Photobucket

Rabu, 13 Juni 2012

Laporan praktikum Ilmu Nutrisi ternak (INT) klasifikasi bahan pakan dan saluran pencernaan ternak unggas, pseudoruminansia, dan ruminansia


BAB I
PENDAHULUAN
Bahan pakan adalah sesuatu yang bisa dimakan, dicerna seluruh atau sebagian tubuh dan tidak menggangu kesehatan ternak yang memakannya. Kelangsungan hidup ternak bergantung pada pakan. Pakan yang dikonsumsi oleh ternak harus mengandung gizi yang tinggi. Pakan yang dikonsumsi digunakan untuk pertumbuhan, produksi hidup pokok dan reproduksinya. Pakan yang diberikan harus sesuai dengan karakteristik, sistem dan fungsi saluran pencernaan ternak. Saluran pencernaan pada setiap hewan mempunyai struktur serta organ yang berbeda. Hewan non ruminansia seperti ayam dan itik kebanyakan memakan pakan yang lebih lembek atau pun halus. Sedangkan hewan ruminansia lebih banyak mengkonsumsi hijauan dikarenakan memiliki lambung yang dapat mencerna serat kasar, begitu pula pada pseudoruminansia yang juga dapat mencerna serat kasar namun tidak optimal.
Tujuan dari praktikum Ilmu Nutrisi Ternak ini yaitu dapat mengenal jenis-jenis bahan pakan beserta ciri-ciri fisiknya seperti warna, bentuk bau, rasa dan zat ntinutrisi yang terkandung didalamnya serta mengetahui dan dapat membedakan saluran pencernaan hewan ruminansia, pseudoruminansia dan monogastrik. Manfaat dari praktikum Ilmu Nutrisi Pakan adalah praktikan dapat mengetahui berbagai macam bahan pakan dan mengelompokkan bahan pakan sesuai dengan klasifikasi secara Internasional dan mengetahui karekteristik saluran pencernaan baik pada ternak ruminansia, pseudoruminansia maupun pada monogastrik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.            Klasifikasi Bahan Pakan Internasional
Bahan pakan adalah suatu bahan yang dimakan oleh ternak yang mengandung energi dan zat-zat gizi di dalam bahan pakan (Hartadi, 1993). Bahan makanan adalah bahan yang dapat dimakan, dan digunakan oleh hewan untuk pertumbuhan, produksi dan hidup pokok ternak (Tillman et al., 1991). Kebutuhan ternak akan pakan dicerminkan oleh kebutuhannya terhadap nutrisi. Jumlah nutrisi setiap harinya sangat tergantung pada jenis ternak, umur, fase pertumbuhan (dewasa, bunting dan menyusui), kondisi tubuh, dan lingkungan tempat hidupya, serta bobot badannya (Tomas, 1993).
Pertumbuhan produksi dan hidup pokok hewan memerlukan zat gizi. Pakan ternak mengandung zat gizi untuk keperluan kebutuhan energi maupun fungsi-fungsi (pertumbuhan, produksi dan hidup pokok) tetapi kandungan zat gizi pada masing-masing pakan ternak berbeda (Parakkasi, 1995). Klasifikasi bahan pakan secara internasional telah membagi bahan pakan menjadi 8 kelas, yaitu hijauan kering, pasture atau hijauan segar, silase, sumber energi, sumber protein, sumber mineral, sumber vitamin, zat additive (Tillman et al., 1991).
Bahan pakan dibagi menjadi dua menurut sumbernya, yaitu nabati dan hewani. Bahan pakan nabati adalah pakan yang berasal dari tanaman pangan seperti jagung, sorgum dan gandum. Bahan pakan hewani adalah bahan pakan yang bersumber dari hewan seperti udang, ikan dan darah (Rasyaf, 1994). Secara Internasional bahan pakan dapat dibagi menjadi 8 kelas yaitu hijauan kering, pasture, silase, sumber energi, sumber protein, sumber mineral, sumber vitamin dan zat additive (Tillman et al., 1998).
2.1.1.      Hijauan Kering dan Jerami
Bahan yang termasuk dalam kelas ini adalah semua hay jerami kering, dry fodder, dry stover dan semua bahan pakan kering yang berisi 18% atau lebih serat kasar (Rasyaf, 1994). Hijauan kering adalah rumput dan daun-daunan leguminosa yang sengaja dikeringkan agar dapat disimpan dalam waktu yang lama dan digunakan sebagai cadangan bahan pakan ternak pada musim kekurangan pakan. Pemberian jerami pada beberapa ternak akan menunjukkan defisiensi vitamin A karena terjadinya penurunan suplementasi vitamin A saat proses fermentasi di dalam rumen (Lubis, 1992).
2.1.2.      Pastura atau Hijauan Segar
Tanaman padangan hijauan yang diberikan segar termasuk dalam kelas ini adalah semua hijauan diberikan secara segar. Hijauan segar atau pasture dapat dihasilkan dari jenis rumput maupun leguminosa (Lubis, 1992). Hijauan merupakan sumber pakan utama ruminansia baik berupa rumput maupun leguminosa. Hijauan akan terasa kasar bila diraba dan mempunyai bau khas masing-masing (Rasyaf, 1994). Pastura atau hijauan segar memiliki nilai protein yang cukup tinggi (Tillman et al., 1991).
2.1.3.      Silase
Kelas ini menyebutkan silase hijauan (jagung, alfafa, rumput dsb) tetapi tidak silase ikan, biji-bijian dan akar-akaran (Hartadi, 1993). Bahan pakan yang termasuk dalam kelas ini adalah bahan pakan yang berasal dari hijauan yang telah mengalami proses fermentasi didalam silo secara anaerob, menagndung bahan kering sebesar 20,35% (Tillman et al., 1998). Proses pengawetan hijauan dengan cara fermentasi menggunakan satu jenis bakteri disebut erilase. Bahan pakan yang mengalami ensilase di sebut silase. Silase membuat pakan menjadi asam dan lembek (Parakkasi, 1995).
2.1.4.      Sumber Energi
Bahan pakan yang termasuk dalam kelas ini adalah bahan-bahan dengan kandungan protein kasar kurang dari 20% dan serat kasar kurang dari 18% atau kandungan dinding selnya kurang dari 35% (Lubis, 1992). Zat makanan yang digunakan sebagai sumber energi utama adalah karbohidrat. Karbohidrat mensuplai sekitar 80% total energi (Parakkasi, 1995).
