BAB
I
PENDAHULUAN
Bahan pakan adalah sesuatu yang bisa dimakan, dicerna
seluruh
atau sebagian
tubuh
dan
tidak
menggangu
kesehatan
ternak yang memakannya.
Kelangsungan
hidup ternak bergantung pada pakan. Pakan yang dikonsumsi oleh ternak harus
mengandung gizi yang tinggi. Pakan yang dikonsumsi digunakan untuk pertumbuhan,
produksi hidup pokok dan reproduksinya. Pakan yang diberikan harus sesuai
dengan karakteristik, sistem dan fungsi saluran pencernaan ternak. Saluran
pencernaan pada setiap hewan mempunyai struktur serta organ yang berbeda. Hewan
non ruminansia seperti ayam dan itik kebanyakan memakan pakan yang lebih lembek
atau pun halus. Sedangkan hewan ruminansia lebih banyak mengkonsumsi hijauan
dikarenakan memiliki lambung yang dapat mencerna serat kasar, begitu pula pada
pseudoruminansia yang juga dapat mencerna serat kasar namun tidak optimal.
Tujuan dari praktikum Ilmu
Nutrisi Ternak ini yaitu dapat mengenal jenis-jenis bahan pakan beserta
ciri-ciri fisiknya seperti warna, bentuk bau, rasa dan zat ntinutrisi yang
terkandung didalamnya serta mengetahui dan dapat membedakan saluran pencernaan
hewan ruminansia, pseudoruminansia dan monogastrik. Manfaat dari praktikum Ilmu
Nutrisi Pakan adalah praktikan dapat mengetahui berbagai macam bahan pakan dan
mengelompokkan bahan pakan sesuai dengan klasifikasi secara Internasional dan
mengetahui karekteristik saluran pencernaan baik pada ternak ruminansia,
pseudoruminansia maupun pada monogastrik.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1.
Klasifikasi
Bahan Pakan Internasional
Bahan pakan adalah
suatu bahan yang dimakan oleh ternak yang mengandung energi dan zat-zat gizi di
dalam bahan pakan (Hartadi, 1993). Bahan makanan adalah bahan yang dapat
dimakan, dan digunakan oleh hewan untuk pertumbuhan, produksi dan hidup pokok
ternak (Tillman et al., 1991).
Kebutuhan ternak akan pakan dicerminkan oleh kebutuhannya terhadap nutrisi.
Jumlah nutrisi setiap harinya sangat tergantung pada jenis ternak, umur, fase
pertumbuhan (dewasa, bunting dan menyusui), kondisi tubuh, dan lingkungan
tempat hidupya, serta bobot badannya (Tomas, 1993).
Pertumbuhan produksi
dan hidup pokok hewan memerlukan zat gizi. Pakan ternak mengandung zat gizi
untuk keperluan kebutuhan energi maupun fungsi-fungsi (pertumbuhan, produksi
dan hidup pokok) tetapi kandungan zat gizi pada masing-masing pakan ternak
berbeda (Parakkasi, 1995). Klasifikasi bahan pakan secara internasional telah
membagi bahan pakan menjadi 8 kelas, yaitu hijauan kering, pasture atau hijauan
segar, silase, sumber energi, sumber protein, sumber mineral, sumber vitamin,
zat additive (Tillman et al., 1991).
Bahan pakan dibagi menjadi dua menurut
sumbernya, yaitu nabati dan hewani. Bahan pakan nabati adalah pakan yang
berasal dari tanaman pangan seperti jagung, sorgum dan gandum. Bahan pakan
hewani adalah bahan pakan yang bersumber dari hewan seperti udang, ikan dan
darah (Rasyaf, 1994). Secara Internasional bahan pakan dapat dibagi menjadi 8
kelas yaitu hijauan kering, pasture, silase, sumber energi, sumber protein,
sumber mineral, sumber vitamin dan zat additive (Tillman et al., 1998).
2.1.1. Hijauan Kering dan Jerami
Bahan yang termasuk dalam kelas ini
adalah semua hay jerami kering, dry fodder, dry stover dan semua bahan pakan
kering yang berisi 18% atau lebih serat kasar (Rasyaf, 1994). Hijauan kering
adalah rumput dan daun-daunan leguminosa yang sengaja dikeringkan agar dapat
disimpan dalam waktu yang lama dan digunakan sebagai cadangan bahan pakan
ternak pada musim kekurangan pakan. Pemberian jerami pada beberapa ternak akan
menunjukkan defisiensi vitamin A karena terjadinya penurunan suplementasi
vitamin A saat proses fermentasi di dalam rumen (Lubis, 1992).
2.1.2. Pastura atau Hijauan Segar
Tanaman padangan hijauan yang diberikan
segar termasuk dalam kelas ini adalah semua hijauan diberikan secara segar.
Hijauan segar atau pasture dapat dihasilkan dari jenis rumput maupun leguminosa
(Lubis, 1992). Hijauan merupakan sumber pakan utama ruminansia baik berupa
rumput maupun leguminosa. Hijauan akan terasa kasar bila diraba dan mempunyai
bau khas masing-masing (Rasyaf, 1994). Pastura atau hijauan segar memiliki
nilai protein yang cukup tinggi (Tillman et
al., 1991).
2.1.3. Silase
Kelas ini menyebutkan silase hijauan
(jagung, alfafa, rumput dsb) tetapi tidak silase ikan, biji-bijian dan
akar-akaran (Hartadi, 1993). Bahan pakan yang termasuk dalam kelas ini adalah
bahan pakan yang berasal dari hijauan yang telah mengalami proses fermentasi
didalam silo secara anaerob, menagndung bahan kering sebesar 20,35% (Tillman et al., 1998). Proses pengawetan hijauan
dengan cara fermentasi menggunakan satu jenis bakteri disebut erilase. Bahan
pakan yang mengalami ensilase di sebut silase. Silase membuat pakan menjadi asam
dan lembek (Parakkasi, 1995).
2.1.4. Sumber Energi
Bahan pakan yang termasuk dalam kelas
ini adalah bahan-bahan dengan kandungan protein kasar kurang dari 20% dan serat
kasar kurang dari 18% atau kandungan dinding selnya kurang dari 35% (Lubis,
1992). Zat makanan yang digunakan sebagai sumber energi utama adalah
karbohidrat. Karbohidrat mensuplai sekitar 80% total energi (Parakkasi, 1995).
2.1.5. Sumber Protein
Golongan bahan pakan ini meliputi semua
bahan pakan ternak yang mempunyai kandungan protein minimal 20% (Lubis, 1992).
