and vast grasslands. Even, they can life in the drying place like desert. They will hide under sand and waiting a preys. In addition, they also like humid place such as under trees or clumps of bamboo, under rock, and sandy soil. Naturally, scorpions tend to hide or escape.
 Like other predators, scorpions tend to forage in areas of clear and separate territories,and return to the same place on every night. Scorpions can enter into the housing complexand the building when its territorial area destroyed by development, logging or buttress root circumference and so on.
Scorpions have a complex mating ritual, the male use his pedipalp gripping female’s pedipalp. Males leads female to courtship dance. Sperm from male is inserted into a structure called spermatophore, laid by the male to the surface that will be taken by female. The male will ran pectin above ground that will help female to find location spermatophore. Furthermore, female scorpion will attract the sperm into genital opening, which situated near the ventral abdomen. After mating is complete, males and females are separate. Male will generally retreat quickly; most likely to avoid cannibalism by the female, although sexual cannibalism is rare in scorpion.
Scorpions have several periods of pregnant, months over a year, it depending on their type. Embryo grows in ovariuterus or in specialized diverticulitis that branch off from ovariuterus. Children who are born alive will take to his mother’s back. Their mother will help them to make delivery bag with folded legs to catch them when they were born and provide up his mother back. Some kinds of scorpions are not born form a pocket.
On average, a female can born 25-35 pups. They remained on his back, until they are malting for the first time. Once they fall, they are able to freely. The average scorpions probably live 3-5 years, but some species can live to 25 years.



Conclusion: Scorpions are unique animals. They are nocturnal animal. They are also cannibalism. After mating, the female will become be aggressive and eating the female. When scorpions feel threatened and hunt their prey, they will bent their tail and attack it. The tail of the scorpion has a stinger with poison glands in it. Although some species have eyes that reached 10, they still have bad eyesight. Scorpion’s skin can change their colour skin into green under ultraviolet light.



Source:

»»  Baca Selengkapnya...
Photobucket
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...