2.1.5.      Sumber Protein
Golongan bahan pakan ini meliputi semua bahan pakan ternak yang mempunyai kandungan protein minimal 20% (Lubis, 1992). Bahan pakan sumber protein biasanya berupa tepung atau bungkil (Wahyu, 1992). Semua pakan yang mengandung protein 20% atau lebih biasanya berasal dari tanaman, hewan dan ikan (Tillman et al., 1991).
2.1.6.      Sumber Mineral
Bahan pakan yang termasuk dalam kelas ini adalah semua makanan yang mengandung cukup banyak mineral. Kandungan asam aminonya baik, banyak mengandung vitamin dan mineral. (Rasyaf, 1994). Unsur anorganik mempunyai banyak fungsi dalam proses pengatur pertumbuhan (Parakkasi, 1995).
2.1.7.      Sumber Vitamin
            Vitamin adalah organik yang tidak ada hubungan satu dengan yang lain, diperlukan dalam jumlah kecil untuk pertumbuhan normal (Tillman et al., 1998). Vitamin dibutuhkan tubuh dalam jumlah kecil tetapi merupakan regulator metabolis (Rasyaf, 1994).
2.1.8.      Zat Additif
Bahan pakan yang termasuk dalam kelas ini adalah bahan-bahan yang ditambahkan kedalam ransum dalam jumlah sedikit (Lubis, 1992). Zat additif adalah zat-zat tertentu yang biasanya ditambahkan pada ransum seperti antibiotik, zat-zat warna, hormon dan obat-obatan lainnya (Rasyaf, 1994). Bahan additif adalah suatu komposisi dari zat tertentu yang biasanya ditambahkan sebagai pelengkap komposisi bahan pakan pada ternak. Misalnya: antibiotik, vitamin, mineral, obat-obatan dan sebagainya. Meskipun bukan tergolong sebagai bahan pakan, namun bahan additif hampir tidak terpisahkan dengan praktik peternakana modern karena sangat bermanfaat secara ekonomi, untuk mendukung secara efisiensi penggunaan pakan (Murtidjo, 2005).
2.2.            Saluran Pencernaan Ternak
2.2.1.      Saluran Pencernaan Pada Ternak Ruminansia
Sistem pencernaan pada ternak ruminansia terdiri dari mulut, esofagus, lambung yang terdiri dari rumen, retikulum, omasum, abomasum, usus besar, dan anus (Frandson, 1992). Ternak ruminansia sangat berbeda dengan ternak mamalia lain karena ruminansia mempunyai lambung besar yaitu abomasums, lambung muka yang membesar dan memiliki tiga ruangan yaitu rumen, reticulum dan omasum (Tillman et al., 1991).
2.2.1.1.     Mulut, Mulut dan komponennya (gigi, lidah, pipi, dan kelenjar saliva) memiliki tingkat kepentingan yang berbeda pada tiap species                     (Blakely dan bade, 1994). Hewan ruminansia menggunakan lidah untuk menarik dan memotong rumput-rumput itu dikunyah sebentar sebelum ditelan, dicampur dengan saliva di dalam mulut untuk melumasinya.
2.2.1.2.     Esofagus, Esofagus merupakan saluran kelanjutan dari faring dan merupakan kelanjutan dari suatu saluran muskular yang merentang dari farings menuju kardia perut pada posisi kaudal dari diafragma. Esofagus terdiri dari dua lapis yang saling melintas miring. Kemudian spiral dan akhirnya membentuk suatu lapisan muskular dalam (Akoso, 2002). Esofagus terdiri dari otot, sub mukosa, dan mukosa. Ph normal pada esofagus ternak ruminansia adalah 7 yang berarti di dalam esofagus bernuansa netral (Frandson, 1993).
2.2.1.3.     Lambung, Ternak ruminansia berbeda dengan ternak lain dikarenakan ruminansia mempunyai lambung sejati yaitu abomasum dan lambung muka yang membesar, mempuntai tiga ruangan yaitu rumen, retikulum, omasum        (Tillman et al., 1991). Perut sejati pada ruminansia diawali oleh tiga bagian perut yang meliputi epitel squamosum berstrata. Makanan dicerna oleh mikroorganisme sebelum bergerak ke saluran pencernaan lainnya (Frandson, 1992).
2.2.1.4.     Rumen, Rumen merupakan suatu maskular yang besar dan terentang dari diafragma menuju ke pelvis dan hampir menempati sisi kiri dari rongga abdominal (Frandson, 1992). Mikroorganisme rumen sangat berperan penting dalam rumen. Makanan yang masuk berdegradasi kompleks menjadi poisakarida seperti selulosa, hemiselulosa, VFA atau Volatile Fatty Acid mensuplai 55-56% dari kebutuhan energi hewan ternak tersebut. Mikroba juga mensintesis vitamin B kompleks yang sangat dibutuhkan oleh hewan ternak tersebut. Ph normal pada rumen ternak ruminansia adalah netral yaitu 7 (Siregar, 1994).
2.2.1.5.     Retikulum, Retikulum adalah bagian perut (kompartemen) yang paling kranial seperti yang tercermin dari namanya. Kompartemen ini bagian dalamnya diseliputi oleh membran mukosa yang mengandung intersekting ridge yang membagi permukaan itu menjadi permukaan yang menyerupai permukaan sarang lebah (Frandson, 1992). Secara fisik ini kurang terpisah dari rumen tetapi bagian ini menyerupai daerah pengaturan aliran dari esofagus dan rumen ke abomasum. Di dalam retikulum terjadi pencernaan fermentatif. Ph normal pada retikulum adalah 7 (suasana netral) (Siregar, 1994).
2.2.1.6.     Omasum, Omasum merupakan suatu organ yang berisi lamina muskuler yang turun dari alam dorsum atau bagian atap. Omasum terletak di sebelah kanan rumen dan retikulum persis pada kaudal hati. Pertautan antara omasum dan banomasum terdapat suatu susunan lipatam membran mukosa “vela terminalia” yang barangkali berperan sebagai katup untuk mencegah kembalinya bahan-bahan dari abomasum menuju omasum (Frandson, 1992). Fungsi bagian ini adalah untuk menyaring partikel pakan yang lebih kecil, oleh karena itu terdapat lima macam lamina atau daun yang masing-masing mempunyai duri. PH normal pada omasum ternak ruminanasia adalah 7 yang berarti netral (Akoso, 2002).