Bahan pakan sumber protein biasanya berupa tepung atau bungkil (Wahyu, 1992).
Semua pakan yang mengandung protein 20% atau lebih biasanya berasal dari
tanaman, hewan dan ikan (Tillman et al.,
1991).
2.1.6. Sumber Mineral
Bahan pakan yang termasuk dalam kelas
ini adalah semua makanan yang mengandung cukup banyak mineral. Kandungan asam
aminonya baik, banyak mengandung vitamin dan mineral. (Rasyaf, 1994). Unsur
anorganik mempunyai banyak fungsi dalam proses pengatur pertumbuhan (Parakkasi,
1995).
2.1.7. Sumber Vitamin
Vitamin
adalah organik yang tidak ada hubungan satu dengan yang lain, diperlukan dalam
jumlah kecil untuk pertumbuhan normal (Tillman et al., 1998). Vitamin dibutuhkan tubuh dalam jumlah kecil tetapi
merupakan regulator metabolis (Rasyaf, 1994).
2.1.8.
Zat
Additif
Bahan pakan yang termasuk dalam kelas
ini adalah bahan-bahan yang ditambahkan kedalam ransum dalam jumlah sedikit
(Lubis, 1992). Zat additif adalah zat-zat tertentu yang biasanya ditambahkan
pada ransum seperti antibiotik, zat-zat warna, hormon dan obat-obatan lainnya
(Rasyaf, 1994). Bahan additif adalah suatu komposisi dari zat tertentu yang
biasanya ditambahkan sebagai pelengkap komposisi bahan pakan pada ternak.
Misalnya: antibiotik, vitamin, mineral, obat-obatan dan sebagainya. Meskipun
bukan tergolong sebagai bahan pakan, namun bahan additif hampir tidak
terpisahkan dengan praktik peternakana modern karena sangat bermanfaat secara
ekonomi, untuk mendukung secara efisiensi penggunaan pakan (Murtidjo, 2005).
2.2.
Saluran
Pencernaan Ternak
2.2.1.
Saluran
Pencernaan Pada Ternak Ruminansia
Sistem pencernaan pada ternak ruminansia
terdiri dari mulut, esofagus, lambung yang terdiri dari rumen, retikulum,
omasum, abomasum, usus besar, dan anus (Frandson, 1992). Ternak ruminansia
sangat berbeda dengan ternak mamalia lain karena ruminansia mempunyai lambung
besar yaitu abomasums, lambung muka yang membesar dan memiliki tiga ruangan
yaitu rumen, reticulum dan omasum (Tillman et
al., 1991).
2.2.1.1.
Mulut,
Mulut
dan komponennya (gigi, lidah, pipi, dan kelenjar saliva) memiliki tingkat
kepentingan yang berbeda pada tiap species (Blakely dan bade, 1994).
Hewan ruminansia menggunakan lidah untuk menarik dan memotong rumput-rumput itu
dikunyah sebentar sebelum ditelan, dicampur dengan saliva di dalam mulut untuk
melumasinya.
2.2.1.2.
Esofagus,
Esofagus
merupakan saluran kelanjutan dari faring dan merupakan kelanjutan dari suatu
saluran muskular yang merentang dari farings menuju kardia perut pada posisi
kaudal dari diafragma. Esofagus terdiri dari dua lapis yang saling melintas
miring. Kemudian spiral dan akhirnya membentuk suatu lapisan muskular dalam
(Akoso, 2002). Esofagus terdiri dari otot, sub mukosa, dan mukosa. Ph normal
pada esofagus ternak ruminansia adalah 7 yang berarti di dalam esofagus bernuansa
netral (Frandson, 1993).
2.2.1.3.
Lambung,
Ternak
ruminansia berbeda dengan ternak lain dikarenakan ruminansia mempunyai lambung
sejati yaitu abomasum dan lambung muka yang membesar, mempuntai tiga ruangan
yaitu rumen, retikulum, omasum (Tillman
et al., 1991). Perut sejati pada
ruminansia diawali oleh tiga bagian perut yang meliputi epitel squamosum
berstrata. Makanan dicerna oleh mikroorganisme sebelum bergerak ke saluran
pencernaan lainnya (Frandson, 1992).
2.2.1.4.
Rumen,
Rumen
merupakan suatu maskular yang besar dan terentang dari diafragma menuju ke pelvis
dan hampir menempati sisi kiri dari rongga abdominal (Frandson, 1992).
Mikroorganisme rumen sangat berperan penting dalam rumen. Makanan yang masuk
berdegradasi kompleks menjadi poisakarida seperti selulosa, hemiselulosa, VFA
atau Volatile Fatty Acid mensuplai 55-56% dari kebutuhan energi hewan ternak
tersebut. Mikroba juga mensintesis vitamin B kompleks yang sangat dibutuhkan
oleh hewan ternak tersebut. Ph normal pada rumen ternak ruminansia adalah
netral yaitu 7 (Siregar, 1994).
2.2.1.5.
Retikulum,
Retikulum
adalah bagian perut (kompartemen) yang paling kranial seperti yang tercermin
dari namanya. Kompartemen ini bagian dalamnya diseliputi oleh membran mukosa
yang mengandung intersekting ridge yang membagi permukaan itu menjadi permukaan
yang menyerupai permukaan sarang lebah (Frandson, 1992). Secara fisik ini
kurang terpisah dari rumen tetapi bagian ini menyerupai daerah pengaturan
aliran dari esofagus dan rumen ke abomasum. Di dalam retikulum terjadi
pencernaan fermentatif. Ph normal pada retikulum adalah 7 (suasana netral) (Siregar,
1994).
2.2.1.6.
Omasum,
Omasum
merupakan suatu organ yang berisi lamina muskuler yang turun dari alam dorsum
atau bagian atap. Omasum terletak di sebelah kanan rumen dan retikulum persis
pada kaudal hati. Pertautan antara omasum dan banomasum terdapat suatu susunan
lipatam membran mukosa “vela terminalia” yang barangkali berperan sebagai katup
untuk mencegah kembalinya bahan-bahan dari abomasum menuju omasum (Frandson,
1992). Fungsi bagian ini adalah untuk menyaring partikel pakan yang lebih
kecil, oleh karena itu terdapat lima macam lamina atau daun yang masing-masing
mempunyai duri. PH normal pada omasum ternak ruminanasia adalah 7 yang berarti
netral (Akoso, 2002).