2.2.1.7.     Abomasum, Abomasum disebut sebagai perut sejati karena pada daerah ini terdapat kelenjar digesti yang berperanan dalam proses pemecahan zat-zat gizi (Siregar, 1994). Abomasum terletak ventral dari omasum dan terentang kaudal pada sisi kanan dari rumen (Frandson, 1993).
2.2.1.8.     Usus Halus, Usus Halus berbentuk saluran tabung yang memanjang dan tidak beraturan panjang usus kambing mencapai 45 meter. Usus kambing berbentuk rabung ini beberapa kali melebar dan menyempit sepanjang rangkaiannya sesuai dengan fungsinya (Akoso, 2002). Usus halus terbagi atas tiga bagian yaitu duodenum, jejenum, dan ileum. Berdasarkan pada perbedaan-perbedaan struktural histologis atau mikroskop. Duodenum merupakan bagian yang pertama kali dari usus. Jejenum dengan jelas dapat dipisahkan dengan duedenum, yaitu terdapat seperti bintil putih sebagai pembatas. Bagian terakhir dari usus halus adalah ileum. Bagian terminal dari ileum tersambung dengan usus besar atau sekum dan kolon pada ruminansia dari babi, pada bagian kanan dari rongga abdomal. PH normal yang terdapat pada usus halus adalah 7       (Frandson, 1992).
2.2.1.9.     Sekum, Sekum merupakan bagian dari usus besar. Sekum pada ternak ruminansia bentuknya berlekuk-lekuk. Pada sekum terjadi pencernaan secara fermentatif karena terdapat mikroba dalam sekum sehingga didalam sekum merupakan tempat pembusukan makanan menjadi feses yang nantinya dibuang (Akoso, 2002). Didalam sekum terdapat bakteri-bakteri pembusuk, antara lain proteolitik. Proteolitik ini berfungsi menyerang protein yang belum dicerna menjadi asam-asam amino. PH normal pada sekum adalah 8 yang berarti didalam sekum suasananya basa (Frandson, 1992).
2.2.1.10. Usus Besar, Usus Besar terdiri dari sekum, kolon, dan rektum. Usus besar tidak menghasilkan enzim karena kelenjar-kelenjar yang ada adalah mukosa, karenanya tiap pencernaan yang terjadi di dalamnya adalah sisa-sisa kegiatan oleh enzim-enzim dari usus halus dan enzim yang dihasilkan oleh jasad-jasad renik yanng banyak terdapat pada usus besar. Didalam sekum akan terjadi pencernaan fermentatif (Frandson, 1992). Bakteri yang hidup pada usu besar dan sekum anatar lain proteolitik yang berfungsi menyerang protein yang belum di cerna menjadi asam-asam amino. PH normal pada usus besar adalah 7 yang berarti suasananya netral (Tillman et al., 1991)
2.2.2.      Saluran Pencernaan Pada Ternak Non Ruminansia
Saluran pencernaan pada hewan ruminansia dan non ruminansia relatif sama kecuali pada bagian perut. Hewan ruminansia perutnya terdiri dari empat bagian, sedangkan hewan non ruminansia terdiri atas satu bagian yang dilengkapi dengan beberapa daerah lain di dalam perut yaitu: daerah glandula kardiak, daerah glandula pundik, dan daerah glandula pilorik  (Diggins, 1961). Pada umumnya pencernaan pada unggas mengikuti pola pencernaan pada ternak non ruminansia, tetapi terdapat berbagai modifikasi (Tillman et al., 1982). Saluran pencernaan pada hewan nonruminansia terdiri atas mulut, oseophagus, lambung, usus halus, usus besar, dan anus (Parakkasi,1986).  Hewan ternak non ruminansia juga disebut makluk atau ternak yang mempunyai lambung sederhana atau monogastrik, contohnya manusia, tikus, anjing, kucing, babi, unggas, dan lain-lain            (Tillman et al, 1982).
2.2.2.1.     Paruh, Gigi pada paruh ternak dapat juga digunakan sebagai parameter untuk mengetahui usia ternak. Hal ini dapat dilihat dari penyembulan (erupsi), penggantian gigi sementara, bentuk dan derajat keausan karena dipakai untuk mengunyah pada gigi susu ataupun pada gigi permanen. Gigi terdiri dari beberapa bagian yaitu: dentine, cementum, enamel, dan mahkota            (Frandson, 1992). Rongga mulut terdapat 3 alat pelengkap pencernaan, yakni gigi, lidah dan saliva. Gigi berguna untuk secara mekanis memecah makanan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil sehingga mudah dapat ditelan oleh ternak yang bersangkutan dalam proses pengunyahan bahan makanan. Pada ternak non ruminansia mengandung enzim amilase. Bagian mulut pada ternak non ruminansia, misalnya unggas. Paruh dan lidah sebagai pengambil makanan. Kelenjar saliva sebagai pembasahan dan pelumas (Parakkasi, 1986).
2.2.2.2.     Esophagus, Panjang Esophagus berkisar 125-150 cm. Esophagus disambungkan dengan mulut oleh faring (Parakkasi, 1986). Dinding muskular Esophagus terdiri dari dua lapis yang membentuk suatu lapisan sirkular dalam. Otot pada Esophagus berubah dari jenis otot melintang menjadi otot halus pada sepertiga bagian kaudal Esophagus (pada kuda), persis di depan diafragma (pada babi) (Frandson, 1992).
2.2.2.3.     Tembolok, Tembolok berbentuk kantong yang merupakan pelebaran dari Oesophagus. Berfungsi sebagai kantong untuk menampung makanan dan minuman sebelum masuk ke dalam proventrikulus (Sarengat, 1982). Pakan disimpan dalam tembolok sementara waktu dan tidak ada proses pencernaan, kecuali pencampuran sekresi saliva dari mulut yang dilanjutkan aktivitasnya di tembolok (Akoso, 2002).