2.2.1.7.
Abomasum,
Abomasum
disebut sebagai perut sejati karena pada daerah ini terdapat kelenjar digesti
yang berperanan dalam proses pemecahan zat-zat gizi (Siregar, 1994). Abomasum
terletak ventral dari omasum dan terentang kaudal pada sisi kanan dari rumen
(Frandson, 1993).
2.2.1.8.
Usus
Halus, Usus Halus berbentuk saluran tabung yang memanjang
dan tidak beraturan panjang usus kambing mencapai 45 meter. Usus kambing
berbentuk rabung ini beberapa kali melebar dan menyempit sepanjang rangkaiannya
sesuai dengan fungsinya (Akoso, 2002). Usus halus terbagi atas tiga bagian
yaitu duodenum, jejenum, dan ileum. Berdasarkan pada perbedaan-perbedaan
struktural histologis atau mikroskop. Duodenum merupakan bagian yang pertama
kali dari usus. Jejenum dengan jelas dapat dipisahkan dengan duedenum, yaitu
terdapat seperti bintil putih sebagai pembatas. Bagian terakhir dari usus halus
adalah ileum. Bagian terminal dari ileum tersambung dengan usus besar atau
sekum dan kolon pada ruminansia dari babi, pada bagian kanan dari rongga
abdomal. PH normal yang terdapat pada usus halus adalah 7 (Frandson, 1992).
2.2.1.9.
Sekum,
Sekum
merupakan bagian dari usus besar. Sekum pada ternak ruminansia bentuknya
berlekuk-lekuk. Pada sekum terjadi pencernaan secara fermentatif karena
terdapat mikroba dalam sekum sehingga didalam sekum merupakan tempat pembusukan
makanan menjadi feses yang nantinya dibuang (Akoso, 2002). Didalam sekum
terdapat bakteri-bakteri pembusuk, antara lain proteolitik. Proteolitik ini
berfungsi menyerang protein yang belum dicerna menjadi asam-asam amino. PH
normal pada sekum adalah 8 yang berarti didalam sekum suasananya basa
(Frandson, 1992).
2.2.1.10. Usus Besar, Usus
Besar terdiri dari sekum, kolon, dan rektum. Usus besar tidak menghasilkan
enzim karena kelenjar-kelenjar yang ada adalah mukosa, karenanya tiap
pencernaan yang terjadi di dalamnya adalah sisa-sisa kegiatan oleh enzim-enzim
dari usus halus dan enzim yang dihasilkan oleh jasad-jasad renik yanng banyak
terdapat pada usus besar. Didalam sekum akan terjadi pencernaan fermentatif
(Frandson, 1992). Bakteri yang hidup pada usu besar dan sekum anatar lain
proteolitik yang berfungsi menyerang protein yang belum di cerna menjadi
asam-asam amino. PH normal pada usus besar adalah 7 yang berarti suasananya
netral (Tillman et al., 1991)
2.2.2. Saluran Pencernaan Pada Ternak Non
Ruminansia
Saluran pencernaan pada hewan ruminansia
dan non ruminansia relatif sama kecuali pada bagian perut. Hewan ruminansia
perutnya terdiri dari empat bagian, sedangkan hewan non ruminansia terdiri atas
satu bagian yang dilengkapi dengan beberapa daerah lain di dalam perut yaitu:
daerah glandula kardiak, daerah glandula pundik, dan daerah glandula pilorik (Diggins, 1961). Pada umumnya pencernaan pada
unggas mengikuti pola pencernaan pada ternak non ruminansia, tetapi terdapat
berbagai modifikasi (Tillman et al.,
1982). Saluran pencernaan pada hewan nonruminansia terdiri atas mulut,
oseophagus, lambung, usus halus, usus besar, dan anus (Parakkasi,1986). Hewan ternak non ruminansia juga disebut
makluk atau ternak yang mempunyai lambung sederhana atau monogastrik, contohnya
manusia, tikus, anjing, kucing, babi, unggas, dan lain-lain (Tillman et al, 1982).
2.2.2.1.
Paruh,
Gigi
pada paruh ternak dapat juga digunakan sebagai parameter untuk mengetahui usia
ternak. Hal ini dapat dilihat dari penyembulan (erupsi), penggantian gigi
sementara, bentuk dan derajat keausan karena dipakai untuk mengunyah pada gigi
susu ataupun pada gigi permanen. Gigi terdiri dari beberapa bagian yaitu:
dentine, cementum, enamel, dan mahkota (Frandson, 1992). Rongga mulut
terdapat 3 alat pelengkap pencernaan, yakni gigi, lidah dan saliva. Gigi
berguna untuk secara mekanis memecah makanan menjadi bagian-bagian yang lebih
kecil sehingga mudah dapat ditelan oleh ternak yang bersangkutan dalam proses
pengunyahan bahan makanan. Pada ternak non ruminansia mengandung enzim amilase.
Bagian mulut pada ternak non ruminansia, misalnya unggas. Paruh dan lidah
sebagai pengambil makanan. Kelenjar saliva sebagai pembasahan dan pelumas
(Parakkasi, 1986).
2.2.2.2.
Esophagus,
Panjang
Esophagus berkisar 125-150 cm. Esophagus disambungkan dengan mulut oleh faring
(Parakkasi, 1986). Dinding muskular Esophagus terdiri dari dua lapis yang
membentuk suatu lapisan sirkular dalam. Otot pada Esophagus berubah dari jenis
otot melintang menjadi otot halus pada sepertiga bagian kaudal Esophagus (pada
kuda), persis di depan diafragma (pada babi) (Frandson, 1992).
2.2.2.3.
Tembolok,
Tembolok berbentuk kantong yang merupakan pelebaran dari Oesophagus. Berfungsi
sebagai kantong untuk menampung makanan dan minuman sebelum masuk ke dalam
proventrikulus (Sarengat, 1982). Pakan disimpan dalam tembolok sementara waktu
dan tidak ada proses pencernaan, kecuali pencampuran sekresi saliva dari mulut
yang dilanjutkan aktivitasnya di tembolok (Akoso, 2002).
2.2.2.4.
Proventrikulus,
Proventriculus
mengeluarkan asam lambung, terutama asam hidroklarat, dan enzim pepsin (Blakely,
1994). Makanan dari proventrikulus menuju gizzard yang bergerak menggiling
partikel-partikel makanan dan menghancurkan dinding-dinding sellulose dari
biji-bijian (Sarengat, 1982).
2.2.2.5.