2.2.2.4.     Proventrikulus, Proventriculus mengeluarkan asam lambung, terutama asam hidroklarat, dan enzim pepsin (Blakely, 1994). Makanan dari proventrikulus menuju gizzard yang bergerak menggiling partikel-partikel makanan dan menghancurkan dinding-dinding sellulose dari biji-bijian   (Sarengat, 1982).
2.2.2.5.     Ventrikulus, Ventrikulus tersusun dari suatu struktur bertanduk yang berotot tebal. Pemberian grit dalam pakan adalah tidak umum tetapi dapat membantu kerja empedal. Pecahan granit, kulit kerang atau bahan keras yang tidak larut dapat digunakan sebagai suatu pakan tambahan (Akoso, 2002). Kerja penggilingan yang terjadi secara tidak sadar oleh otot empedal memiliki kecenderungan untuk menghancurkan pakan seperti yang dilakukan oleh gigi (Blakely, 1994). 
2.2.2.6.     Usus Halus, Usus halus dapat dibagi secara anatomik menjadi tiga bagian, yaitu: duodenum yang berhubungan langsung dengan lambung, jejunum yang berada di tengah, dan ileum yang berhubungan dengan usus besar              (Tillman et al., 1991). Kelenjar-kelenjar duodenum menghasilkan sekresi alkali yang masuk ke duodenum melalui saluran diantara villi dan cairan ini hanya pelicin. Cairan ini berguna untuk melindungi dinding duodenum dari pengaruh suasana asam yang masuk dari lambung. Hasil pencernaan makanan terjadi pada usus halus, usus halus memiliki kondisi asam di dalamnya dengn pH 3 sampai 6 (Frandson, 1992).
2.2.2.7.     Usus besar, Usus besar merupakan terdiri dari sekum, kolon, dan rektum. Usus besar tidak menghasilkan enzim karena kelenjar-kelenjar yang ada adalah kelenjar mukose. Karenanya, tiap pencernaan yang terjadi di dalamnya adalah sisa-sisa kegiatan pencernaan oleh enzim dari usus halus dan enzim yang dihasilkan oleh jasad-jasad renik yang banyak terdapat pada usus besar. Di dalam sekum terjadi pencernaan fermentatif (Frandson, 1992). Bakteri yang hidup pada usus besar dan sekum antara lain proteolitik, yang berfungsi menyerang protein yang belum dicerna menjadi asam-asam amino. Jasad renik ini juga mensintesa vitamin B yang akan diabsorbsi ke dalam tubuh, namun biasanya sebagian besar akan disekresikan melalui kotoran. Selain bakteri proteolitik di usus besar juga terdapat bakteri selulolitik yang berfungsi mencerna serat kasar, mengubahnya menjadi Volatile Fatty Acid (asam lemak terbang) yang kemudian digunakan sebagai energi (Tillman et al., 1991).
2.2.3.      Saluran Pencernaan Ternak Pseudoruminansia
Hewan pseudoruminansia merupakan hewan yang mempunyai sistem pencernaan hampir sama dengan hewan ternak rumansia tetapi menpunyai lambung tunggal. Kelinci merupakan hewan pseudoruminansia, herbivora monogastrik yang mempunyai lambung sederhana, intestinum dan usus belakang yang membesar yaitu caecum dan colon (Chah et al., 1975). Saluran pencernaan pada hewan pseudoruminansia terdiri atas mulut, oseopaghus, lambung, usus halus, usus besar, dan anusa (Parakkasi,1986).
2.2.3.1.     Mulut , Pencernaan dalam mulut dimulai dengan penempatan makanan dimana terdapat pemamahan dengan pengunyahan. Proses ini juga mencampur makanan dengan air ludah, yang berfungsi sebagai pelicin untuk membantu penelanan. Air liur disekresikan kedalam mulut oleh tiga pasang kelenjar ludah dan mengandung 99% air dan 1% musin, enzim alfa amilase (Parakkasi, 1986). Mulut digunakan untuk menggiling makanan dengan bantuan lidah serta mencampurnya dengan saliva, juga berperan dalam mekanisme prehensik dan juga sebagai senjata defensif maupun ofensif. Ternak psoudoruminansia terjadi mastikasi yaitu mengambil pakan, mengunyah, dan mencampur dengan saliva (Frandson, 1993).
2.2.3.2.     Esophagus, Esophagus merupakan suatu saluran yang merupakan jalan bagi makanan yang telah mengalami proses pencernaan di dalam mulut dan merupakan penghubung antara rongga mulut dengan lambung                   (Tillman et al., 1991). Bagian esophagus (pars oesophagea) yang berwarna putih, tidak mempunyai kelenjar dan dilapisi oleh epitelium berbentuk squomaus-statified yang tebal. Daerah ini meliputi 1/3-2/5 bagian dari seluruh jaringan mukosa (Parakkasi, 1986).
2.2.3.3.     Lambung, PH lambung sangat asam sekitar 1-2 pada kelinci dewasa sehingga sangat efektif didalamnya untuk membunuh mikroorganisme pathogen. Kelinci yang sedang menyusui pH lambungnya sekitar 5-6,5 (Frandson, 1993). Lambung adalah ruangan yang berfungsi sebagai tempat pencernaan dan penyimpan makanan. Cairan lambung terdiri dari air, garam-garam anorganik dan pepsinogen dapat merangsang produksi pepsin. Konsentrasi asam dalam cairan lambung menurunkan pH sampai 2,0 (Parakkasi,1986).
2.2.3.4.     Usus halus, Usus halus terbagi menjadi tiga bagian, yaitu: duodenum, jejenum dan ileum. Saat pakan masuk duodenum disekresikan getah pankreas dan ion-ion bikarbonat untuk menetralisir asam getah empedu juga disekresikan sebagai emulsi lemak (Parakkasi, 1986). Duodenum menghubungkan usus halus dengan lambung sedangkan ileum yang menghubungkan usus halus dengan usus besar (intestinum crassum). Usus halus terdapat empat sekresi cairan yaitu cairan duodenum, empedu, cairan pankreas dan cairan usus (Frandson, 1993).
2.2.3.5.     Usus Besar, Pembentukan sekum akan menyebabkan pembesaran pada kolon, tanpa sekum tidak ada coprophagi. Coprophagi umumnya dikeluarkan pada pagi dan malam hari, mengandung vitamin B, protein 28,8% dan 30% serat kasar. Sedangkan kotoran kerasnya dikeluarkan pada siang hari mengandung 9,2% protein dan 50,3% serat kasar. Sekum merupakan suatu kantung buntu. Kolon terdiri atas rectum. Bagian yang turun berakhir di rectum dan anus. Variasi pada usus besar dari satu spesies ke spesies lain jauh lebih menonjol dibandingkan dengan usus halus (Frandson, 1993). Ada dua hal yang menyebabkan cairan pancreas kuda berbeda dengan ternak lainnya. Dua hal tersebut adalah: 1) konsentrasi enzim yang relatif rendah; 2) rendahnya kadar HCO3. Daya proteolitis dari cairan pancreas kuda sangat lemah dibanding dengan ternak lain karena dalam proses pencernaanya tidak mengalami proses ruminasi, maka tidak ada pula proses eruktasi khusus (Parakkasi, 1986). Pembuangan cecum melalui pembedahan menghasilkan pembesaran kolon. Kelinci tanpa cecum tidak melakukan caecotropbhy. Komposisi kotoran lunak yang dikeluarkan sangat berbeda dari kotoran keras yang dikeluarkan. Kotoran lunak diselaputi oleh mukosa dan mengandung sedikit bahan kering (31%) tetapi tinggi dalam protein (28.5%) kalau dibandingkan dengan kotoran keras yang mengandung 53% bahan kering dan 9.2% protein (Sarwono, 2005).