Ventrikulus,
Ventrikulus tersusun dari suatu struktur bertanduk yang berotot tebal.
Pemberian grit dalam pakan adalah tidak umum tetapi dapat membantu kerja
empedal. Pecahan granit, kulit kerang atau bahan keras yang tidak larut dapat
digunakan sebagai suatu pakan tambahan (Akoso, 2002). Kerja penggilingan yang
terjadi secara tidak sadar oleh otot empedal memiliki kecenderungan untuk
menghancurkan pakan seperti yang dilakukan oleh gigi (Blakely, 1994).
2.2.2.6.
Usus
Halus, Usus halus dapat dibagi secara anatomik menjadi tiga
bagian, yaitu: duodenum yang berhubungan langsung dengan lambung, jejunum yang
berada di tengah, dan ileum yang berhubungan dengan usus besar (Tillman et al., 1991). Kelenjar-kelenjar duodenum menghasilkan sekresi
alkali yang masuk ke duodenum melalui saluran diantara villi dan cairan ini
hanya pelicin. Cairan ini berguna untuk melindungi dinding duodenum dari
pengaruh suasana asam yang masuk dari lambung. Hasil pencernaan makanan terjadi
pada usus halus, usus halus memiliki kondisi asam di dalamnya dengn pH 3 sampai
6 (Frandson, 1992).
2.2.2.7.
Usus
besar, Usus besar merupakan terdiri dari sekum, kolon, dan
rektum. Usus besar tidak menghasilkan enzim karena kelenjar-kelenjar yang ada
adalah kelenjar mukose. Karenanya, tiap pencernaan yang terjadi di dalamnya
adalah sisa-sisa kegiatan pencernaan oleh enzim dari usus halus dan enzim yang
dihasilkan oleh jasad-jasad renik yang banyak terdapat pada usus besar. Di
dalam sekum terjadi pencernaan fermentatif (Frandson, 1992). Bakteri yang hidup
pada usus besar dan sekum antara lain proteolitik, yang berfungsi menyerang
protein yang belum dicerna menjadi asam-asam amino. Jasad renik ini juga
mensintesa vitamin B yang akan diabsorbsi ke dalam tubuh, namun biasanya sebagian
besar akan disekresikan melalui kotoran. Selain bakteri proteolitik di usus
besar juga terdapat bakteri selulolitik yang berfungsi mencerna serat kasar,
mengubahnya menjadi Volatile Fatty Acid (asam lemak terbang) yang kemudian
digunakan sebagai energi (Tillman et al.,
1991).
2.2.3.
Saluran
Pencernaan Ternak Pseudoruminansia
Hewan pseudoruminansia merupakan hewan
yang mempunyai sistem pencernaan hampir sama dengan hewan ternak rumansia
tetapi menpunyai lambung tunggal. Kelinci merupakan hewan pseudoruminansia,
herbivora monogastrik yang mempunyai lambung sederhana, intestinum dan usus
belakang yang membesar yaitu caecum dan colon (Chah et al., 1975). Saluran pencernaan pada hewan pseudoruminansia
terdiri atas mulut, oseopaghus, lambung, usus halus, usus besar, dan anusa
(Parakkasi,1986).
2.2.3.1.
Mulut ,
Pencernaan
dalam mulut dimulai dengan penempatan makanan dimana terdapat pemamahan dengan
pengunyahan. Proses ini juga mencampur makanan dengan air ludah, yang berfungsi
sebagai pelicin untuk membantu penelanan. Air liur disekresikan kedalam mulut
oleh tiga pasang kelenjar ludah dan mengandung 99% air dan 1% musin, enzim alfa
amilase (Parakkasi, 1986). Mulut digunakan untuk menggiling makanan dengan
bantuan lidah serta mencampurnya dengan saliva, juga berperan dalam mekanisme
prehensik dan juga sebagai senjata defensif maupun ofensif. Ternak
psoudoruminansia terjadi mastikasi yaitu mengambil pakan, mengunyah, dan
mencampur dengan saliva (Frandson, 1993).
2.2.3.2.
Esophagus,
Esophagus merupakan suatu saluran yang merupakan jalan bagi makanan yang telah
mengalami proses pencernaan di dalam mulut dan merupakan penghubung antara
rongga mulut dengan lambung (Tillman et al., 1991). Bagian esophagus (pars oesophagea) yang berwarna
putih, tidak mempunyai kelenjar dan dilapisi oleh epitelium berbentuk
squomaus-statified yang tebal. Daerah ini meliputi 1/3-2/5 bagian dari seluruh
jaringan mukosa (Parakkasi, 1986).
2.2.3.3.
Lambung,
PH
lambung sangat asam sekitar 1-2 pada kelinci dewasa sehingga sangat efektif
didalamnya untuk membunuh mikroorganisme pathogen. Kelinci yang sedang menyusui
pH lambungnya sekitar 5-6,5 (Frandson, 1993). Lambung adalah ruangan yang
berfungsi sebagai tempat pencernaan dan penyimpan makanan. Cairan lambung
terdiri dari air, garam-garam anorganik dan pepsinogen dapat merangsang
produksi pepsin. Konsentrasi asam dalam cairan lambung menurunkan pH sampai 2,0
(Parakkasi,1986).
2.2.3.4.
Usus
halus, Usus halus terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:
duodenum, jejenum dan ileum. Saat pakan masuk duodenum disekresikan getah
pankreas dan ion-ion bikarbonat untuk menetralisir asam getah empedu juga
disekresikan sebagai emulsi lemak (Parakkasi, 1986). Duodenum menghubungkan
usus halus dengan lambung sedangkan ileum yang menghubungkan usus halus dengan
usus besar (intestinum crassum). Usus halus terdapat empat sekresi cairan yaitu
cairan duodenum, empedu, cairan pankreas dan cairan usus (Frandson, 1993).
2.2.3.5.
Usus
Besar, Pembentukan sekum akan menyebabkan pembesaran pada
kolon, tanpa sekum tidak ada coprophagi.
Coprophagi umumnya dikeluarkan pada
pagi dan malam hari, mengandung vitamin B, protein 28,8% dan 30% serat kasar.
Sedangkan kotoran kerasnya dikeluarkan pada siang hari mengandung 9,2% protein
dan 50,3% serat kasar. Sekum merupakan suatu kantung buntu. Kolon terdiri atas
rectum. Bagian yang turun berakhir di rectum dan anus. Variasi pada usus besar
dari satu spesies ke spesies lain jauh lebih menonjol dibandingkan dengan usus
halus (Frandson, 1993). Ada dua hal yang menyebabkan cairan pancreas kuda
berbeda dengan ternak lainnya. Dua hal tersebut adalah: 1) konsentrasi enzim
yang relatif rendah; 2) rendahnya kadar HCO3. Daya proteolitis dari cairan
pancreas kuda sangat lemah dibanding dengan ternak lain karena dalam proses
pencernaanya tidak mengalami proses ruminasi, maka tidak ada pula proses
eruktasi khusus (Parakkasi, 1986). Pembuangan cecum melalui pembedahan
menghasilkan pembesaran kolon. Kelinci tanpa cecum tidak melakukan
caecotropbhy. Komposisi kotoran lunak yang dikeluarkan sangat berbeda dari
kotoran keras yang dikeluarkan. Kotoran lunak diselaputi oleh mukosa dan
mengandung sedikit bahan kering (31%) tetapi tinggi dalam protein (28.5%) kalau
dibandingkan dengan kotoran keras yang mengandung 53% bahan kering dan 9.2% protein
(Sarwono, 2005).
BAB
III
MATERI
DAN METODE
Praktikum Ilmu Nutrisi Ternak dengan
materi Identifikasi Bahan Pakan dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 12 April
2012 pada pukul 13.30-16.000 WIB serta dengan materi Saluran Pencernaan pada
hewan Non Ruminansia dan Psedoruminansia pada hari Jum’at, tanggal 04 Mei 2012
pada pukul 14.00-16.00 Praktikum identifikasi
bahan pakan dilaksanakan di Aula dan praktikum saluran pencernaan pada ternak
dilaksanakan di Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,
Semarang.
3.1.
Identifikasi
Bahan Pakan
3.1.1.
Materi
Materi yang digunakan dalam praktikum
Identifikasi Bahan Pakan adalah berbagai jenis bahan pakan yaitu Pakan Hijauan
Kering, Hijauan Segar (Pastura), Pakan Sumber Energi, Pakan Sumber Protein,
Pakan Sumber Mineral, Pakan Sumber Vitamin, dan Pakan Sumber Additif. Adapun
alat-alat yang digunakan dalam paraktikum Identifikasi Bahan Pakan adalah
selembar kertas sebagai tempat bahan pakan dan alat tulis untuk mencatat
klasifikasi bahan pakan yang tersedia.
3.1.2. Metode
Metode yang digunakan dalam Identifikasi
Bahan Pakan adalah menyiapkan peralatan dan bahan-bahan yang dibutuhkan.
Melakukan pengamatan bahan pakan dengan mencatat nama bahan, bentuk, warna,
bau, rasa dan menyebutkan klasifikasi masing-masing bahan pakan secara
Internasional selanjutnya mencatat hasil praktikum.
3.2.
Saluran
Pencernaan Ternak
3.2.1.
Materi
Materi yang
digunakan pada praktikum Saluran Pencernaan Ternak adalah untuk ternak
monogastrik menyiapkan ayam dan itik yang sehari sebelumnya telah diberi pakan
berupa jagung kuning, untuk ternak pseudoruminansia menyiapkan kelinci yang
sehari sebelumnya telah diberi pakan hijauan segar. Untuk ternak ruminansia
sendiri menyiapkan isi perut ruminansia untuk diidentifikasi saluran
pencernaannya.
3.2.2.
Metode
Metode yang
digunakan pada praktikum saluran pencernaan ternak adalah mengamati seluruh
alat pencernaan yang dimiliki oleh hewan ternak, kemudian mengetahui tekstuk
maupun fungsi dari setiap organ. Setelah itu menuliskan hasil identifikasi yang
telah dilakukan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Identifikasi
Bahan Pakan
Berdasarkan hasil praktikum
Identifikasi Bahan Pakan diperoleh hasil sebagai berikut:
4.1.1.
Hijauan
kering, Jerami dan Limbah Agroindustri
Bahan pakan yang termasuk dalam kelas
hijauan kering atau hay adalah semua hay, jerami kering, dry stover dan semua
bahan kering yang berisi 18% atau lebih serat kasar. Hal tersebut sesuai dengan
pendapat Rasyaf (1994) yang menyatakan bahwa hijauan kering dan jerami memiliki
18% atau lebih serat kasar. Berdasarkan hasil praktikum, bahan pakan yang
termasuk dalam kelas hijauan kering antara lain klobot jagung, kulit kopi,
kulit kacang tanah, tepung benggale, kulit singkong, tepung kulit polong, kulit
kakao, kulit nanas, ampas kelapa, lumpur sawit, tepung lidi daun sawit, kulit
polong, serat perasan sawit, hay rumput gajah, jerami padi, harendong, jerami
kacang, jerami jagung, jerami sorgum, pucuk tebu, hay rumput benggala, hay
rumput setaria, kulit pisang. Hal ini sesuai dengan pendapat Lubis (1992)
yang menyatakan bahwa pada pakan kasar yang
meliputi hijauan kering dan jerami yang dicirikan dengan kandungan serat kasar
lebih dari 10% dan mempunyai dinding sel di atas 35%.
4.1.2.
Hijauan
Segar/ Pastura
Berdasarkan hasil praktikum, bahan
pakan yang termasuk dalam kelas hijauan segar antara lain tanaman sorgum,
tanaman jagung, daun angsana, ketela pohon, legum siratro, rumput lapangan,
daun nangka, rumput setaria, star grass, rumput alang-alang, rumput gajah,
cetro, rumput benggala, mexicana, rumput raja, kolonjo, rumput gajah afrika, daun
waru, daun lamtoro, daun gamal, daun petai cina. Hijuan segar memiliki
kandungan karbohidrat yang cukup tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Tillman
(1991) yang menyatakan bahwa Pastura atau hijauan segar banyak mengandung
karbohidrat dalam bentuk gula sederhana, pati dan fruktosa yang sangat berperan
dalam menghasilkan energi. Hal ini ditambahkan oleh pendapat Parakkasi (1995)
menyatakan bahwa Karbohidrat mensuplai sekitar 80% total energi.
4.1.3.
Silase
Berdasarkan hasil praktikum,
tidak terdapat bahan pakan yang termasuk pada golongan silase. Silase adalah
hijauan pakan ternak yang disimpan dalam bentuk segar biasanya berasal dari
tanaman sebangsa padi-padian dan rumput-rumputan. Hal ini sesuai dengan
pendapat Tillman (1998) menyatakan bahwa semua makanan atau bahan pakan yang
berasal dari hijauan yang mengalami fermentasi dalam silo, mengandung bahan
kering sebesar 20-35%. Hal ini ditambahkan oleh pendapat Parakkasi (1995)
menyatakan bahwa silase membuat pakan menjadi asam dan lembek.