BAB III
MATERI DAN METODE
Praktikum Ilmu Nutrisi Ternak dengan materi Identifikasi Bahan Pakan dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 12 April 2012 pada pukul 13.30-16.000 WIB serta dengan materi Saluran Pencernaan pada hewan Non Ruminansia dan Psedoruminansia pada hari Jum’at, tanggal 04 Mei 2012 pada pukul 14.00-16.00  Praktikum identifikasi bahan pakan dilaksanakan di Aula dan praktikum saluran pencernaan pada ternak dilaksanakan di Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang.
3.1.            Identifikasi Bahan Pakan
3.1.1.      Materi
Materi yang digunakan dalam praktikum Identifikasi Bahan Pakan adalah berbagai jenis bahan pakan yaitu Pakan Hijauan Kering, Hijauan Segar (Pastura), Pakan Sumber Energi, Pakan Sumber Protein, Pakan Sumber Mineral, Pakan Sumber Vitamin, dan Pakan Sumber Additif. Adapun alat-alat yang digunakan dalam paraktikum Identifikasi Bahan Pakan adalah selembar kertas sebagai tempat bahan pakan dan alat tulis untuk mencatat klasifikasi bahan pakan yang tersedia.

3.1.2.      Metode          
Metode yang digunakan dalam Identifikasi Bahan Pakan adalah menyiapkan peralatan dan bahan-bahan yang dibutuhkan. Melakukan pengamatan bahan pakan dengan mencatat nama bahan, bentuk, warna, bau, rasa dan menyebutkan klasifikasi masing-masing bahan pakan secara Internasional selanjutnya mencatat hasil praktikum.
3.2.            Saluran Pencernaan Ternak
3.2.1.      Materi
Materi yang digunakan pada praktikum Saluran Pencernaan Ternak adalah untuk ternak monogastrik menyiapkan ayam dan itik yang sehari sebelumnya telah diberi pakan berupa jagung kuning, untuk ternak pseudoruminansia menyiapkan kelinci yang sehari sebelumnya telah diberi pakan hijauan segar. Untuk ternak ruminansia sendiri menyiapkan isi perut ruminansia untuk diidentifikasi saluran pencernaannya.
3.2.2.      Metode
Metode yang digunakan pada praktikum saluran pencernaan ternak adalah mengamati seluruh alat pencernaan yang dimiliki oleh hewan ternak, kemudian mengetahui tekstuk maupun fungsi dari setiap organ. Setelah itu menuliskan hasil identifikasi yang telah dilakukan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.            Identifikasi Bahan Pakan
            Berdasarkan hasil praktikum Identifikasi Bahan Pakan diperoleh hasil sebagai berikut:
4.1.1.      Hijauan kering, Jerami dan Limbah Agroindustri
Bahan pakan yang termasuk dalam kelas hijauan kering atau hay adalah semua hay, jerami kering, dry stover dan semua bahan kering yang berisi 18% atau lebih serat kasar. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Rasyaf (1994) yang menyatakan bahwa hijauan kering dan jerami memiliki 18% atau lebih serat kasar. Berdasarkan hasil praktikum, bahan pakan yang termasuk dalam kelas hijauan kering antara lain klobot jagung, kulit kopi, kulit kacang tanah, tepung benggale, kulit singkong, tepung kulit polong, kulit kakao, kulit nanas, ampas kelapa, lumpur sawit, tepung lidi daun sawit, kulit polong, serat perasan sawit, hay rumput gajah, jerami padi, harendong, jerami kacang, jerami jagung, jerami sorgum, pucuk tebu, hay rumput benggala, hay rumput setaria, kulit pisang. Hal ini sesuai dengan pendapat Lubis (1992) yang menyatakan bahwa pada pakan kasar yang meliputi hijauan kering  dan jerami yang dicirikan dengan kandungan serat kasar lebih dari 10% dan mempunyai dinding sel di atas 35%.

4.1.2.      Hijauan Segar/ Pastura
            Berdasarkan hasil praktikum, bahan pakan yang termasuk dalam kelas hijauan segar antara lain tanaman sorgum, tanaman jagung, daun angsana, ketela pohon, legum siratro, rumput lapangan, daun nangka, rumput setaria, star grass, rumput alang-alang, rumput gajah, cetro, rumput benggala, mexicana, rumput raja, kolonjo, rumput gajah afrika, daun waru, daun lamtoro, daun gamal, daun petai cina. Hijuan segar memiliki kandungan karbohidrat yang cukup tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Tillman (1991) yang menyatakan bahwa Pastura atau hijauan segar banyak mengandung karbohidrat dalam bentuk gula sederhana, pati dan fruktosa yang sangat berperan dalam menghasilkan energi. Hal ini ditambahkan oleh pendapat Parakkasi (1995) menyatakan bahwa Karbohidrat mensuplai sekitar 80% total energi.
4.1.3.      Silase
Berdasarkan hasil praktikum, tidak terdapat bahan pakan yang termasuk pada golongan silase. Silase adalah hijauan pakan ternak yang disimpan dalam bentuk segar biasanya berasal dari tanaman sebangsa padi-padian dan rumput-rumputan. Hal ini sesuai dengan pendapat Tillman (1998) menyatakan bahwa semua makanan atau bahan pakan yang berasal dari hijauan yang mengalami fermentasi dalam silo, mengandung bahan kering sebesar 20-35%. Hal ini ditambahkan oleh pendapat Parakkasi (1995) menyatakan bahwa silase membuat pakan menjadi asam dan lembek.

4.1.4.      Bahan Pakan Sumber Energi
Berdasarkan hasil praktikum, bahan pakan yang termasuk dalam kelas sumber energi antara lain biji gandum, sorgum, onggok, biji jagung kuning, jagung giling, nasi aking, milet merah, ketela rambat, ketela pohon, mollases, tumpi, biji bunga matahari, juwawud, DDGS, dedak halus, dedak kasar, rape shep, serbuk gergaji, bungkil kelapa sawit, tepung rumput laut, pelet pollard. Semua bahan pakan sumber energi mengandung karbohidrat yang cukup tinggi dan mampu dimanfaatkan sebagai subtitusi sumber karbohidrat. Hal ini sesuai dengan pendapat Parakkasi (1995) yang menyatakan bahwa bahan pakan sumber energi mengandung karbohidrat (pati) relative tinggi dibandingkan zat –zat makanan lainnya serta kandungan protein sekitar 10%. Hal ini ditambahkan oleh pendapat Lubis (1992) yang menyatakan bahwa Karbohidrat adalah zat organik utama yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan dan biasanya mewakili 50 sampai 75 persen dari jumlah bahan kering dalam bahan makanan ternak. Karbohidrat sebagian besar terdapat dalam biji, buah dan akar tumbuhan. Zat tersebut terbentuk oleh proses fotosintesis, yang melibatkan kegiatan sinar matahari terhadap hijauan daun.
4.1.5.      Bahan Pakan Sumber Protein
            Berdasarkan hasil praktikum, kelas bahan pakan yang termasuk dalam sumber protein antara lain biji lamtoro, polutry meat meal, bungkil biji kapuk, tepung ikan, tepung bulu, DDGS, tepung sentro, bungkil kedelai, tepung ampas kecap, meat bone meal, bungkil biji jarak, kacang hijau, daun singkong. Menurut Lubis (1992) golongan bahan pakan sumber protein meliputi semua bahan pakan ternak yang mempunyai kandungan protein minimal 20%. Ditambahkan oleh Wahyu (1992) yang menyatakan bahwa bahan pakan sumber protein biasanya berupa tepung atau bungkil. Serta diperkuat oleh pernytaan Tillman (1991) bahwa semua pakan yang mengandung protein 20% atau lebih biasanya berasal dari tanaman, hewan dan ikan.
4.1.6.      Bahan Pakan Sumber Mineral
            Berdasarkan hasil praktikum kelas bahan pakan yang termasuk dalam sumber mineral antara lain garam, cangkang telur, tepung cangkang kerang, tepung tulang, tepung grit, grit kasar mineral TB12.  Bahan pakan yang termasuk dalam kelas ini adalah semua makanan yang mengandung cukup banyak mineral. Menurut Rasyaf (1994) kandungan asam amino pada pakan sumber mineral sangatlah baik, karena banyak mengandung vitamin dan mineral. Menurut Parakkasi (1995) unsur anorganik mempunyai banyak fungsi dalam proses pengatur pertumbuhan.
4.1.7.      Bahan Pakan Sumber Vitamin
Berdasaarkan hasil praktikum kelas bahan pakan yang termasuk sumber vitamin antara lain vitamin A, vitamin E, vitachick, dan kulit wortel. Menurut Tillman (1998) vitamin adalah organik yang tidak ada hubungan satu dengan yang lain, diperlukan dalam jumlah kecil untuk pertumbuhan normal. Dan diperkuat oleh pernyataan Rasyaf, yang menyatakan bahwavVitamin dibutuhkan tubuh dalam jumlah kecil tetapi merupakan regulator metabolis.
4.1.8.      Bahan Zat Additif
Berdasarkan hasil praktikum kelas bahan pakan yang termasuk zat additif antara lain daun katuk, jeruk nipis, temulawak, daun pepaya, kunyit, laos, tepung bengle, jahe, dan ampas jamu gendong. Menurut Lubis (1992) bahan pakan yang termasuk dalam kelas bahan zat aditif adalah bahan-bahan yang ditambahkan kedalam ransum dalam jumlah sedikit. Kemudian ditambahkan oleh Rasyaf (1994) yang menyatakan bahwa zat additif adalah zat-zat tertentu yang biasanya ditambahkan pada ransum seperti antibiotik, zat-zat warna, hormon dan obat-obatan lainnya.



4.2.            Saluran Pencernaan Ternak
4.2.1.      Non Ruminansia
4.2.1.1. Ayam, Berdasarkan hasil praktikum saluran pencernaan pada ayam diperoleh hasil sebagai berikut :

3
 



8
 


7
 


6
 

10
 

5
 

9
 

4
 

1
 

2
 

1
 


3
 


10
 


9
 

8
 

7
 

6
 

5
 

4
 


 

2
 


 
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Nutrisi Ternak Dasar, 2012.
Keterangan      :          
1. Paruh                       6. Duodenum
                        2. Tembolok                7. Usus halus
                        3. Proventrikulus         8. Usus besar
                        4. Gizzard                   9. Sekum
                        5.  Pankreas                 10. Kloaka
Dari hasil praktikum pada pencernaan ayam yang di mulai dari paruh menuju esofagus, tembolok, proventikulus, gizzard, duodenum, hati, pankreas, jejenum, pembuluh darah, illeum, ceca, kolon dan kloaka. Hal ini sesuai dengan pendapat Frandson (1993) yang menyatakan bahwa susunan saluran pencernaan ayam di awali dari paruh dan diakhiri oleh kloaka.  Pada hewan non ruminansia hanya mempunyai lambung sederhana atau monogastrik. Hal ini sesuai dengan pendapat Tillman (1982) yang menyatakan hewan ternak non ruminansia juga disebut makluk atau ternak yang mempunyai lambung sederhana atau monogastrik, contohnya manusia, tikus, anjing, kucing, babi, unggas, dan lain-lain. Pada ayam biasanya empela mengandung batu krikil untuk membantu pecernaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Tillman (1982) yang menatakan bahwa biasanya empela mengandung grit (batu kecil dan pasir) yang akan membantu pelumatan biji-bijian yang masih utuh.
4.2.1.2. Itik, Berdasarkan  hasil praktikum saluran pencernaan pada itik diperoleh hasil sebagai berikut :
Text Box: 2