4.1.4.
Bahan
Pakan Sumber Energi
Berdasarkan hasil praktikum, bahan pakan yang
termasuk dalam kelas sumber energi antara lain biji gandum, sorgum, onggok,
biji jagung kuning, jagung giling, nasi aking, milet merah, ketela rambat,
ketela pohon, mollases, tumpi, biji bunga matahari, juwawud, DDGS, dedak halus,
dedak kasar, rape shep, serbuk gergaji, bungkil kelapa sawit, tepung rumput
laut, pelet pollard. Semua bahan pakan sumber energi mengandung karbohidrat yang cukup tinggi dan mampu
dimanfaatkan sebagai subtitusi sumber karbohidrat. Hal ini sesuai dengan
pendapat Parakkasi (1995) yang menyatakan bahwa bahan pakan sumber energi
mengandung karbohidrat (pati) relative tinggi dibandingkan zat –zat makanan
lainnya serta kandungan protein sekitar 10%. Hal ini ditambahkan oleh
pendapat Lubis (1992) yang menyatakan bahwa Karbohidrat adalah zat organik utama
yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan dan biasanya mewakili 50 sampai 75 persen
dari jumlah bahan kering dalam bahan makanan ternak. Karbohidrat sebagian besar
terdapat dalam biji, buah dan akar tumbuhan. Zat tersebut terbentuk oleh proses
fotosintesis, yang melibatkan kegiatan sinar matahari terhadap hijauan daun.
4.1.5.
Bahan
Pakan Sumber Protein
Berdasarkan
hasil praktikum, kelas bahan pakan yang termasuk dalam sumber protein antara lain
biji lamtoro, polutry meat meal, bungkil biji kapuk, tepung ikan, tepung bulu,
DDGS, tepung sentro, bungkil kedelai, tepung ampas kecap, meat bone meal,
bungkil biji jarak, kacang hijau, daun singkong. Menurut Lubis (1992) golongan
bahan pakan sumber protein meliputi semua bahan pakan ternak yang mempunyai
kandungan protein minimal 20%. Ditambahkan oleh Wahyu (1992) yang menyatakan
bahwa bahan pakan sumber protein biasanya berupa tepung atau bungkil. Serta
diperkuat oleh pernytaan Tillman (1991) bahwa semua pakan yang mengandung
protein 20% atau lebih biasanya berasal dari tanaman, hewan dan ikan.
4.1.6. Bahan Pakan Sumber Mineral
Berdasarkan
hasil praktikum kelas bahan pakan yang termasuk dalam sumber mineral antara
lain garam, cangkang telur, tepung cangkang kerang, tepung tulang, tepung grit,
grit kasar mineral TB12. Bahan
pakan yang termasuk dalam kelas ini adalah semua makanan yang mengandung cukup
banyak mineral. Menurut Rasyaf (1994) kandungan asam amino pada pakan sumber
mineral sangatlah baik, karena banyak mengandung vitamin dan mineral. Menurut
Parakkasi (1995) unsur anorganik mempunyai banyak fungsi dalam proses pengatur
pertumbuhan.
4.1.7.
Bahan
Pakan Sumber Vitamin
Berdasaarkan hasil praktikum kelas bahan
pakan yang termasuk sumber vitamin antara lain vitamin A, vitamin E, vitachick,
dan kulit wortel. Menurut Tillman (1998) vitamin adalah organik yang tidak ada
hubungan satu dengan yang lain, diperlukan dalam jumlah kecil untuk pertumbuhan
normal. Dan diperkuat oleh pernyataan Rasyaf, yang menyatakan bahwavVitamin
dibutuhkan tubuh dalam jumlah kecil tetapi merupakan regulator metabolis.
4.1.8. Bahan Zat Additif
Berdasarkan hasil praktikum kelas bahan
pakan yang termasuk zat additif antara lain daun katuk, jeruk nipis, temulawak,
daun pepaya, kunyit, laos, tepung bengle, jahe, dan ampas jamu gendong. Menurut
Lubis (1992) bahan pakan yang termasuk dalam kelas bahan zat aditif adalah
bahan-bahan yang ditambahkan kedalam ransum dalam jumlah sedikit. Kemudian
ditambahkan oleh Rasyaf (1994) yang menyatakan bahwa zat additif adalah zat-zat
tertentu yang biasanya ditambahkan pada ransum seperti antibiotik, zat-zat
warna, hormon dan obat-obatan lainnya.
4.2.
Saluran
Pencernaan Ternak
4.2.1.
Non
Ruminansia
4.2.1.1. Ayam, Berdasarkan
hasil praktikum saluran pencernaan pada ayam diperoleh hasil sebagai berikut :
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu
Nutrisi Ternak Dasar, 2012.
|
Keterangan :
1. Paruh 6.
Duodenum
2.
Tembolok 7. Usus halus
3.
Proventrikulus 8. Usus besar
4.
Gizzard 9. Sekum
5. Pankreas 10.
Kloaka
Dari hasil praktikum pada pencernaan
ayam yang di mulai dari paruh menuju esofagus, tembolok, proventikulus,
gizzard, duodenum, hati, pankreas, jejenum, pembuluh darah, illeum, ceca, kolon
dan kloaka. Hal ini sesuai dengan pendapat Frandson (1993) yang menyatakan
bahwa susunan saluran pencernaan ayam di awali dari paruh dan diakhiri oleh
kloaka. Pada hewan non ruminansia hanya
mempunyai lambung sederhana atau monogastrik. Hal ini sesuai dengan pendapat
Tillman (1982) yang menyatakan hewan ternak non ruminansia juga disebut makluk
atau ternak yang mempunyai lambung sederhana atau monogastrik, contohnya
manusia, tikus, anjing, kucing, babi, unggas, dan lain-lain. Pada ayam biasanya empela mengandung batu krikil untuk membantu pecernaan.
Hal ini sesuai dengan
pendapat Tillman (1982) yang menatakan bahwa biasanya empela mengandung grit (batu kecil dan pasir)
yang akan membantu pelumatan biji-bijian yang masih utuh.