Text Box: 5Text Box: 6Text Box: 9Text Box: 8Text Box: 10Text Box: 11Text Box: 1Text Box: 12

Text Box: 12
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Nutrisi Ternak Dasar, 2012.
Sumber : www.fao.org
Keterangan      :
1. Esofagus                             7.  Jejenum
            2. Tembolok                            8.  Illeum
            3. Lupa                                    9.  Sekum
            4. namanya                              10. Kolon       
            5. Gizzard                               11. Kloaka
            6. Duodenum                          12. Paruh
Dari hasil pratikum dapat diketahui bahwa saluran pencernaan itik sama dengan saluran pencernaan ayam, yaitu paruh, esofagus, tembolok, proventikulus, gizzard, hati, duodenum, pankreas, jejenum, illeum, ceca, kolon, dan berakhir pada kloaka. Hal ini sesuai dengan pendapat Tillman (1982) yang menyatakan bahwa umumnya pencernaan pada unggas mengikuti pola pencernaan pada ternak non ruminansia, tetapi terdapat berbagai modifikasi. Usus besar pada unggas pendek dibandingkan dengan hewan non-ruminansia lain, hal ini sesuai pendapat Frandson (1993) yang menyatakan bahwa usus besar unggas sangat pendek dibanding hewan non-ruminansia lain, terutama dibanding dengan babi, manusia dan rodensia.
4.2.2.      Ruminansia

9
 


8
 


6
 

7
 
Berdasarkan hasil praktikum saluran pencernaan pada ruminansia diperoleh hasil sebagai berikut :

5
 

100
 

3
 



11
 


12
 


2
 

1
 

4
 
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Nutrisi Ternak Dasar, 2012.
Keterangan :
1.      Esofagus                     7. Pankreas
2.      Rumen                        8. Jejunum
3.      Retikulum                   9. Ileum
4.      Omasum                      10. Sekum
5.      Abomasum                  11. Usus Besar
6.      Duodenum                  12. Anus
Ternak ruminansia mengunyah makananya dan mencapurnya dengan sejumlah air liurnya, masuk kedalam rumen untuk penyimpanan sementara kemudian mengembalikan makanan dari rumen untuk di kunyah kembali. Saluran pencernaan ruminanansia mempunyai lambung yang terbagi menjadi 4 yaitu rumen, retikulum, omasum, dan obamasum. Lambung ruminansia terbagi menjadi 4 bagian untuk mencerna makanan serat kasar yang di bantu oleh mikroorganisme yang berada pada rumen. Frandson (1993) menyatakan bahwa ruminansia dapat memanfaatkan selulose untuk menyediakan lingkungan yang sangaat cocok untuk perkembangan bakteri, protozoa, dan mungkin mikroba lainnya. Menurut pendapat Tillman (1991) menyatakan ternak ruminansia berbeda dengan ternak mamalia lainnya karena mempunyai lambung benar-benar, yaitu abomasum, dan lambung muka yang membesar, mempunyai tiga ruangan, yaitu rumen, retikulum dan omasum. 



4.2.3.      Pseudoruminansia
Berdasarkan hasil praktikum saluran pencernaan kelinci diperoleh hasil sebagai berikut:


 



 
Sumber : www.google.com
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Nutrisi Ternak Dasar, 2012.
Keterangan:
1. Esofagus           5. Usus Halus
2. Hati                   6. Cecum
3. Lambung           7. Usus Besar
4. Pankreas            8. Anus
Berdasarkan hasil praktikum terlihat susunan organ pencernaan kelinci dimulai dari mulut, esofagus, lambung, usus halus, usus besar, dan anus hal ini sesuai dengan pendapat Parakkasi (1986) yang mengatakan bahwa pencernaan ternak pseudoruminansia terdiri atas mulut, oseofagus, lambung, usus halus, usus besar, dan anus. Selain itu terlihat cecum yang berkembang yang menyebabkan usus besar terlihat membesar. Hal ini sesuai dengan pendapat Frandson (1993) yang mengatakan bahwa pembentukan sekum akan menyebabkan pembesaran pada kolon, tanpa sekum tidak ada coprophagi. Coprophagi umumnya dikeluarkan pada pagi dan malam hari, mengandung vitamin B, protein 28,8% dan 30% serat kasar. Sedangkan kotoran kerasnya dikeluarkan pada siang hari mengandung 9,2% protein dan 50,3% serat kasar. Sekum merupakan suatu kantung buntu. Kolon terdiri atas rectum. Bagian yang turun berakhir di rectum dan anus. Variasi pada usus besar dari satu spesies ke spesies lain jauh lebih menonjol dibandingkan dengan usus halus.
4.2.4.      Fungsi Organ Pencernaan
Setiap organ saluran pencernaan mempunyai fungsi yang sangat berperan pada makluk hidup tersebut. Mulut atau bila pada unggas di sebut paruh berperan sebagai pencernaan mekanik dan kimiawi, hal ini sesuai dengan pendapat Frandson (1993) yang menyatakan pencernaan dimulai dengan penempatan makanan di dalam mulut di mana terdapat pemamahan atau pelumatan dengan pengunyahan, proses ini juga mencampur makanan dengan air ludah, yang berfungsi untuk pelicin membantu penelanan. Kelenjar pada kucing, anjiing, dan kuda tidak mengsekresikan amilase, sedangkan pada manusia dan hewan non ruminansia lain mensekresikan amiilase. Setelah dari mulut makanan melewati faring atau esofagus yang menyalurkan makanan menuju lambung. Hal ini sesuai dengan pendapat Tillman (1982) yang menyatakan bahwa pencernaan dimulai dari amilase air liur dan berlangsung terus sementara makanan melalui faring dan esofagus masuk ke dalam lambung. Sedangkan pada unggas mempunyai tembolok untuk menyimpan makanan.
Didalam lambung makanan mengalami pencernaan protein, lambung juga sebagai tempat penyimpanaan makanan. Hal ini sesuai dengan pendapat Tillman (1982) yang menyatakan bahwa lambung adalah ruangan sederhana yang berfungsi sebagai tempat pencernaan dan penyimpanan makanan, hasil dari pencernaan protein dalam lambung adalah polipeptide yang bervariasi besar dalam ukurannya ditambah beberapa asam amino bebas. Hati menghasilkan empedu yang berfungsi mengemulsikan lemak. Hal ini sesuai dengan pendapat Fandson (1993) yang menyatakan bahwa empedu dikeluarkan oleh hati dan masuk usus melalui ductus choleduchus (saluran empedu). Garam-garam empedu bertindak mengemulsikan lemak dan mengaktifkan pankreas yang menghidrolisa lemak.
            Usus halus dibagi menjadi tiga bagian yaitu duodenum, jejenum, dan illeum. Hal ini sesuai dengan pendapat Tillman (1982) yang menyatakan bahwa usus halus dapat di bagi mejadi tiga bagian, duodenum ialah yang menghubungkannya dengan lambung, jejenum adalah bagian tengah dan illeum yang menghubungkan dengan usus besar. Absorbsi hasil pencernaan makanan terjadi sebagian besar pada usus halus menurut Frandson (1993).
Usus besar adalah penyerapan pencernaan yang terakhir, zat-zat makanan yang tidak dapat di pecah pada usus halus akan di pecah di usus besar di bantu oleh bacteria. Hal ini sesuai dengan pendapat Tillman (1982) yang menyatakan bahwa di usus besar dan sekum terdapat banyak kegiatan jasad renik. Namun, bacteria yang hidup di tempat tersebut fungsinya terutama adalah proteolitik, sehingga jasad renik ini menyerang protein-protein yang belum dicerna menjadi skalole, indolefenol, asam-asam lemak, gidrogen sulfide dan asam-asam amino. Anus atau kloaka pada unggas berfungsi sebagai pembuangan sisa-sisa pencernaan. Hal ini sesuai dengan Frandson (1993) yang menyatakan bahwa hasil sisa pencernaan dikeluarkan dari traktus digestivus melalui anus berupa fases.
4.2.5.      Perbedaan Saluran Pencernaan Ternak
Berdasarkan hasil praktikum terlihat perbedaan pencernaan ruminansia, non ruminansia dan pseudoruminansia ialah pada ruminansia memiliki lambung yang berkembang sedangkan non ruminansia dan pseudoruminansia tidak berkembang. Hal ini sesuai dengan pendapat  Tilman (1991) yang mengatakan ternak ruminansia sangat berbeda dengan ternak mamalia lain karena ruminansia mempunyai lambung besar yaitu abomasum, lambung muka yang membesar dan memiliki tiga ruangan yaitu rumen, reticulum dan omasum. Lambung ruminansia berkembang karena sebagai tempat fermentasi serat kasar yang dimakannya. Sedangkan ternak non rumiansia memiliki tembolok, gizzard, dan cecum yang tidak berkembang dan ternak pseudoruminansia memilik cecum yang berkembang sebagai tempat pencernaan fermentatif. Hal ini sesuai dengan pendapat Parakkasi (1986) yang mengatakan bahwa pembentukan sekum akan menyebabkan pembesaran pada kolon, tanpa sekum tidak ada coprophagi.




                                                            BAB V      
KESIMPULAN  DAN SARAN
5.1.            Simpulan
Berdasarkan hasil praktikum Ilmu Nutrisi Pakan dapat disimpulkan bahwa bahan menurut kelas internasional menjadi delapan golongan, yaitu hijauan kering dan jerami, pastura atau hijauan segar, silase, sumber energi, sumber protein, 1nutrisi yang berbeda-beda. Oleh sebab itu diperlukan pemilihan yang tepat agar ransum yang disusun dapat dicerna dengan baik oleh organ pencernaan. Organ pencernaan akan mencerna dan menyerap nutrisi dari bahan pakan atau ransum yang diberikan.
5.2.            Saran
Diharapkan kepada praktkan agar memiliki ketelitian serta kecermatan dalam menglakukan uji organoleptik pada bahan pakan. Serta ketika mengidentifikasi saluran pencernaan, sehingga praktikan dapat membedakan dengan benar antara alat pencernaan ruminansia dengan alat pencernaan dari hewan non ruminansia maupun pseudoruminansia.



DAFTAR PUSTAKA
Akoso, B. T. 2002. Kesehatan Unggas. Kanisius, Yogyakarta. 
Anggorodi, HR. 1994. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Gramedia, Jakarta.
Blakely, J. dan Bade, D. H. 1994. Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Chah, C.C., C.W. Carlson, G. Semeniuk. I.S. Palmer and C.W. Hesseltine. 1975.
Futher investigion and identification. Poultry Sci. 55 : 911-917.
Diggins, R.V. dan Bundy, C. E. 1961. Dairy Production. Prentice-Hall, Inc. Englewood Cliffs, New Jersey.
Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak Cetakan Ke-2. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Frandson, R. D. 1993. Anatomi dan Fisiologi Ternak Cetakan Ke-3. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Hartadi H., Reksohadiprajo dan Tillman. 1993. Tabel Komposisi Pakan untuk
Indonesia. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Lubis, DA. 1992. Ilmu Makanan Ternak. PT Pembangunan, Jakarta.
Parakkasi, A. 1986. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas
Indonesia, Jakarta.
Parakkasi, A. 1995. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas
Indonesia, Jakarta.
Rasyaf, M. 1994. Makanan Ayam Broiler. Kanisius, Yogyakarta.
Sarwono, B. 2005. Kelinci Potong dan Hias. Agropustaka Media, Jakarta.
Siregar. 1994. Penggemukan Sapi. Penerbit Swadaya, Jakarta.Swenson, M. J. 1997. Dukes Phisiology of Domestik Animals. Cornell USA University Press
Soelistyono, HS. 1976. Ilmu Bahan Makanan Ternak Fakultas Peternakan dan
Perikanan,Universitas Diponegoro, Semarang.
Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo, S. Lebdosoekojo.1982. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Tillman, Hartadi, H, Reksohadiprodjo, Praawirokusumo dan Lobdosoekodjo.
1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo, S. Lebdosoekojo.1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Tomas Zewska, MW., Mastika,IM., Djajanegara A., Gordina, S dan Wiradarya,
TK. 1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Sebelas maret University Press, Surabaya.
Wahyu, J.1992. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan ke-4. Gajah Mada University Press,
Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Photobucket
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...