4.2.1.2. Itik, Berdasarkan
hasil
praktikum saluran pencernaan pada itik diperoleh hasil sebagai berikut :
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu
Nutrisi Ternak Dasar, 2012.
|
Keterangan :
1. Esofagus 7. Jejenum
2. Tembolok 8.
Illeum
3. Lupa 9. Sekum
4. namanya 10. Kolon
5. Gizzard 11.
Kloaka
6. Duodenum 12.
Paruh
Dari hasil pratikum dapat diketahui
bahwa saluran pencernaan itik sama dengan saluran pencernaan ayam, yaitu paruh,
esofagus, tembolok, proventikulus, gizzard, hati, duodenum, pankreas, jejenum,
illeum, ceca, kolon, dan berakhir pada kloaka. Hal ini sesuai dengan pendapat
Tillman (1982) yang menyatakan bahwa umumnya pencernaan pada unggas mengikuti
pola pencernaan pada ternak non ruminansia, tetapi terdapat berbagai
modifikasi. Usus besar
pada unggas pendek
dibandingkan dengan hewan non-ruminansia lain, hal ini sesuai pendapat Frandson
(1993) yang menyatakan
bahwa usus besar unggas sangat pendek dibanding hewan non-ruminansia lain,
terutama dibanding dengan babi, manusia dan rodensia.
4.2.2. Ruminansia
|
|
|
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Sumber
: Data Primer Praktikum Ilmu Nutrisi Ternak Dasar, 2012.
|
Keterangan :
1.
Esofagus 7. Pankreas
2.
Rumen 8.
Jejunum
3.
Retikulum 9. Ileum
4.
Omasum 10. Sekum
5.
Abomasum 11. Usus Besar
6.
Duodenum 12. Anus
Ternak ruminansia mengunyah makananya
dan mencapurnya dengan sejumlah air liurnya, masuk kedalam rumen untuk
penyimpanan sementara kemudian mengembalikan makanan dari rumen untuk di kunyah
kembali. Saluran pencernaan ruminanansia mempunyai lambung yang terbagi menjadi
4 yaitu rumen, retikulum, omasum, dan obamasum. Lambung ruminansia terbagi
menjadi 4 bagian untuk mencerna makanan serat kasar yang di bantu oleh
mikroorganisme yang berada pada rumen. Frandson (1993) menyatakan bahwa
ruminansia dapat memanfaatkan selulose untuk menyediakan lingkungan yang
sangaat cocok untuk perkembangan bakteri, protozoa, dan mungkin mikroba lainnya.
Menurut pendapat Tillman (1991) menyatakan ternak ruminansia berbeda dengan
ternak mamalia lainnya karena mempunyai lambung benar-benar, yaitu abomasum,
dan lambung muka yang membesar, mempunyai tiga ruangan, yaitu rumen, retikulum
dan omasum.
4.2.3. Pseudoruminansia
Berdasarkan hasil
praktikum saluran pencernaan kelinci diperoleh hasil sebagai berikut:
|
|||||
Sumber
: www.google.com
|
Sumber : Data
Primer Praktikum Ilmu Nutrisi Ternak Dasar, 2012.
|
Keterangan:
1. Esofagus 5. Usus Halus
2. Hati 6. Cecum
3. Lambung 7. Usus Besar
4.
Pankreas 8. Anus
Berdasarkan hasil praktikum terlihat
susunan organ pencernaan kelinci dimulai dari mulut, esofagus, lambung, usus
halus, usus besar, dan anus hal ini sesuai dengan pendapat Parakkasi (1986)
yang mengatakan bahwa pencernaan ternak pseudoruminansia terdiri atas mulut,
oseofagus, lambung, usus halus, usus besar, dan anus. Selain itu terlihat cecum
yang berkembang yang menyebabkan usus besar terlihat membesar. Hal ini sesuai
dengan pendapat Frandson (1993) yang mengatakan bahwa pembentukan sekum akan
menyebabkan pembesaran pada kolon, tanpa sekum tidak ada coprophagi. Coprophagi
umumnya dikeluarkan pada pagi dan malam hari, mengandung vitamin B, protein
28,8% dan 30% serat kasar. Sedangkan kotoran kerasnya dikeluarkan pada siang
hari mengandung 9,2% protein dan 50,3% serat kasar. Sekum merupakan suatu
kantung buntu. Kolon terdiri atas rectum. Bagian yang turun berakhir di rectum
dan anus. Variasi pada usus besar dari satu spesies ke spesies lain jauh lebih
menonjol dibandingkan dengan usus halus.
4.2.4.
Fungsi Organ Pencernaan
Setiap organ saluran
pencernaan mempunyai fungsi yang sangat berperan pada makluk hidup tersebut.
Mulut atau bila pada unggas di sebut paruh berperan sebagai pencernaan mekanik
dan kimiawi, hal ini sesuai dengan pendapat Frandson (1993) yang menyatakan
pencernaan dimulai dengan penempatan makanan di dalam mulut di mana terdapat
pemamahan atau pelumatan dengan pengunyahan, proses ini juga mencampur makanan
dengan air ludah, yang berfungsi untuk pelicin membantu penelanan. Kelenjar
pada kucing, anjiing, dan kuda tidak mengsekresikan amilase, sedangkan pada
manusia dan hewan non ruminansia lain mensekresikan amiilase. Setelah dari
mulut makanan melewati faring atau esofagus yang menyalurkan makanan menuju
lambung. Hal ini sesuai dengan pendapat Tillman (1982) yang menyatakan bahwa
pencernaan dimulai dari amilase air liur dan berlangsung terus sementara
makanan melalui faring dan esofagus masuk ke dalam lambung. Sedangkan pada
unggas mempunyai tembolok untuk menyimpan makanan.
Didalam lambung makanan
mengalami pencernaan protein, lambung juga sebagai tempat penyimpanaan makanan.
Hal ini sesuai dengan pendapat Tillman (1982) yang menyatakan bahwa lambung
adalah ruangan sederhana yang berfungsi sebagai tempat pencernaan dan
penyimpanan makanan, hasil dari pencernaan protein dalam lambung adalah
polipeptide yang bervariasi besar dalam ukurannya ditambah beberapa asam amino
bebas. Hati menghasilkan empedu yang berfungsi mengemulsikan lemak. Hal ini
sesuai dengan pendapat Fandson (1993) yang menyatakan bahwa empedu dikeluarkan
oleh hati dan masuk usus melalui ductus
choleduchus (saluran empedu). Garam-garam empedu bertindak mengemulsikan
lemak dan mengaktifkan pankreas yang menghidrolisa lemak.
Usus
halus dibagi menjadi tiga bagian yaitu duodenum, jejenum, dan illeum. Hal ini
sesuai dengan pendapat Tillman (1982) yang menyatakan bahwa usus halus dapat di
bagi mejadi tiga bagian, duodenum ialah yang menghubungkannya dengan lambung,
jejenum adalah bagian tengah dan illeum yang menghubungkan dengan usus besar.
Absorbsi hasil pencernaan makanan terjadi sebagian besar pada usus halus
menurut Frandson (1993).
Usus besar adalah penyerapan pencernaan
yang terakhir, zat-zat makanan yang tidak dapat di pecah pada usus halus akan
di pecah di usus besar di bantu oleh bacteria.
Hal ini sesuai dengan pendapat Tillman (1982) yang menyatakan bahwa di usus
besar dan sekum terdapat banyak kegiatan jasad renik. Namun, bacteria yang
hidup di tempat tersebut fungsinya terutama adalah proteolitik, sehingga jasad
renik ini menyerang protein-protein yang belum dicerna menjadi skalole,
indolefenol, asam-asam lemak, gidrogen sulfide dan asam-asam amino. Anus atau
kloaka pada unggas berfungsi sebagai pembuangan sisa-sisa pencernaan. Hal ini
sesuai dengan Frandson (1993) yang menyatakan bahwa hasil sisa pencernaan
dikeluarkan dari traktus digestivus melalui anus berupa fases.
4.2.5. Perbedaan Saluran Pencernaan Ternak
Berdasarkan hasil praktikum
terlihat perbedaan pencernaan ruminansia, non ruminansia dan pseudoruminansia
ialah pada ruminansia memiliki lambung yang berkembang sedangkan non ruminansia
dan pseudoruminansia tidak berkembang. Hal ini sesuai dengan pendapat Tilman (1991) yang mengatakan ternak
ruminansia sangat berbeda dengan ternak mamalia lain karena ruminansia mempunyai
lambung besar yaitu abomasum, lambung muka yang membesar dan memiliki tiga
ruangan yaitu rumen, reticulum dan omasum. Lambung ruminansia berkembang karena
sebagai tempat fermentasi serat kasar yang dimakannya. Sedangkan ternak non
rumiansia memiliki tembolok, gizzard, dan cecum yang tidak berkembang dan
ternak pseudoruminansia memilik cecum yang berkembang sebagai tempat pencernaan
fermentatif. Hal ini sesuai dengan pendapat Parakkasi (1986) yang mengatakan
bahwa pembentukan sekum akan menyebabkan pembesaran pada kolon, tanpa sekum
tidak ada coprophagi.
BAB V
KESIMPULAN DAN
SARAN
5.1.
Simpulan
Berdasarkan hasil praktikum Ilmu Nutrisi
Pakan dapat disimpulkan bahwa bahan menurut kelas internasional menjadi delapan
golongan, yaitu hijauan kering dan jerami, pastura atau hijauan segar, silase,
sumber energi, sumber protein, 1nutrisi yang berbeda-beda. Oleh sebab itu
diperlukan pemilihan yang tepat agar ransum yang disusun dapat dicerna dengan baik
oleh organ pencernaan. Organ pencernaan akan mencerna dan menyerap nutrisi dari
bahan pakan atau ransum yang diberikan.
5.2.
Saran
Diharapkan
kepada praktkan agar memiliki ketelitian serta kecermatan dalam menglakukan uji
organoleptik pada bahan pakan. Serta ketika mengidentifikasi saluran
pencernaan, sehingga praktikan dapat membedakan dengan benar antara alat
pencernaan ruminansia dengan alat pencernaan dari hewan non ruminansia maupun
pseudoruminansia.
Akoso,
B. T. 2002. Kesehatan Unggas. Kanisius, Yogyakarta.
Anggorodi,
HR. 1994. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Gramedia, Jakarta.
Blakely, J. dan
Bade, D. H. 1994. Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Press, Yogyakarta.
Chah, C.C., C.W.
Carlson, G. Semeniuk. I.S. Palmer and C.W. Hesseltine. 1975.
Futher investigion and identification. Poultry Sci. 55 : 911-917.
Futher investigion and identification. Poultry Sci. 55 : 911-917.
Diggins, R.V.
dan Bundy, C. E. 1961. Dairy Production. Prentice-Hall, Inc. Englewood Cliffs,
New Jersey.
Frandson, R. D.
1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak Cetakan Ke-2. Gajah Mada University Press,
Yogyakarta.
Frandson, R. D.
1993. Anatomi dan Fisiologi Ternak Cetakan Ke-3. Gajah Mada University Press,
Yogyakarta.
Hartadi
H., Reksohadiprajo dan Tillman. 1993. Tabel Komposisi Pakan untuk
Indonesia. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Indonesia. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Lubis,
DA. 1992. Ilmu Makanan Ternak. PT Pembangunan, Jakarta.
Parakkasi, A.
1986. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas
Indonesia, Jakarta.
Indonesia, Jakarta.
Parakkasi, A.
1995. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas
Indonesia, Jakarta.
Indonesia, Jakarta.
Rasyaf,
M. 1994. Makanan Ayam Broiler. Kanisius, Yogyakarta.
Sarwono, B. 2005. Kelinci Potong dan
Hias. Agropustaka Media, Jakarta.
Siregar. 1994.
Penggemukan Sapi. Penerbit Swadaya, Jakarta.Swenson, M. J. 1997. Dukes Phisiology of Domestik
Animals. Cornell USA University Press
Soelistyono, HS.
1976. Ilmu Bahan Makanan Ternak Fakultas Peternakan dan
Perikanan,Universitas Diponegoro, Semarang.
Perikanan,Universitas Diponegoro, Semarang.
Tillman, A.D., H. Hartadi, S.
Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo, S. Lebdosoekojo.1982. Ilmu Makanan Ternak
Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Tillman,
Hartadi, H, Reksohadiprodjo, Praawirokusumo dan Lobdosoekodjo.
1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Tillman, A.D., H. Hartadi, S.
Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo, S. Lebdosoekojo.1998. Ilmu Makanan Ternak
Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Tomas Zewska,
MW., Mastika,IM., Djajanegara A., Gordina, S dan Wiradarya,
TK. 1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Sebelas maret University Press, Surabaya.
TK. 1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Sebelas maret University Press, Surabaya.
Wahyu, J.1992.
Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan ke-4. Gajah Mada University Press,
Yogyakarta.
Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar